[17] Dua Cerita

262 80 138
                                    

"MATI mati mati mati mati mati mati!"

Menyeringai.

Menyeka darah dari sudut bibirnya. Berdiri dengan topangan pedang yang menusuk kuat ditanah sambil tangan itu memegang perutnya yang berlumuran darah. Sepertinya telinganya lebih sakit mendengar teriakan itu dibanding dengan tusukan diperutnya.

"Kemana Alpha yang kukenal bengis dan kejam itu, huh?! Kau terlalu lemah!"

Belum siap. Baru saja berdiri, manik hitamnya membesar, dikejutkan dengan kecepatan yang Morgy miliki. Lihatlah, ia sudah berdiri dengan jarak yang cukup dekat. Mata menghitam penuh amarah. Tak lama rasa sakit membulatkan lebar matanya, memuncratkan darah merasakan bogeman yang menyapa ulu hatinya.

Taeyong tumbang, lagi, bertekuk lutut.

"Pertarungan ini mengecewakan." Morgy membalikan tubuhnya. Merasa selesai urusannya dengan sang Alpha. Berjalan seperti pemenang sehabis mengalahkan musuh. Seringai bangga ditampilkannya hingga membuat seseorang dari atas sana menatapnya  tidak suka.

"Oi ... "

Menengadah ke atas, melihat pria tengah berjongkok diatas batang pohon yang besar sambil bertopang dagu.

"Pak tua, kita bertemu lagi, huh!" kedua sudut bibirnya mengembang, memberi senyum. Senyum dengan maksud berbeda. "Bukannya pria tampan ini pernah bilang sebelumnya padamu? Jangan pamerkan apapun jika lawanmu saja masih mampu mengangkat sudut bibirnya,"

Morgy melotot. Ia ingat betul kalimat itu saat dirinya bertarung bersama bocah menyebalkan yang selalu memberinya senyum. "Haechan!"  geramnya.

Haechan, pemimpin divisi kelima. Bisa dibilang pria ini memiliki berbagai ribuan lawakan. Tidak hanya itu, para gadis didesa pun ia goda. Namun berbeda lagi jika pria ini dihadapkan dengan musuh terbesarnya. Saking berbedanya para wanita akan bergetar ketakutan karena mereka tahu persis senyum tarikan satu sudut itu.

Senyum si pembunuh. Itu tiga kata yang sering dilontarkan saat Haechan menunjukan sisi lain dari dirinya.

"Wah wah wah, lihatlah siapa yang masuk kandang serigala!" suara itu berasal dari pria yang tengah bersender bahu dipohon besar tersebut.

Haechan mendongak kebawah,

"Renjun hyung, kau tidak cocok mengucapkan kalimat tadi, aneh tahu." ucapan jujur dari Haechan menohok Renjun. Menatap tajam ke atas. Benar-benar bocah itu menghancurkan imagenya.

Renjun, pemimpin divisi ke-enam. Dikenal galak dan memiliki kekuatan yang cukup membuatnya tahu seluk-beluk pemikiran seseorang. Ya, pembaca pikiran. Tidak hanya mampu membaca pikiran, Renjun juga mampu mengendalikan pikiran seseorang.

"Yak, setidaknya aku sudah berusaha keren!"

"Renjun, kau tetap tidak keren." pikir Haechan.

"YAK!" amuk Renjun. Oh, Haechan baru ingat tentang kemampuan hyungnya. Haechan menjulurkan lidah, mengejek. Setelahnya melihat kembali sang Morgy yang diam layaknya patung,

"Pak tua, jangan diam saja! Ayo, bermain sebentar denganku!" teriak Haechan.

Ajakan tadi membuat Taeyong ingin tertawa. Namun sayang, kondisinya tidak mendukung penuh.

Kenapa mereka disini?  Batin Morgy.

"Wae? " suara berat bertanya. Ia bangkit dengan sekuat tenaga. Morgy berbalik, menatap Taeyong geram. "Memata-matai desa ashlan. Itu tidak sopan, tahu." lanjut Taeyong, menyeringai.

Two Sides [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang