🌅 34. Kalian Saudara! 🌃

15 9 0
                                    

    "Ibu mohon jangan marah sama ibu. Ibu tahu kalau kamu pasti tidak terima. Ibu ijinin kamu membenci ibu, tapi asal kamu tahu Jar. Yang jadi korban itu tidak hanya kamu, melainkan Bintang dan Laila juga," tutur Bu Arun. Sontak saja, semua orang mengerutkan kening.

***

   Lagi dan lagi mata Bu Arun mengeluarkan airnya. Semakin deras, sampai sampai mata Bu Arun membengkak.

"Fajar," panggil Bu Arun.

Fajar mendongak. "Iya, Bu?" sahut Fajar.

"Nama ibu kamu, Anita kan?" tanya Bu Arun. Tak dapat disangkal lagi, air matanya benar-benar tidak mau berhenti meleleh.

"Iya," jawab Fajar.

***

"Wa'alaikumussalam. Loh kamu?" Mata Arun terbelalak sebentar.

"ANITA?!" tanya Arun girang.

"Iya ini aku, Anita," jawabnya memperlihatkan sederet gigi putih.

"Mari masuk, Nit," ajak Arun. Mereka pun masuk ke dalam rumah dan duduk di kursi kayu yang tersedia di ruang tamu.

"Tumben ke sini, Nit?" tanya Arun memecahkan keheningan.

"Kamu inget gak? Dulu aku pernah cerita tentang suami aku?" tanya Anita.

"Iya?"sahut Arun. Memang, Arun pernah mendengar Anita bercerita tentang suaminya. Tapi sampai sekarang Arun tidak pernah melihat seperti apa sosok suami Anita. Apakah dia sama-sama muda seperti Anita yang masih muda?

"Suami aku diambil jalang Run. Hiks." Air mata Anita keluar dari kandangnya. Mendengar pernyataan dari Anita, Arun langsung terkejut.

"Kamu serius Nit?" tanya Arun memastikan.

"Iya Run, Aku serius. Bahkan anak aku aja diambil sama jalang itu," papar Anita. Mukanya sungguh memperlihatkan raut kesedihan yang mendalam.

"Dan sekarang aku sendirian, Run. Padahal aku sayang banget sama anakku," tambah Anita.

"Ya Allah. Yang sabar ya, Nit!" Arun menenangkan Anita.

Sekian menit hening, keduanya benar-benar berada dalam pusaran pikiran masing-masing. Setelah dirasa terlalu lama hening, Arun berniat untuk mengusir keheningan dengan ide yang tiba-tiba muncul di otaknya.

"Nit," panggil Arun mengusir keheningan.

"Iya Run?" sahut Anita seraya menghapus air mata yang hampir benar-benar membasahi pipinya.

"Kamu kesepian kan?" tanya Arun disambut kerutan kening milik Anita.

"Kamu mau gak bawa anakku? Dia butuh masa depan, Nit. Aku gak tahu masa depan dia seperti apa jika dia hidup bersamaku. Bahkan untuk makan saja aku tak sanggup, Nit," papar Arun. Air matanya berhasil merembes. Sebentar lagi Arun akan mendengar jawaban dari Anita. Jika Anita mengatakan iya, maka sebentar lagi Arun akan melepaskan anak laki-lakinya.

"Kamu serius, Run?" tanya Anita memastikan.

"Iya, Nit. Oh ya, kasih nama dia Fajar ya? Aku mau kalo suatu saat dia berada di kegelapan, dia akan menemukan cahaya kebenaran. Seperti malam yang berganti menjadi pagi. Mau kan?" Arun tersenyum, berharap senyumannya bisa menghapus kepedihan hatinya. Ia benar-benar tidak percaya dengan ide konyol ini.

Delusi Dalam Elegi [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang