[18] Pengkhianat

269 76 104
                                    

SEMUA menjadi hancur seperti serpihan kaca yang tidak bisa disempurnakan. Taeyong terdiam beberapa saat mendengar dan melihat sendiri sebesar dan seberbahaya apa saat Claire melepaskan seluruh kekuatannya yang tidak terkontrol.

"Pembunuhan satu minggu yang lalu, dua mayat penduduk desa Ashlan dibunuh oleh Morgy. Dan dalam waktu seminggu juga kita menemukan berpuluhan mayat penduduk desa lainya di hutan. Ini terulang lagi."

Ini terulang lagi. Tiga kata itu berhasil menarik kembali ingatan Taeyong dengan kejadian Anne.

Taeyong mengepalkan tangannya. Tidak menginginkan sesuatu yang buruk terjadi pada Claire.

"Mark dan Claire?" tanyanya.

Doyoung menggeleng kecil. Taeyong menghela nafas.

Ini tidak bisa diterima.

Taeyong pergi begitu saja meninggalkan ruangan kerjanya. Tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Doyoung menatap kasihan sahabatnya itu. Ia tahu, selama seminggu penuh Taeyong dibebankan laporan dari setiap petinggi divisi tentang pembunuhan tersebut. Bahkan sekarang keadaan desa menjadi sepi. Tidak ada yang berani keluar dari rumah.

Doyoung, pemimpin divisi ketiga. Orang yang paling diandalkan oleh Taeyong. Berbicara cukup tajam dan fakta jika salah satu dari anggotanya tidak becus dalam melaksanakan tugas tapi juga memiliki perhatian penuh untuk anggotanya.

***

Disetiap langkahnya harapan dalam hati ia ucapkan. Berharap saat ia membuka daun pintu ini, sosok yang ingin ia lihat telah bangun dari tidur panjangnya. Sosok yang sangat ia butuhkan.

Pintu terbuka.

Menatap pemandangan dari luar sudah menjadi kebiasaan untuk dia. Tidak perlu dikatakan seberapa indah dan cantik dia berdiri dengan gaun tidur berwarna putih. Tangan memegang secangkir teh hangat.

Tertegun.

Merasakan sepasang tangan mengunci pinggangnya. Deru nafas hangat menerpa kulitnya. Berakhir bahunya terasa berat saat dagu itu mendarat dengan nyaman.

Dari jendela dapat dia lihat sosok pria itu. Menutup matanya, menikmati pelukan.

"Lee Taeyong."

"Sebentar saja."

Suara bariton memegang kendali. Tidak bisa berbuat apapun.

Beberapa menit, Claire berbalik. Cangkir teh berada diantara mereka. Matanya memandang pria dengan sedikit khawatir. Tampak jelas wajah itu kelelahan.

Ia mengeluh dalam diam saat tatapan Claire seperti melihat orang asing.

"Maaf. Maaf aku tidak bisa mengingat apapun tentangmu. Tapi sepertinya kita punya hubungan dekat, ya." senyum mengembang kecil. 

Taeyong mengangkat tanganya. Mengelus pipi mulusnya. "Bantu aku. Bantu aku mengembalikan ingatanmu." bisiknya.

Taeyong menarik pinggangnya lebih dekat. Langsung dia menjauhkan cangkir itu ke atas meja yang berada disampingnya. Matanya bertemu sangat dekat. Hazel hitamnya mendominasi. Semakin dekat wajah mereka bertemu.

Tangan Claire menempel didada bidangnya. Bersiap menghentikan hal yang tidak ingin Claire lakukan.

Tidak.

Pria ini paham betul.

"Aku tidak akan melakukanya jika kau tidak menginginkanya."

Berakhir dengan dahi saling bertemu. Taeyong menutup matanya. Claire dapat melihat dan merasakan betapa nyaman sosok pria yang tak dikenalinya. Hanya mengenal nama. Tengah menikmati setiap detik kegiatan ini.

Two Sides [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang