"H-hah?" beo Kanza. Alvan kembali fokus pada lapangan, Alvan tak boleh lengah jika lengah siap-siap Alvan yang disalahkan.
***
Adzan dhuzur telah berkumandang 15 menit yang lalu, begitu juga dengan semua pertandingan diberhentikan sejenak.
Sejak Alvan meminta Kanza menjadi pacarnya. Kanza jadi canggung sendiri apalagi Alvan yang tidak melanjutkan perkataanya. Jadi maksud Alvan itu apa? Menggantungnya?
"Em.. gu-a duluan ya, Van," ucap Kanza. Alvan menoleh dan mengangguk pelan. Kanzapun hendak melangkahkan kakinya.
"Perkataan tadi gua gak bohong." Kanza menoleh kembali.
"Iya, gak bohong. Soal jawabannya, gua gak menuntut," ucap Alvan dan Alvan meninggalkan Kanza yang malah membeo, bingung.
"Harusnya tipe kayak si Alvan romantis kan? Kok dia enggak?" gumam Kanza. Bodo amat soal itu, Kanza ragu Alvan beneran menembaknya atau tidak bisa saja itu hanya sekedar gurauan seorang Alvanka Zafran.
Alvan menghampiri Cio, Robbi, Akwan dan Naufal yang sedang membuka sepatu didepan mesjid, mereka mau melaksanakan sholat dzuhur.
"Kemana dulu lo, Van?" tanya Robbi.
"Mojok sama si Kanza." Bukan Alvan yang menjawab, melainkan Cio.
"Widiihhh."
"Kagak," balas Alvan. Alvan duduk samping Akwan dan membuka sepatunya.
Alvan sama sekali tidak melirik Naufal, Naufal juga fokus pada pikirannya sendiri. Naufal juga tahu bahwa hari ini Naufal akan pulang kerumah Raja, mungkin Mamahnya telah dulu sampai disana.
"Kuy," ajak Akwan dan merekapun sholat.
Setelah melaksanakan sholat mereka kekantin untuk mengisi perut masing-masing. Tenaga mereka sudah terkuras banyak sejak tadi pagi.
"Pesen apaan gais?" tanya Akwan yang akan memesankan makanan.
"Mie goreng gua sama air mineral tapi dibotol," ucap Cio.
"Beli sendiri aja sono airnya enak aja gua harus bulak-balik," sewot Akwan.
"Samain aja dah nasgor, air biar gua yang beli. Gak usah gelut lo pada," ucap Robbi dari pada Cio dan Akwan berdebat.
"Oke."
Robbi dan Akwanpun pergi untuk membeli pesanan mereka hingga tak lama menunggu pesanan merekapun datang. Kantin cukup ramai.
Alvan menyuapkan satu sendok nasi goreng yang masih lumayan panas.
Alvan menyernyitkan dahinya. "Kok pedes?" tanya Alvan sedikit panik. Dinar memintanya untuk tidak memakan makanan yang pedas.
"Lah kenapa emang? Lo sukanya pedes, Van."
"Dongo kan si Alvan baru sembuh," balas Cio menatap kesal Akwan.
"Ya gimana atuh, Van gak papa? Atau gua pese- eh tapi yang si Naufal gak pedes kan dia gak suka pedes makanya gua pesenin kagak pedes," cerocos Akwan.
"Terus?" tanya Naufal.
"Sharringlah, Fal. Kasian si Alvan takutnya-
"Udah gak papa, dah sembuh gua," sambung Alvan. Sialan, Akwan denga polosnya meminta nasi goreng milik Naufal.
"Hem yaudah. Maaf ya." Alvan mengangguk. Sedangkan Robbi hanya menyimak sesekali memakan nasi gorengnya dengan tenang.
Alvan menghela nafas dengan pelan, semoga ini tidak apa-apa.
Setelah makan siang mereka langsung mencar pada tugas masing-masing. Sebenarnya Alvan sudah sangat lemas.
Cuaca makin siang makin panas, keringat sudah bercucuran. Alvan hanya berdoa agar tidak kambuh disini. Kanza tak terlihat, entah kemana wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvanka Zafran || END
Dla nastolatków"Perihal siapa yang membahagiakan dan yang dibahagiakan, tak perlu cemas, semua ada takarannya." Start25Julii2021 Finish10November2021