07. Hujan

8 3 0
                                    

"Bahkan hujan pun tahu apa yang sedang aku rasakan, semakin air mataku mengalir semakin hujan turun begitu derasnya"


.....

Hujan kini turun dengan begitu derasnya. Hawa dingin yang menyeruak membuat Camilla semakin menutup seluruh badannya menggunakan selimut tebalnya.

Namun suara hujan yang perlahan mengecil, membuat Camilla membuka selimut yang menutupi wajahnya.

Perlahan ia pun turun dari ranjangnya dan berdiri di depan kaca jendelanya yang tidak tertutup gorden.

Rintik hujan yang perlahan melambat membuat Camilla terdiam dengan pikirannya sendiri.

"Camilla" teriak sang bunda dari luar kamarnya
Namun, Camilla hanya menghiraukannya.
Untuk saat ini, biarkanlah Camilla sendiri, ia tak mau diganggu oleh siapapun.

Hujan yang kembali deras seakan tahu apa yang kini Camilla rasakan. Camilla mencoba menganggap ini hanya sebuah mimpinya saja, namun sayang ini memang sebuah kenyataanya.

Setelah Camilla tersadar dari tidurnya, ia tak menemukan sosok sang kakak yang ia sayangi, hanya ada sang bunda dan ayah yang tersenyum kearahnya seperti tidak terjadi apa-apa.

Padahal kenyataannya, Camilla harus kembali terpuruk setelah mengetahui bahwa Dio kakak yang selalu ia harapkan untuk ada bersamanya malah pergi tanpa pamit begitu saja.

Dio, setelah obrolan singkatnya bersama sang bunda membuat ia berani mengatakan kemauannya.

"Bunda, apa Dio boleh minta sesuatu?"

"Tentu saja, sayang"

"Aku mau tinggal sama Nenek" ucap Dio yang membuat sang bunda terdiam. "Aku mau tinggal sama nenek, entah sampai kapan mungkin sampai aku besar nanti"

"Kenapa Dio mau tinggal sama nenek? Kan disini ada bunda"

"Bunda tahu sendirikan, Kakek udah gak ada dan nenek cuman tinggal sama Tante Nia, itu juga kalau tante Nia gak sibuk kuliah, atau pun kerja. Setidaknya kalau ada Dio, dio bisa nemenin nenek"

"Bunda tahu sayang, tapi kenapa tiba-tiba kayak gini? Kamu juga masih nungguin Camilla sadar kan?"

"Bun, sebaiknya Dio pergi sebelum Camilla sadar setidaknya itu lebih baik daripada dia harus ngeliat Dio pergi"

"Tapi sayang, gimana kalau Camilla bangun dan nanyain kamu?"

"Bilang aja Dio cuman pergi sebentar bun"

"Kamu benaran mau pergi?"

"Iya bunda, Dio mau belajar hidup mandiri"

"Tapi kamu masih butuh bunda sayang"

"Bunda lupa ya, aku ini anak laki-laki bukan anak perempuan. Lagian Dio juga kan udah besar"

"Ya udah kalau itu emang keputusan kamu, tapi kalau ada apa-apa kabarin bunda ya, bunda juga nanti bajal jenguk kamu sekali-sekali"

"Iya bunda"

Percakapan itu menjadi percakapan terakhir Dio dengan sang bunda, setelahnya ia benar-benar pergi ke rumah sang nenek diantarkan oleh sang ayah.

"Camilla, kamu mau kemana sayang?" tanya sang bunda yang melihat sang anak keluar dari kamarnya.

"Camilla mau keluar"

"Keluar? Diluar kan hujan sayang"

"Camilla mau main hujan-hujanan"

"Tapi kamu baru juga pulih sayang"

Jeritan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang