chapter 48

6.2K 849 146
                                    

Alvan menghampiri Akwan, Robbi dan Cio yang telah mengganti bajunya dengan kaos volly bal, mereka akan melakukan latihan rutin kembali.

"Gua duluan, ya," pamit Alvan dan bertos ria ala cowok.

"Cepet sembuhnya lo, ntar latihan lagi," tutur Robbi dan Alvan mengangguk.

"Sebenarnya udah sembuh, masih dilarang si Andra aja," balas Alvan.

"Itu tandanya Aa lo perduli sama lo, Van. Aihh jadi pengen punya Kakak gua," rengek Akwan.

"Lo anak tunggal diem aja," sahut Cio. Akwan menatap sinis Cio, biasalah mereka selalu seperti itu.

"Yaudah ya, latihan yang bener lo pada." Ketiganya pun mengangguk dan Alvan memutuskan pulang, apalagi Andra yang sudah menjemputnya didepan.

"Siang, A," sapa Alvan dan duduk dibangku samping pengemudi, rupanya Andra menjemputnya tanpa Gilang.

"Siang.. Mau langsung pulang atau mau jalan-jalan dulu?" tanya Andra menawarkan.

Alvan sedikit berpikir. "Hemmm.. Aa punya banyak waktu hari ini?" Andra mengangguk.

"Iya."

"Ke mall mau gak A? Beberapa hari lagi si Cio ulang tahun, mumpung Aa lagi free mau gak nemenin beli kado?" Andra mengangguk.

"Kan Aa tadi yang nawarin, lagian pengajian syukuran diundur jadi besok jadi hari ini Aa mau nemenin kamu." Alvan tersenyum.

"Lagian aku udah lama gak jalan-jalan," kekeh Alvan.

"Kalau mau jalan ajak Aa, kamu lebih aman sama Aa."

"Iya, A." Andra sengaja meluangkan waktu untuk Alvan hari ini. Andra tahu suasana Alvan yang tidak baik akhir-akhir ini, Andra ingin Alvan sedikit melupakan permasalahan yang ada dirumah. Semoga dengan ini, Alvan sedikit lega.

"Tadi sekolah gak cape-capean kan?" Alvan menggelengkan kepalanya.

"Aku kalem tau A, Robbi sama Akwan pecicilan mulu. Emang ya tuh anak dua gak pernah berubah dari dulu," adu Alvan. Andra tertawa mendengar ucapan Alvan..

"Robbi sama Akwan itu ngasih warna persahabatan dengan kelakuanya yang suka bikin orang gedeg, tapi terhibur," jelas Andra. Toh Andra berani berucap seperti itu karena Andra tahu betul kelakuan kedua sahabat adiknya itu.

"Cio doang yang waras, eh enggak deng si Cio bisa lebih parah dengan hal-hal yang tidak terduga," balas Alvan.

Andra mengacak rambut Alvan dengan gemas, oleh tangan kirinya. "Aa lebih suka kamu yang banyak cerita gini dari pada murung, lihat kamu senyum itu buat Aa lega." Alvan tertenggun dengan perkataan Andra.

"Maaf, A."

Andra tersenyum. "Kamu udah gede, padahal dulu masih sering rengek-rengek pengen eskrim." Melihat Alvan tumbuh, Andra lega.

"Aku bisa kok sekarang rengek-rengek minta eskrim ke Aa."

"Sayangnya gak akan Aa kasih." Alvan mengerucutkan bibirnya.

Ponsel Alvan berdering, tanda ada yang menelvonnya.

LauraKanza Calling..

"[Apa, Cha?]" tanya Alvan.

"[Gak latihan? Kata Robbi lo pulang,]" cerocos Kanza yang diyakini masih berada disekolah.

"[Baru sembuh, takutnya malah ngerepotin orang-orang.]"

"[Iya, syukur kalau masih mikirin badan sendiri. Gua gak mau lihat lo sakit terus,]" jelas Kanza.

"[Lo latihan yang bener,]" sahut Alvan.

Alvanka Zafran || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang