🌅 33. Hari Pernikahan 🌃

17 10 0
                                    

  
"Panggil Arjun aja! Lagian kita nikah bukan karena cinta kan? Jadi, gak usah bersikap layaknya suami istri. Ngerti!" ancam Arjun. Matanya melotot menyiratkan kebencian yang luar biasa.

***

   Hari pernikahan yang tidak dinantikan Arun sudah tiba. Pernikahan tak diharapkan. Menikah dengan adik kelas yang tidak ia kenali. Sungguh ironi yang pantas diberi penghargaan tertragis sepanjang sejarah.

"Mbak Arun jangan nangis terus, nanti make up-nya luntur loh. Saya kan cape benerinnya," keluh perias yang sedang meriasi wajah Arun.

"Arun gak mau nikah, hiks ...." Mata lentik Arun benar-benar sembab. Mata yang awalnya sebening kristal kini menjadi mengembun. Arun benar-benar tidak percaya dengan takdir pahitnya ini.

"Nah, udah selesai. Mbak Arun jangan nangis lagi ya, nanti make up-nya luntur lagi," ucap perias seraya mengemasi alat rias.

"Yuk mbak. Penghulunya udah dateng," ajak Nika, menggandeng tangan Arun menuju tempat dimana dia bisa melihat calon suaminya berjabat tangan dengan ayahnya. Sebentar lagi, tanggungjawab terhadap Arun yang awalnya diemban oleh ayahnya, akan berpindah tangan kepada laki-laki yang sudah berada di depan meja sakral.

   Arun duduk di ruangan khusus perempuan. Air matanya kembali meleleh. Dadanya berdegup kencang. Kegugupan mewarnai keraguannya kali ini.

   Tangan calon suami Arun kini sudah berjabat tangan dengan ayahnya.  Melihat hal itu, rasanya Arun seperti menaiki wahana rollercoaster. Sebentar lagi, Arun akan menjadi seorang istri.

Deg deg

Deg deg

Deg deg

"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur haalan." Kalimat sakral itu benar-benar diucapkan oleh Arjuna-suami Arun. Tepat pada detik ini, tanggung jawab yang awalnya diemban ayahnya Arun kini berpindah tangan ke Arjuna. Waktu terasa berhenti detik itu juga. Arun benar-benar tidak percaya dirinya sudah menjadi istri orang.

***

   Setelah prosesi akad nikah yang diakhiri dengan Arun mengecup punggung tangan Arjuna, mereka berbaris untuk menyalami para tamu. Tamu yang datang tidak banyak, hanya dari keluarga Arun dan Arjuna ditambah beberapa tetangga dekat saja.

"Mas, Arun ke kamar dulu ya?" tanya Arun setelah merasakan lelah di seluruh tubuhnya.

"Ya," jawab Arjuna ketus. Tapi Arun tak mau ambil pusing sikap suaminya, dia langsung pergi ke kamar karena Arun benar-benar lelah hari ini.

   Arun sudah berada di kamar. Namun saat dirinya hendak menutup pintu ternyata Arjun mengikutinya.

"Eh, Mas mau istirahat juga?" tanya Arun kikuk.

"Gak usah panggil mas deh. Risih Gue!" ketusnya. Tanpa permisi Arjun langsung memasuki kamar dan langsung membanting tubuhnya ke kasur pengantin.

"Em, maaf. Maunya panggil siapa?" tanya Arun agak terbata. Dirinya masih berada di ambang pintu.

"Panggil Arjun aja! Lagian kita nikah bukan karena cinta kan? Jadi, gak usah bersikap layaknya suami istri. Ngerti!" ancam Arjun. Matanya melotot menyiratkan kebencian yang luar biasa.

"KENAPA MAS?! KENAPA MAS BERLAGAK LAYAKNYA AKU YANG MAKSA MAS BUAT NIKAHIN AKU?! PADAHAL APA MAS?! AKU JUGA TERPAKSA MAS! AKU GAK RELA NIKAH SEDINI INI HANYA KARENA FITNAH YANG GAK TAHU DARI MANA SUMBERNYA!" Arun naik pitam. Mungkin faktor lelah sehingga Arun menampilkan sifat aslinya.

Delusi Dalam Elegi [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang