Assalamu'alaikum
Happy reading
_____
"Gue peringatin sama Lo! Mulai sekarang, Jauhin Laila!" Bentakan Senja sukses memuncratkan murka.
***
Kegusaran tak henti-hentinya menghantui Laila. Kepedihan atas kematian ibunya sudah cukup membuat hatinya terpukul. Kepedihan atas pelanggaran janji yang Senja ucapkan sudah cukup membuatnya kecewa. Kepedihan atas cerita Senja yang menyembunyikan sosok wanita yang Laila benci sudah cukup menyayat hatinya. Namun kini, tepat dua hari setelah kematian ibunya, sekaligus tepat lima hari dari kejadian Senja menolak cokelat pemberian Jingga. Jingga kembali masuk sekolah dengan kepala selalu ditelungkupkan di meja, setelah empat hari dirinya absen sekolah.
Keadaan mengenaskan, mata membengkak, bibir dengan darah kering, serta muka pucat Jingga sukses membuat Laila bertanya-tanya. Padahal Laila ingin sekali mengadu pada Jingga tentang kepedihan hatinya atas kematian ibunda tercinta. Memang, tidak ada satupun siswa ataupun guru yang tahu tentang kematian ibu Laila selain Senja dan Laila sendiri. Entah karena alasan apa, Laila tak ingin memikirkannya.
Dengan keadaan Jingga yang mirip atau bahkan memang seperti orang yang depresi membuat Laila urung. Bahkan guru-guru yang mengajar kalas mereka sedari pagi hanya Jingga anggap sebagai radio saja.
Setelah bel istirahat berbunyi, Laila memberanikan diri untuk bertanya kepada sosok Jingga di sampingnya, yang sudah seperti arca batu dengan keadaan mengenaskan.
"Ngga," sapanya.
Tidak ada jawaban. Jingga hanya menelungkupkan kepalanya di atas meja dengan tangan.
"Ngga," sapanya sekali lagi.
Jingga mengangkat kepala. Menatap sahabat di sampingnya dengan tatapan nanar.
"Lo puas hah!" Jingga justru membentak Laila membuat Laila mengerutkan dahi.
"Maksudnya?"
"Lo puas udah bikin Gue depresi kan?! Lo puas dengan semua ini kan?! Gue tahu kalo Lo suka sama kak Senja dan sebaliknya! Gue tahu La!" paparnya dengan bentakan. Rahang Jingga mengatup, tangannya mengepal, dadanya berdegup kencang.
"Kamu kenapa Ngga? Coba ceritain pelan-pelan, rileks dulu. Jangan langsung bentak-bentak aku gini, aku kan bingung Ngga." Laila mencoba menenangkan Jingga.
"Jangankan perasaan Gue ke kak Senja. Sebatang cokelat aja dia udah nolak! Lo tahu kan perasaan Gue kayak gimana? Dan itu semua karena apa? Karena Lo La! Kak Senja nolak cokelat dari Gue itu karena dia suka sama Lo, sahabat Gue sendiri!" Jingga pergi keluar kelas meninggalkan Laila dengan perasaan kecewa. "Sorry La. Gue tadi mau minta maaf sama Lo tapi kenapa jadinya Gue marah-marah sama Lo. Dasar bego!" rutuknya dengan perasaan sesal.
Sebenarnya Laila kebingungan dengan pernyataan yang Jingga paparkan. Namun dirinya ingat akan kejadian beberapa hari yang lalu, kekecewaan Jingga akan penolakan Senja tentang cokelatnya membuat Jingga depresi seperti ini. Untuk sementara waktu Laila tidak ingin menggangu Jingga. Laila juga butuh kesendirian, kesepian, dan ketenangan agar menemaninya mengiringi dan menjadi instrumen dalam nyanyian eleginya.
Laila memutuskan untuk pergi menyambangi taman favoritnya lagi. Meratapi nasib yang semakin rumit. Dengan mata yang semakin sembab, Laila berlari menuju taman, berharap kepedihannya berkurang meski sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delusi Dalam Elegi [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction"GUE GAK BUTUH ORANG-ORANG DI DUNIA INI! GUE GAK BUTUH! GUE EMANG UDAH DITAKDIRKAN BEDA! GUE EMANG UDAH DITAKDIRKAN GAK BERUNTUNG! GUE EMANG GAK DISAYANG TUHAN! GAK AKAN PERNAH WA!" -Mia Safitri "AYAH BILANG SAYANG HAH?! ENAM TAHUN YAH! ENAM TAHUN N...