chaptee 16

6.5K 571 33
                                    

Setelah mendengarkan pernyataan Andra, tentu saja Alvan kecewa. Kecewa pada Andra, dan tentu saja kecewa pada Raja, Ayahnya.

Balkon kamar, menjadi tempatnya menetralkan rasa kecewanya. Merasa bodo amat dengan tubuhnya yang sedang sakit, Alvan memaksa membawa tubuh itu untuk ditenangkan dibalkon kamarnya, dengan selimut yang membungkus badannya.

"Ah seharusnya gua tuh gak terlalu berharap," lirihnya.

Pagi harinya, Alvan memaksakan diri untuk berangkat kesekolah. Toh, dirumah juga untuk apa.

Ceklek

Andra menatap Alvan yang sedang memasukan buka pelajarannya kedalam tas.

"Gak ada sekolah buat hari ini, Alvan."

Alvan menoleh kearah suara. "Aku sekolah aja," balasnya.

"Enggak. Kamu istirahat hari ini, besok kamu boleh sekolah," ucap Andra.

"Aa!"

"Kamu mau membangkang Alvan?" tanya Andra dengan tatapan tajam, Alvan melunak.

Dengan pelan, Alvan menyimpan kembali tas yang sudah iya pegang. Alvan menatap Andra sekilas, setelah itu membuka almamater dan menyimpanya dimeja belajar.

Alvan kembali membaringkan tubuhnya yang masih terasa panas dan lemas.

Andra menghela nafas. "Gak usah pundung, Aa kayak gini juga karena apa?"

Rupanya, tak ada pergerakan dari Alvan. "Aa rela izin gak kerja demi kamu, masa kamu mau sekolah," jelasnya.

"Iya, enggak sekolah. Yaudah," balas Alvan dengan suara yang tak jelas karena tertutup selimut.

"Jangan kayak gitu, sesak kamu nanti."

Alvan kembali membuka selimut yang membungkus badannya. "Ganti bajunya, Aa bikin surat dulu." Setelah berucap seperti itu, Andra pergi dan meninggalkan Alvan.

Bertepatan dengan Andra yang keluar kamar, rupanya sekarang Dinar yang memasuki kamar itu. Apa wanita itu tak bosan mengunjunginya? Sudah terbilang dua kali dalam pagi ini Dinar mengunjunginya.

"Kata Teteh juga apa, Aa kamu gak bakal beri kamu izin," ucap Dinar dan duduk disamping kamar tidur Alvan.

"Iya, Teh."

Dinar menghela nafas, tanganya terangkat dan mengechek suhu tubuh Alvan, masih panas walau tak sepanas semalam.

"Makan ya, nanti siang dokter kesini."

"Gak mau bubur-

"Teteh bikin sup, kamu suka banget sama sup. So? Ayo makan, gak ada alasan lagi untuk tidak makan." Dinar mengambil semangkuk sup yang ia ambil dari bawah.

"Bangun dulu, biar Teteh suapi." Alvan mengangguk, satu demi satu Alvan menerima suapan dari Dinar, suapan tulus dan penuh kasih sayang.

"Satu suap lagi!" seru Dinar senang.

Akhirnya makanan tidak akan terbuang seperti kemarin. Dan senang karena Alvan berhasil menghabiskan sarapannya.

"Minum obat habis ini."

"Iya."

Dengan telaten, Dinar membantu Alvan menegak obat-obat itu.

"Mau tidur lagi gak?"

"Mau ngobrol aja sama Teteh," balas Alvan dengan pelan.

"Ngobrol apa? Sok atuh, kamu mau curhat? Cewek yang kemarin ya, Kanza?"

Alvan menghela nafas, mengapa kakak iparnya ini terus membawa Kanza.

"Enggak, kenapa Kanza sih, Teh. Udah aku jelasin kalau Kanza cuma kakak kelasnya Al," jelas Alvan.

Alvanka Zafran || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang