chapter 40

6.5K 755 149
                                    

"Sok weh adu nasib sok," sengit Robbi tanpa berdosanya.

"Lo terlalu ikut campur permasalahan keluarga gua, Rob," balas Alvan dengan tatapan tak sukanya.

Alvan mengambil ponselnya yang tergeletak dimeja. Dengan cepat Alvan meninggalkan ketiganya.

"Jadi?" Robbi mengangguk.

"Gua lihat sendiri kebersamaan Naufal sama bokap Alvan, terus gua tanya sama Alvan. Alvan cerita, dan itu kebenarannya. Alvan gak menerima keberadaan Naufal sekalipun Naufal sahabatnya, percaya gak percaya menerima orang tuh susah. Apalagi dengan keadaan Alvan yang jarang dapatin kasih sayang bokapnya, dan dengan mudahnya bokapnya membagi kasih," jelas Robbi. Semoga Akwan dan Cio paham dengan keadaan Alvan.

"Jadi ini alasan kenapa akhir-akhir ini sikap Alvan sama Naufal beda?" Robbi mengangguk.

"Masing-masing dari mereka merasa bahwa mereka juga jadi korban. Kalau udah kayak gini, siapa yang mau disalahkan?" tanya Robbi.

"Alvan maupun Naufal punya lukanya masing-masing. Dari pihak Alvan, seperti yang lo tadi jelasin, Alvan kurang kasih sayang sama bokapnya. Dan, disisi lain juga kita harus lihat posisi Naufal dong, Naufal juga gak pernah tau keberadaan bokap kandungnya dimana, secara dia pernah ngomong bahwa nama bokapnya aja dia gak tau, bro," jelas Akwan.

"Dengan adanya bokap Alvan dan menikahi Mamahnya,cukup menutupi luka Naufal yang gak pernah tau bokapnya, kan?" sambung Akwan.

"Pertanyaan, kenapa harus bokap Alvan?"

"Yang namanya jodoh siapa yang tau? Emang Naufal pernah ngira akan seperti ini?" Cio dan Robbi terdiam, apa yang dikataan Akwan memang benar.

"Semuanya tentang waktu, Alvan pasti bisa nerima Naufal, mau gimanapun ini udah terjadi, kan?" lirih Cio.

"Bener. Udah, sampai sini aja kita ikut campur urusan mereka. Sekali mereka gak batu hantam, kita diam." Cio mengangguk, kali ini Cio setuju dengan perkataan fatner bacotnya itu.

"Gak cuma mereka yang diuji bro, tapi persahabatan kita juga diuji," ucap Robbi.

***

Masalah apa lagi yang akan mendatangi Alvan? Gak cukupkah dengan penyakit yang kini menggerogoti tubuhnya?

Alvan tersenyum tipis pada temannya. "Kemana dulu lo? Ini pertandingan harusnya udah mulai dari 10 menit yang lalu," cerocos Ragil.

"Sorry, kedua tim udah ada dilapangan?" Ragil mengangguk.

"Mulai aja." Ragil mengangguk. Dan pertandingan antara kelas 12 IPA 5 dan 12 IPS 3 dimulai.

Dengan sebisa mungkin Alvan profesional dengan tugasnya. Melupakan permasalahan yang selalu bersarang dikepalanya.

Alvan juga melihat Cio yang sempat meliriknya, bocah itu bukannya lebih parah dengan apa yang Alvan rasakan. Terus kenapa Alvan merasa bahwa semuanya tidak adil?

Cio sendirian, Cio hanya mempunyai Alvan, Akwan, Robbi dan Naufal. Keluarga? Cio terasa dibuang dan diasingkan. Tapi kenapa Alvan selalu lihat bahwa Cio selalu santai dan terlihat bahagia. Bagaimana cara sahabatnya itu menutupi lukanya?

Alvan bisa melihat senyuman Cio yang diberikan padanya. Sial, Alvan merasa diremehkan oleh senyuman itu. Ayo! Cio saja yang sendirian bisa tersenyum, lantas dirinya yang mempunyai tumpuan kenapa merasa paling sakit.

"Lo sama gua beda, Yo. Gua gak bisa jadi peri ketika gua menangis," batin Alvan.

Naufal memasuki toilet dan menguncinya. Naufal menatap wajahnya, wajah yang selama ini memancarkan aura dingin tak tersentuh.

Alvanka Zafran || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang