19. Make decisions

104 49 353
                                    

Faro sudah sampai di apartemennya, setelah mengantar Amel terlebih dahulu tentunya. Senang? Tentu saja. Faro sebenarnya ingin mengatakan kepada Amel bahwa dia menyukainya. Tetapi, Faro takut Amel tak merasakan hal yang sama dengannya.

Dan yang paling ia takutkan adalah, jika sifat Amel berubah kepadanya dan akhirnya hubungan persahabatan mereka menjadi rusak. Oleh karena itu, Faro lebih memilih menyukai Amel dalam diam.

Faro merasa sangat lelah. Faro menyantaikan dirinya dengan duduk di tempat favoritnya yaitu kursi di sebelah jendela kaca besar yang menghadap langsung pemandangan kota Jakarta dan langit luas. Faro suka memandangi langit. Karena di saat memandang langit, ia seakan melihat ibunya yang sudah ada di surga. Ibu yang meninggal saat setelah melahirkannya.

Tak terasa sudah jam enam sore. Faro memutuskan untuk mandi.

Setelah mandi, Faro pergi ke dapur karena perutnya sudah ingin diisi. Faro membuka kulkas. Hanya ada susu, roti, dan beberapa bahan makanan instan lainnya. Faro memang jarang menyetok buah-buahan atau sayur-sayuran. Karena takut busuk dan tak termakan. Lagipula dirinya hanya tinggal seorang diri dan sangat jarang masak.

Faro mengambil hpnya.

Dit temenin gua ke luar yukk

Ke luar ke mana?

Cari makan

Lah di apart lu gada makanan?

Ada si, tapi gua bosen

Oalah
Oke gua otw apart lo

Sipp

Faro pun meletakan hpnya. Ia ke kamar untuk mengambil jaket dan kunci motornya. Setelah itu ia menunggu Radit sambil bermain hp.

Radit
Gua dah di bawah far

Faro membaca pesan tersebut dan langsung turun ke bawah apartemennya.

Kini Faro sudah bersama Radit. Ia juga sudah menunggangi motornya.

"Cari makan ke mana, Far?" tanya Radit.

"Terserah lu dah," kata Faro.

"Kok terserah gua? Kan lu yang ngajak njir," kata Radit.

"Gua gak tau warung makan sekitar sini soalnya. Makanya gua ngajak lu, hahaa," kata Faro.

Faro memang anak daerah sini. Tapi ia tak pernah keluar dari apartemen. Sore pulang sekolah ia langsung mandi dan bersiap ke cafe, pulang dari cafe sudah malam, dan paginya ia sekolah, repeat.

Dan jika hari libur, ia lebih memilih diam berada di apartemennya. Atau terkadang jika ia bosan, ia joging sebentar. Jadi dia tak terlalu mengenal daerah ini.

Radit berdecak. "Makan ketoprak mau gak?" usul Radit.

"Gua gak suka bumbu kacang," jawab Faro.

"Oiya. La trus apaan?" Radit bingung. Lidah orang sunda dan orang bule itu memang beda.

"Ya udah ke cafe aja yuk. Bosen sih, tapi daripada gak makan. Gua dah laper," ajak Faro pada akhirnya.

"Mahal-mahal anjir. Gak ngenyangin lagi," timpal Radit.

"Gua bayarin. Lagian duit lu juga belum gua ganti," kata Faro. Karena tadi pagi ia lupa untuk mencairkan uangnya.

"Hahahaa thanks ma broo," ucap Radit.

Mereka pun pergi ke cafe tempat Faro bekerja. Karena cafe itu yang paling dekat disini. Dan sekalian Faro juga ingin membicarakan tentang keputusannya kepada Ravi. Ia memang sudah memberi tahu Ravi lewat chat, tetapi ia hanya ingin bertanya beberapa hal.

Complicated [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang