Andra mendapati Naufal sedang terdiam didasar kolam renang, kenapa Naufal terdiam dikolam renang malam-malam seperti ini. Dengan inisiatif sendiri Andra menghampiri dan duduk disamping Naufal.
"Mikirin apa?" tanya Andra dan Naufal menoleh, menggelengkan kepalanya.
"Kalau mikirin tentang perkataan Alvan, mending gak usah. Nambah-nambah beban pikiran," jelas Andra.
"Enggak, A."
"Lo jangan bohong sama gua, Teh Dinar cerita sama gua kalau Alvan ngomong yang enggak-enggak sama lo," jelas Andra membuat Naufal sedikit terkejut.
"Beneran gak papa, A."
"Maaf atas tingkah laku atau perkataan Alvan yang ngelukai lo, Fal."
"Setelah gua tau semuanya, gua anggap lo adik gua, Fal. Maunya gua lo sama Alvan akur-akur setelah Alvan tau semuanya, tapi ternyata Alvan tidak mudah menerima padahal lo sahabatnya," sambung Andra.
"Memang sulit menerima orang baru, A. Apa yang gua takutin selama ini, akhirnya terjadi juga. Alvan benci sama gua," lirih Naufal.
"Alvan gak benci, lo sabar dulu. Berjalannya waktu Alvan pasti menerima lo sebagai sahabat sekaligus saudaranya," jelas Andra.
"Gak mudah buat Alvan, A."
Andra mengusap punggung Naufal. "Sekarang lo adik gua juga, apapun beban lo cerita sama gua." Naufal mengangguk. Sejak dulu Naufal memang mendambakan sosok kakak dalam hidupnya, namun Naufal tak bisa menentang takdir bahwa dirinya terlahir sebagai anak tunggal.
"Apa gua jahat jika gua butuh sosok Andra dalam hidup gua, Van?" batin Naufal.
"Dari dulu Alvan selalu menikmatinya sendiri, mulai dari kasih sayang gua, kasih sayang Ayah bahkan kasih sayang Dinar. Alvan hanya takut semua kasih sayang itu terbagi," jelas Andra.
"Kesannya gua merebut semuanya ya? Padahal gua juga gak menginginkan takdir gua seperti ini," balas Naufal.
"Enggak seperti itu, Fal."
Naufal tersenyum tipis, "Gua harap lo lebih sabar menghadapi Alvan, Alvan terlalu kekanak-kanakan buat ngertiin semuanya," sambung Andra.
***
Pukul 02:30 dini hari Andra terbangun dan mengkhawatirkan Alvan. Andra menoleh pada istrinya yang masih tertidur nyenyak.
"Sayang bangun, gak tahajud dulu?" tanya Andra dengan lemah-lembut.
Tak susah membangunkan Dinar, Dinar bangun dan melihat wajah tampan sang suami.
"Aduh maaf, Mas. Seharusnya aku-
"Udah gak papa sayang, kita ambil wudhu dulu ya." Dinar mengangguk dan bangkit. Merekapun berwudhu dan melaksanakan sholat sunnah tahajud.
Setelah sudah Andra izin untuk melihat Alvan kekamarnya.
"Aku lihat Alvan dulu, ya. Dari tadi perasaan aku gak enak, setelah tau kalau Alvan sakit aku gak berhenti khawatirin dia, sayang," lirih Andra. Dinar tersenyum.
"Kamu lihat Alvan, aku tau seberapa khawatir kamu sama Alvan."
"Makasih."
Andrapun keluar dari kamar mereka dan melangkahkan kakinya menuju kamar sang adik.
"Setidaknya dengan kamu sangat menjaga Alvan, sangat menungkinkan bahwa kamu juga bisa mencintai dan menyayangi anak kita," gumam Dinar.
Andra membuka pintu kamar Alvan dengan pelan. Pintu kamar Alvan memang tidak dikunci, Andra mewanti-wanti untuk tidak mengunci kamarnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvanka Zafran || END
Teen Fiction"Perihal siapa yang membahagiakan dan yang dibahagiakan, tak perlu cemas, semua ada takarannya." Start25Julii2021 Finish10November2021