Berpindah ke tempat baru, dan meninggalkan teman-temannya bukan perkara mudah bagi Camilla. Ia harus memulai semuanya kembali, di tempat baru ini, walaupun ia tidak tahu apa yang ia hadapi kedepannya.
Menampakkan kaki di sekolah baru, tanpa sosok Adel dan Dita rasanya berat sekali. Camilla terus berjalan menyusuri koridor sekolah, banyak orang-orang yang sedang tertawa berbincang bersama temannya, membuat hati Camilla teringat teman-temannya.
Namun, meskipun begitu Camilla tidak akan melupakan tujuannya pergi ke sekolah. Meskipun tanpa Adel, Dita maupun teman yang lainnya Camilla akan terus belajar untuk menggapai cita-citanya.
Begitupun tanpa sosok Dio, bagi Camilla sosok Dio sudah tidak ada dalam kehidupannya. Toh begitu juga dengan Dio, yang meninggalkan dirinya, disaat dia sedang membutuhkan sosok kakaknya itu, pikir Camilla.
"Akhirnya lo datang juga" ucap gadis yang kini sudah duduk di meja Camilla.
Tanpa menanggapinya, Camilla yang baru memasuki kelasnya langsung duduk di kursinya.
"Nih anak makin hari makin berani deh Nay" sahut gadis yang berdiri di samping gadis yang ia panggil Nay. Mereka adalah Naya dan Putri, teman sekelas Camilla.
"Enaknya kita apain sih Put?" Ucap Naya mengangkat alisnya menatap Putri.
"Kalau dibiarin, bisa-bisa dia ambil semua yang lo punya sih Nay" sahut Putri.
"Cukup posisi gue di kelas ini yang dia ambil, gue gak akan biarin semua perhatian orang-orang terhadap gue, juga dia ambil!" Naya kini menatap tajam ke arah Camilla.
"Aku gak pernah ada urusan sama kalian, jadi kalau mau ngobrol, bisa kembali ke meja kalian aja, sebentar lagi pelajaran mau dimulai" usir Camilla lembut, menatap ke arah Naya dan Putri.
Tiba-tiba saja Naya menarik rambut Camilla "Gue gak pernah suka dan terima lo masuk ke sekolah ini! Apalagi dengan gaya songong lo itu, bocah sialan yang belaga menjadi Tuan Putri!" Tekan Naya, lalu melepaskan tangannya dari kepala Camilla dengan keras.
Sedangkan semua teman-teman kelasnya hanya menonton kejadian itu, tanpa berniat melerai atau menolong Camilla. Semua orang takut sama Naya, begitupun Camilla yang sama sekali tidak punya teman. Karena semua teman sekelasnya berada di bawah pengaruh Naya.
Mendapat perlakuan seperti itu, Camilla hanya terdiam tanpa berniat melawan.
Merasa jengkel dengan respon Camilla yang mengacuhkannya, membuat Naya semakin kesal.
Dughh
Tiba-tiba Naya menendang kursi yang Camilla duduki dengan keras, membuat kaki Camilla terbentur meja di depannya.
"Kamu-"
Bughh
Belum sempat melanjutkan ucapannya, Naya kembali menyakiti Camilla. Ia membenturkan kepala Camilla pada meja didepannya.
Camilla sedikit terkejut dengan perlakuan Naya padanya, memang Naya selalu memperlakukannya dengan buruk, namun ia tidak pernah sekasar ini. Camilla tahu mengapa Naya melalukan hal tersebut karena Naya selalu mengatakan kekesalannya itu pada Naya. Namun Camilla tidak pernah menyangka bahwa Naya akan melakukan ini padanya.
Camilla langsung mengangkat kepalanya, tangannya langsung memegangi hidungnya yang ia rasa sedikit basah. Benar saja, hidungnya mengeluarkan darah.
Camilla tiba-tiba saja terdiam. Jantungnya berdetak kencang, tangannya bergetar. Camilla langsung memegangi dadanya yang terasa sesak, tangannya tiba-tiba terasa kebas tidak bisa bergerak.
Tanpa menghiraukan Naya dan Putri yang masih berdiri di depannya. Camilla langsung berdiri, dan berlari meninggalkan keduanya.
Namun, baru saja ia berlari satu langkah, Naya sudah terlebih dahulu menendangnya dan membuat Camilla terjatuh.
Dukkk
Kepala Camilla terbentur Meja dihadapannya, akibat ulah Naya. "Bunda, ayah--Maaf" ucap Naya pelan.
"Adel, Dita. Camilla janji akan kembali dan gak akan pernah lupain kalian"
"Camilla sayang Ayah, tapi Camilla mau Bunda, Ayah. Camilla kangen Bunda, kenapa Camilla cuman bisa lihat Bunda di foto Ayah?"
"Camilla ini Bunda, dan ini Kak Dio. Kakak kamu"
"Sayang, kenalin ini Kak Dio yang bakal jadi kakak kamu. Camilla senang kan?" Sosok perempuan itu tersebut lembut menatap Camilla kecil, yang kini tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya karena mempunyai seorang kakak.
Sedangkan Anak Lelaki di hadapannya kini hanya terdiam tak peduli dengan percakapan Bunda serta Camilla yang Bunda sebut akan menjadi adiknya itu.
Ingatan itu tiba-tiba saja berputar diingatan Camilla, saat-saat seperti Camilla malah tersadar ada yang aneh di dalam keluarganya. Camilla menyadari bahwa Dio, yang ia panggil kakak itu tak jelas asal usulnya. Begitu juga dengan sang Bunda, yang ia tahu ayahnya hanya berkata, ini Bunda dan Kakak Camilla.
Apa jangan-jangan Ayah berbohong?
"Ayah?" Tiba-tiba saja Camilla menutup matanya perlahan dan kehilangan kesadarannya.
"Camillaaaa"
...
Setelah kejadian itu, Camilla dilarikan ke Rumah sakit. Bersyukur karena Camilla dapat kembali membuka matanya, namun ia harus kehilangan ingatannya.
Ayahnya tentu marah dengan kejadian itu, dan meminta pertanggung jawaban dari pihak sekolah. Berakhir Naya dan Putri di keluarkan dari sekolah.
Waktu terus berjalan, perlahan kondisi Camilla membaik. Ingatannya sedikit-sedikit kembali, berkat Ayah Bundanya yang setia merawatnya. Meskipun mereka sempat terpuruk ketika Camilla tidak mengenali mereka.
Sedikit demi sedikit Camilla juga mengingat tentang Dio, bagaimana selama ini Dio memperlakukannya. Dan bagaimana Dio meninggalkannya, disaat ia membutuhkan kehadirannya.
Akibat kejadian itu, Camilla harus melanjutkan sekolahnya dengan Home School karena memang masih dalam tahap pemulihan. Keadaan Camilla memang sudah membaik, tetapi tidak dengan kejiwaannya. Setiap malam, Camilla selalu tiba-tiba menangis dan memegangi kepalanya. Akibat dari kejadian itu membuat trauma tersendiri bagi Camilla. Namun, perlahan Camilla bisa menerima keadaannya dan seperti tidak terjadi apa-apa, meskipun terkadang ingatan-ingatan itu selalu muncul membuat kepalanya sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeritan Luka
General Fiction" Bunda" "Iya sayang" "Apakah aku boleh berharap" "Tentu saja boleh, memangnya putri bunda ingin berharap apa hemm?" "Bisa hidup lebih lama lagi bersama bunda, ayah dan kak Dio" balas sang anak dengan senyuman manisnya seakan-akan ia percaya akan a...