DELAPAN

93 10 0
                                    

.
.
.
.

Seusai berdebat kami sampai di tempat kodangan. Sekarang ira berada dalam gendongan raka. Dan kalian tau diaa gandeng tanganku yg katanya biar gak ilang soalnya rame.

Modus banget ni orang tua. Ya emang rame sih tempatnya. Kami berjalan menuju kepelaminan dulu buat salamin pengatinnya yg katanya temen mas raka.

“selamat ya.”ucap mas raka

“makasih ya bro…kapan nih nyusul?”

“doain secepatnya.”ucap raka sambil menengok kearahku

“oh ini calonnya? Cepet nyusul ya.”ucap si pengantin pria itu sambil menjabat tanganku. Aku tak menjawab hanya tersenyum saja.

“lah ini anak siapa? Kok gak bilang2 sih lu.”

“ponakan.”santai raka

“kirain.”

“yaudah kesana dulu ya…samawa pokoknya buat kalian berdua.”akhirnya kami berjalan mencari tempat duduk dengan ira yg masih berada dalam gendongan mas raka.

“ira mau makan apa?”Tanya raka

“ambilin bakso aja buat ira.”jawabku

“kamu?”ganti tanyanya padaku

“apa aja.”jawabku yg mengambil alih ira

“rakus juga ya semuanya mau.”ucapnya dengan senyum meledek

“enak aja bilang rakus, udah sono.”usirku

“bunda mana?”Tanya ira

“iya nanti sampai kok ditunggu ya.”kupangku ira dan mencoba menenangkannya lagi.

Mana sih om sama tante nanti kalau ira nangis kan berabe – batinku

“nih makanannya.”datanglah raka beserta beberapa makanan.

“oh iya makasih.”

“ira mau bakso apa ayam?”tawarku

“aco aja.”

“yaudah sini makan dulu.”karena sedari tadi ira sibuk mainan bunga yg ada di meja

“ayo aaa dulu.”berakhirlah aku menyuapi ira.

“kamu gak makan?”Tanya mas raka

“nanti aja.”

“sini iranya."

“ila ndak mau ama om, maunya ama mbak oya.”

“biarin sama aku aja.”ucapku masih terus menyuapi ira

“eh raka?”ada beberapa teman mas raka datang menghampiri kami.

“fikri?”sapa mas raka

“ya ampun lama gak ketemu ya, udah segede ini anakmu?”ucap teman mas raka sambil menunjuk ira yg berada dipangkuangku.

“ini ponakan.”

“pantes kirain anakmu udah segede ini, ini istrimu?.”gila aja aku istri si om tua ini.

“masih calon.”ucap mas raka santai dan mendapat tatapan tajam dariku.

“bagus juga pilihanmu. Nanti jangan lupa undangannya ya.”

“siaplah.”

“oh iya ini istriku maya, may itu temanku kerja dulu raka.”

“salam kenal.”sapa istri mas fikri

“iya , ini zoya.”untuk apa dia mengenalkanku, mau gak mau aku harus tetap berjabat tangan dengan istri mas fikri.

“kamu yg sabar ya mbak sama raka, dia orangnya irit ngomong. Tapi tenang kalo udah bucin susah dia lepasnya.”jelas mas fikri

“iya..”mau gimana lagi, senyum aja pokoknya.

“yaudah mau kesana dulu ya.”

“iya.”mereka ber tos ria untuk berpisah

“ngapain sih bilang calon istri segala.”omelku setelah teman mas raka menjauh

“ya emang.”

“dih emang aku mau?”disitu aku masih menyuapi ira

“emang nanya?”kalo bukan ditempat untuk udah hancur muka tampan dia.

“eh dicariin ternyata disini.”alhamdullillah tanteku datang bersama om dan ari.

“lama banget tan.”

“iya tadi ketemu temen om mu dulu.”

“kalian kayak keluarga bahagia.”ceplos om ku

“keluarga bonyok yg ada.”ucapku dengan ketus

“nanti jadi keluarga beneran loh!"

“amit amit ya ampun, zoya punya kriteria sendiri ya.”bela ku

“ngapain nyari kalo yg didepan mata udah ada.”

“udah udah nih ira dari tadi nangis.”sebel banget tau





Jan lupa bintang ya!!!

MENCAIR✔️ (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang