🌅 31. Tragedi 🌃

20 11 1
                                    

"Sekitar 13 tahun yang lalu, ada sebuah sejarah antara Gue dan Lo, Laila," tuturnya dibalas kerutan dahi Laila.

***

Rumah sakit Pelita Harapan

   Bintang, Senja dan Laut kini sudah berada di samping ranjang Laila. Setelah berhasil membawa Laila ke rumah sakit, kemudian setelah Laila diperiksa oleh dokter. Bintang dan dua temannya masuk ke ruangan Laila.

   Tak disangkal lagi, air mata ketiganya berhasil meleleh. Terlebih Bintang yang benar-benar menyesal karena sudah gagal menjaga adiknya.

"Maafin Gue yang gak bisa jagain Lo. Bangun La, gue mohon!" racau Bintang sambil menggenggam tangan kanan Laila. Bintang benar-benar terpukul. Pikiran Bintang melayang sangat jauh karena tadi saat Bintang hendak membopong tubuh Laila, Bintang mendapati satu kancing baju adiknya itu terlepas satu. Dalam hati dia berjanji akan membunuh Fajar jika terjadi sesuatu dengan adiknya.

"Please bangun La! Gue sayang sama Lo. Jangan tinggalin Gue La, Gue cuma punya Lo di sini," racaunya lagi. Seperti yang Bintang katakan, dia benar-benar menyayangi adiknya. Bertahun-tahun lamanya mereka berpisah dan baru bertemu tapi kenapa harus dengan pertemuan yang memilukan seperti ini?

Cup!

   Satu kecupan berhasil mendarat di pucuk kepala Laila. Bintang menempelkan bibirnya lumayan lama.

"Kak Bintang," panggil Laila. Sebenarnya sedari tadi dia tidak pingsan. Walaupun banyak darah yang keluar tetapi dari dulu dia memang tidak pernah pingsan. Laila mendengar semua yang Bintang ucapkan tapi Laila hanya bisa diam karena kehabisan tenaga, dan semua itu sukses membuat Laila bertanya-tanya. Sekaligus kecupan dari bibir Bintang menambah ribuan pertanyaan di kepalanya.

"Lo sadar La?" girang Bintang. Tanpa aba-aba, Bintang langsung memeluk tubuh adiknya. "Alhamdulillah, Lo sadar juga La," tambahnya disela-sela pelukan hangat yang Bintang ciptakan.

   Rasa hangat yang Bintang salurkan untuk adiknya berhasil membuat Laila nyaman dalam pelukan ini. Dan pelukan ini menyiratkan banyak arti, Laila kembali teringat saat dirinya di taman kemudian Bu Arun datang dan memeluknya. Rasanya, pelukan itu kembali ia rasa.

"Kak," panggil Laila setelah sadar kalau laki-laki yang memeluknya itu bukan siapa-siapanya.

"Iya, La?" Bintang melepaskan pelukannya. Mata sayunya tertuju pada mata lentik Laila.

"Jangan peluk aku, hehe." Laila terkekeh, semoga saja Bintang tidak tersinggung dengan ucapannya.

   Bintang hanya tersenyum kemudian bangkit dari duduknya menuju jendela yang memperlihatkan keadaan di luar rumah sakit. Dari kejauhan sekitar 30 meter, terlihat ada satu gerbong kereta yang sedang melaju membawa puluhan nyawa di dalam sana. Suara roda besi yang bergesekan dengan rel kereta sudah menjadi biasa bagi para pasien di rumah sakit ini. Manik mata Laila, Senja dan Laut mengikuti arah langkah Bintang.

"Gue mau nyeritain satu kisah buat kalian. Kalian mau percaya atau enggak, itu hak kalian. Tapi bisa Gue jamin kalo cerita ini bener-bener real," ucap Bintang. Tangannya menghapus sisa-sisa debu-debu yang menempel di jendela. Sepertinya jendela itu akan digunakan sebagai mediator untuknya memutar memori masa lalu.

"Sekitar 13 tahun yang lalu, ada sebuah sejarah antara Gue dan Lo, Laila," tuturnya dibalas kerutan dahi Laila.

_

"Tolong!!!"

"Tolong!!!"

   Suasana chaos menghiasi kota Ambon dini hari. Jeritan terdengar dari segala penjuru. Banyak sekali orang yang mengungsi ke tempat yang sudah dipastikan aman dari gempa dengan kekuatan yang dahsyat.

Delusi Dalam Elegi [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang