Alvan terdiam heran melihat satu koper besar dihadapannya. Sudah sebulan lamanya Andra dan Alvan berbicara berdua, Alvan lebih menutup diri.
"Aa mau kemana?" tanya Alvan dengan datar juga heran.
"Teteh mu akan tinggal dirumah Mamahnya," jelas Andra sedangkan Dinar terdiam, bingung harus seperti apa.
"Kenapa?" tanya Alvan.
"Mamah yang minta," balas Dinar tak enak hati.
"Aa setuju?" Andra mengangguk pelan.
Alvan menghela nafas. "Yaud-
"Aa akan sering kesini, hanya malam Aa tidur dirumah Mamah Teteh," potong Andra
"Kantor Aa disini, Aa gak mungkin ninggalin kantor," lanjut Andra.
"Maafin Teteh, De. Teteh gak tau kenapa Mamah minta Teteh harus tinggal dirumahnya. Gak lama kok," jelas Dinar.
"Gak apa-apa, Teh. Disini juga banyak orang, ada Kak Rifki juga," balas Alvan.
"Aku harap gak lama," lirih Alvan.
"Aku keatas, ya."
Setelah berucap seperti itu, Alvan langsung menaiki tangga yang menuju kearah kamarnya.
Andra hanya diam melihat kepergian adiknya, Dinarlah yang merasa bersalah.
"Aku gak paham sama yang ada dipikiran Mamah, Mas."
"Gak apa-apa. Mungkin Mamah kangen sama kamu, makanya meminta kamu tinggal disana sementara," jelas Andra.
"Harusnya aku nolak saja, aku udah punya suami. Kamu juga harusnya ngomong sama Ma-
"Sayang, ini permintaan sederhana orang tua. Udah, kamu jangan khawatir sama Alvan. IngsaAllah Alvan bisa jaga diri, dia udah gede," jelas Andra. Tentu saja Andra paham apa yang dikhawatirkan Dinar.
"Aku mau ngomong sama Alvan dulu ya, Mas," izin Dinar. Andra mengangguk.
"Kamu ngomongnya pelan, ah bahkan Alvan mengerti dan gak akan mempersulit kamu untuk tinggal dulu dirumah Mamah," jelas Andra.
"Mas, kita gak tau dalamnya hati seseorang," balas Dinar.
"Yasudah, aku mau mandi."
Dinarpun masuk kedalam kamar Alvan yang tidak terkunci. Rupanya anak itu tidak ada ditempat tidur.
"Alvan? Ade dimana?"
Terdengar germicik air kran dari dalam kamar mandi, pantesan Alvan tidak menyaut. Tak lama, Alvan membuka pintu kamar mandinya, setengah kaget melihat Dinar yang masuk.
"Habis ngapain? Kok lama banget," tutur Dinar dengan lemah-lembut yang sedang duduk dikursi belajar Alvan.
"Habis mandi." Dinar tersenyum.
"Mau Teteh masakin apa?"
"Teteh kapan berangkat?" Alvan mengalihkan pertanyaan.
"Nanti malam."
Alvan terdiam sesaat. "Teteh minta maaf, tapi ini bener bukan kemauan Teteh."
"Iya, aku gak apa-apa disini, banyak juga orang disini."
"Bener?" Alvan mengangguk.
"Teteh janji gak akan lama-
"Teteh jangan segitunya sama aku, aku bukan anak kecil. Bener kata orang, aku gak boleh telalu bergantung sama Teteh sama Aa. So, perlakuin aku dengan biasa," jelas Alvan. Tentu saja, perkataan-perkataan orang-orang diluaran sana sangat membekas ditelinganya dan bahkan dihatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvanka Zafran || END
Teen Fiction"Perihal siapa yang membahagiakan dan yang dibahagiakan, tak perlu cemas, semua ada takarannya." Start25Julii2021 Finish10November2021