[26] Bebas dan Damai

154 36 24
                                    

DUDUK diatas tebing dengan kaki diayunkan perlahan. Matanya terfokus pada sosok yang berdiri didepan makam pria bernama Lucas. Punggung lebarnya dengan wajah tertunduk dan tangannya menggenggam seikat bunga. Tegak badannya saat dilihat sosok itu berjongkok, menaruh bunga itu perlahan. Padahal bunga sudah menghiasi penuh. Pikirnya, mengapa yang telah tiada harus pula diberi bunga?

Sialnya, ia tidak bisa melihat dan merasakan jelas siapa gerangan sosok baik hati itu yang memberi bunga.

"Sebaiknya kita pergi."

"Berikan bunga yang seperti itu kepadaku jika nanti aku mati, oke!"

Luke berdecih, "terserah." Matanya melihat tidak sengaja pria bunga itu, Luke menyeringai, sepertinya ia harus segera pergi dari sini. Tepat setelahnya, Luke menghilang begitu saja. Sedangkan Jaehyun masih duduk ditempatnya, melihat dari jauh sosok tadi, namun- dia menghilang.

Biarlah. Toh, bukan urusanku.

Berdiri lalu meregangkan tubuhnya. "Eh?" Ia menepuk dadanya pelan. Tiba-tiba sesak. Perasaan gelisah menyelimuti dengan tanpa adanya tanda-tanda. Hawa sekitarnya terasa gelap, dingin dan hening. Seharusnya bukan perasaan ini yang dirasakannya, senang melihat kehancuran Ashlan, apalagi Ratu Ashlan dan petinggi lainnya, mereka akan melambat dan hilang akal untuk peperangan ini karena serangan kejutan itu. Hanya akan ada amarah yang bisa membunuh mereka secara tidak sadar. Seharusnya perasaan puas itu yang Jaehyun rasakan.

Itu berlaku untuk mereka. Namun tidak dengan satu sosok yang baru Jaehyun sadari.

Hawa membunuh dan murka besar yang membuat Jaehyun diam tidak berkutik ini sungguh ia kenali.

Lee Taeyong.

Tidak sempat lagi untuk menyapa, menanyakan kabar, saat ayunan kaki dari samping menuju wajahnya dengan kecepatan yang sulit dihindari membuat Jaehyun terpental kencang. Sangat kencang. Bayangkan saja, dari tempat tinggi langsung mendarat dengan kasar ke tanah. Pintarnya Jaehyun langsung membentengi wajahnya dengan lengan. Sayangnya, ia harus rela mendengar retakan tulang lengannya itu.

Jaehyun terkekeh sambil membawa dirinya bangkit berdiri. Memandang ke atas. Senyum satu sudut itu terukir tatkala pandangan keduanya bertemu. Sungguh menusuk tatapan dari mata elang itu.

"Kenapa, kau tidak suka dengan caraku membunuh manusia lemah satu itu? Ayolah, itu hal biasa untuk kita, membunuh tanpa memandang bulu. Kau juga seperti itu, 'kan?"

Meskipun jauh jarak mereka bukan masalah untuk Taeyong mendengarnya. Malah ia berharap tidak mendengar perkataan Jaehyun, karena kalimatnya tadi- sangat berakibat fatal.

Tidak ada bayangan atau bahkan debu yang tersapu kencang dengan angin. Bukan main, pergerakan yang dimiliki Taeyong tidak bisa dibaca oleh Jaehyun. Kejutan lagi untuk Jaehyun perihal kenyataan bahwa kecepatan sang Alpha tidak bisa diremehkan. Lengah sedikit saja, leher dan kepala akan terpisah. Dari belakang. Jaehyun membawa manik hitam bergeser pada ekor matanya. Merasakan kehadiran Taeyong, maka harus segera menghindar, bukan melawan balik. Ingat, membalikkan badan sama saja memberi nyawa.

Jaehyun melesat, memberi jarak cukup jauh, mengantisipasi kecepatan selanjutnya yang selalu bahkan sampai sekarang menjadi tugas yang belum terselesaikan. Bgaimana cara untuk melumpuhkan kecepatannya?

"Kenapa kau melakukan ini semua." Suara bariton itu mengeluarkan pertanyaan yang membuat Jaehyun muak. "Kenapa?" Jaehyun memiringkan sedikit kepalanya, menatap lekat mata itu. "Tentu saja aku ingin menghancurkan keluarga ini. Menghancurkan Ashlan. Menghancurkan segala perasaan baik menjadi tidak berperasaan dan liar. Contohnya saja... Ah, aku sedikit geli melihat sikapmu memberi bunga tadi, menjijikan. Tapi, hadirmu didalam hidupku dan lainnya, jauh lebih menjijikan, Taeyong. Kau tahu kenapa?"

Two Sides [THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang