(Still) Baby-shit-ing

3.2K 427 21
                                    

Setelah kejadian memalukan tadi aku memilih untuk membuka laptop dan file skripsiku. Baiklah Anneth. Fokus, hilangkan ingatan tentang apa yang kedua mataku lihat dan rekam. Aku berkali-kali mengenyahkan pikiran ku saat ingatan tadi terlintas.

Dengan menarik nafas dalam aku mulai merangkai kata demi kata, melanjutkan bab dua untuk tinjauan pustaka. Aku sangat terbantu dengan buku dan jurnal yang Mr. Yuta sarankan untukku. Sekitar tiga jam aku menyelesaikan beberapa sub bab. Sebenarnya bagian ini tak cukup sulit, hanya perlu menyusun literatur menggunakan bahasa ku sendiri namun terkadang juga aku cepat merasa jenuh. Sesekali aku memainkan ponselku hingga ku lihat sudah pukul 5 sore.

Aku haus dan lapar namun malas untuk keluar kamar karena tak ingin bertatap muka dengan si mesum yang tak lain adalah bos-sementaraku. Mungkin rasa haus dan lapar bisa aku tahan, namun sialnya aku merasa harus membuang air seniku. Sebelum keluar aku mengintip apakah pria itu ada di ruang tengah atau tidak karena toilet ada di sebelah pantry yang harus melewati ruang tengah. Aku tersenyum lega saat mendapati ruang tengah kosong. Dengan langkah cepat aku berjalan ke arah toilet.

Rasanya sangat lega setelah menyelesaikan urusan toiletku. Karena sudah terlanjur keluar, aku berniat mengambil air minum di pantry. Namun saat membuka pintu kulkas ku dengar pintu lain terbuka. Rencana menghindari pria mesum itu lenyap sudah saat ku dengar langkah kaki mendekat.

"Aku lapar" ujarnya. Dengan malasnya aku menutup pintu kulkas dan membalikkan badan. Dia bersikap seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Aku menatapnya penuh rasa permusuhan.

"Kau benar-benar mesum" rutukku pada pria itu, hampir berbisik.

"Excusme?" Timpalnya.

"Apa?"Jawabku kesal.

"Kau mengatakan kalau aku mesum", ternyata Edward mendengar rutukanku. Aku hanya berlalu dari hadapannya dan berniat masuk ke dalam kamar. Karena dengan hanya melihat mukanya saja ingatan tadi jelas di otakku, membuatku kesal pada diriku sendiri. Oh God.

"Apa salahnya seorang pria melakukan itu? Toh aku tak sampai keluar karena kau tiba-tiba membuka pintu" tukasnya membuatku membelalak tak percaya. Apakah harus dia jelaskan? Ingin rasanya aku menimpuk kepala pria itu dengan bantal sofa, namun dia bos-sementaraku.

"Jadi kau menyalahkanku? Harusnya kau tau kalau kau tidak sendiri di sini. Harusnya kau memelankan suara menjijikkan itu sehingga aku tak mengira kau kenapa-napa di dalam kamar mandi" ocehku tak mau kalah. Edward tak memedulikan ocehanku, dia berlalu, duduk di sofa dan menyalakan televisi. Sabar Anneth, ini baru hari pertama.

"Aku ingin makan sup yang seperti tadi siang" ujarnya sebelum aku mencapai pintu kamar-sementaraku. Aku menghela nafas lalu berjalan kembali ke pantry untuk memasak apa yang bosku inginkan.

***

Tengah malam atau entahlah pukul berapa, aku mendengar dua orang yang tengah saling berargumen, mungkin lebih tepatnya seperti bertengkar. Aku merasa terganggu ketika suara tadi berubah menjadi tangisan, seorang wanita. Merasa penasaran, aku bangkit dari tidurku dan mendekat ke arah pintu.

"Cukup. Tak perlu menangis, aku akan menyuruh supirku untuk mengantarmu pulang" ku dengar suara Edward.

"Tidak, aku akan menemanimu" jawab wanita itu masih dengan tangisnya.

"Jangan keras kepala Angel, aku baik-baik saja. Kau pulanglah" seperti yang ku duga kalau wanita itu tak lain adalah Angel.

Lalu hening sejenak, tak ada suara yang dapat ku dengar selain suara seperti decapan bibir. Astaga, jangan bilang mereka. Iuhhh aku menggeleng jijik membayangkan mereka tengah beradu bibir. Aku memilih menjauh dari pintu dan kembali ke atas ranjang menarik selimut tebal sampai menutupi wajahku.

Trapped By A PervertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang