Masih di Newcastle, di hari terakhir kami di sini. Setelah bertemu dengan Mr. Landon, kami langsung menjelaskan tentang buku yang akan beliau edit. Sebenarnya ini bukan pertama kali kami menggaet Mr. Landon dalam projek AX Publisher, namun tetaplah bukan hal mudah membuat pria paruh baya itu mau mengedit buku yang kami bawa padanya. Beliau mempunyai banyak pertimbangan dan kriteria khusus sebelum memutuskan mengedit sebuah karya.
Seperti saat pertemuan kemarin, Josh benar-benar kehabisan akal untuk bisa meyakinkan Mr. Landon jika buku yang berjudul "Everyone is Special" itu sangatlah layak untuk masuk dalam karya yang mendapat sentuhan tangannya. Buku yang menceritakan tentang keresahan kaum muda-mudi di tengah tantangan masa depan dan teknologi itu menurutku sangatlah menarik, ditambah dengan research yang tak main-main dari sang penulis menambah value dari buku tersebut.
Bahkan aku tak bisa berkata-kata saat Mr. Landon memberikan kritikan tentang isi buku yang belum matang dan cenderung terburu-buru. Aku dan Josh mencoba menyembunyikan keterjutan kami, karena menurut ku dan Josh, buku ini merupakan karya non fiksi yang berbobot. Namun nyatanya dimata seorang editor senior itu berbeda. Aku hanya sedikit lega karena awalnya kami-pihak AX Publisher ingin mempertemukan penulis dengan Mr. Landon, namun karena pertimbangan yang seperti ini, akhirnya diputuskan untuk tak perlu.
Pertemuan final diakhiri dengan Mr. Landon yang setuju untuk bekerja sama dengan mengedit buku tersebut. Ada beberapa point yang selalu beliau ajukan apabila bekerja sama dengan AX Publisher seperti lama pengerjaan buku yang tidak bisa diganggu gugat. Namun dari pihak perusahaan tak merasa keberatan karena beliau dan timnya selalu tepat waktu dalam mengerjakannya. Setelah mengurus semua berkas dan persetujuan diantara dua pihak, aku dan Josh berjalan keluar dari hotel dimana kami bertemu dengan Mr. Landon dengan perasaan lega.
"Jadi gimana? Sudah bertemu dengan kekasihmu?" Ujar Josh saat kami berada di mobil dalam perjalan kembali ke hotel dimana kami menginap. Aku menoleh cepat ke arahnya, bagaimana Josh tau.
"Bagaimana kau tau?" Selidikku. Namun Josh hanya mengendikkan bahunya. Ya Edward benar-benar mendatangiku semalam.
Flashback
Entah berapa lama aku tertidur hingga aku merasa terganggu dengan suara ketukan pintu yang lebih mirip sebuah gedoran. Aku langsung beranjak dari ranjang dan membuka pintu dengan masih setengah sadar. Aku pun tak ada ide siapa yang menggedor pintu kamar hotelku. Apa mungkin Josh? Tapi untuk apa?
"Ada apa Josh?" Ujarku dengan kesal tanpa membuka mataku saat membuka pintu. Karena tak ada respon dari orang itu aku menyipitkan mata, mengintip. Namun sedetik kemudian mataku terbuka sempurna melihat bukanlah Josh yang ada disana, melainkan Edward.
"A..apa yang kau lakukan disini? Apa aku bermimpi?" Edward hanya memandangiku dengan wajah kesalnya lalu menyelonong masuk ke dalam kamar.
Masih merasa bingung aku menutup pintu dan mengikuti pria yang langsung melepas jas dan dasinya itu. Lalu aku teringat pesan Edward sebelum aku tertidur. Aku mengambil ponsel dan mendapati banyaknya panggilan darinya. Dan sekarang sudah menunjukkan pukul 11 malam. Aku masih tak percaya kalau pria itu benar-benar di sini. Rasa kesalku padanya hilang sekejap melihat pria dengan wajah lelahnya berbaring di ranjang yang tadi ku tiduri.
"Kau sudah makan? Aku bisa pesankan jika kau mau" Tanyaku sedikit merasa bersalah.
Tak mendapat tanggapan aku memilih mendekatinya dan berbaring di sampingnya, memandangi wajah dengan mata terpejam itu. Rasanya ingin ku memeluknya untuk meredamkan rasa rinduku. Namun niat itu ku pendam, membiarkan dia beristirahat sejenak. Aku memilih untuk membersihkan diri karena tadi aku belum mandi dan tertidur.
Saat aku menikmati guyuran air hangat, terdengar suara pintu terbuka. Aku langsung menoleh ke arah pintu dan benar saja Edward yang membuka dan menutupnya. Lalu aku meneguk ludahku saat pria itu melepas pakaiannya satu per satu, hingga bertelanjang seperti ku. Aku mencoba menenangkan degup jantung ku saat Edward berjalan ke arah ku. Lalu bergabung di bawah guyuran air hangat yang tiba-tiba terasa panas untuk ku.
Hanya mandi Anneth. Yakinku pada otak kotorku.
Namun seakan menolak keyakinanku dan membenarkan apa yang otakku bayangkan, tangan Edward memelukku dari belakang. Kemudian bibirnya mengecup singkat di bahu lalu naik ke leherku. Kecupan-kecupan ringan itu membuat diriku yang memang mendekati tamu bulananku sehingga sangat mudah terpancing. Aku semakin memejamkan mata saat jemari hangat itu merayap naik ke dadaku. Membelai lembut puncakku yang sudah menegang karena guyuran air, menimbulkan rasa nikmat di seluruh tubuhku.
"Ed..." desahku ketika jemari lain Edward sudah menyentuhku di bawah sana. Aku yang merasa sangat rileks, menyandarkan tubuhku sepenuhnya pada tubuh Edward. Tanganku memegangi kedua lengannya yang tengah mempermainkanku.
Sungguh, hormon sebelum tamu bulananku datang benar-benar membuatku menggila dan tak bersabar menginginkan hal lebih dari ini. Aku bahkan merasa akan segera sampai jika saja jari Edward memasukiku. Aku membalikkan badanku dan menyambar bibir Edward. Aku sangat yakin jika Edward tersenyum di tengah ciuman kami. Dan pria itu menyadari jika benar-benar melayang hanya dengan sentuhannya.
Aku tersentak saat Edward menggendong tubuh basahku dan berjalan keluar dari kamar mandi, membawa kami ke ranjang untuk melanjutkan kegiatan kami. Edward membaringkan tubuhku dan melepas ciuman kami. Dia menggodaku dengan tatapannya yang mampu membuatku merasa semakin panas. Seakan ingin membuatku luluh, dia bergerak ke bawah dengan masih mengunci tatapanku. Aku menggeleng cepat saat tau kemana dia akan pergi.
"No Ed, no, ahh..." penolakanku tak didengarnya saat lidahnya mencapai milikku. Aku mengejang sempurna selang lima menit saja dibawah mulutnya.
Dia bangkit dari sana dan menyejajarkan tubuhnya di atas tubuhku. Ku lihat dia tersenyum puas membuatku malu, hingga ku sembunyikan wajahku dengan kedua tanganku yang semakin membuat Edward terkekeh.
"Kau sangat panas malam ini babe" bisiknya menggodaku. Aku mengabaikannya karena di bawah sana pria itu mempermainkanku dengan menggesekkan miliknya yang sudah menegang sempurna pada milikku yang sudah sangat siap.
"Edward, please..." mohonku tak membuat pria itu segera melakukan tugasnya namun malah semakin gencar menggodaku. Seakan tau kesabaranku telah habis, dia tersenyum penuh kemenangan saat aku mendorong tubuhnya hingga terlentang. Aku mengambil alih tugasnya, sedetik kemudian desahanku dan geraman Edward memenuhi kamar karena penyatuan yang kami lakukan.
***
"Aku lapar" bisikku setelah percintaan kami usai beberapa menit lalu yang disambut kekehan ringan Edward.
"Aku juga" balasnya. Aku melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 12 lewat. Terlalu malam untuk memesan layanan hotel. Lalu teringat aku membawa snack ringan sebelum pergi ke sini. Aku bangun dari ranjang dan mengambil jas Edward untuk menutupi tubuhku yang disambut decihan si empunya.
"Aku sudah melihatnya" cibirnya namun tak ku hiraukan dan berjalan ke kamar mandi berniat membersihkan diri dan memakai bathrobe yang hotek sediakan. Setelahnya aku membuka koper dan mengeluarkan beberapa snack dan roti yang ku bawa. Ku sodorkan pada Edward yang sama-sama lapar juga. Kami menikmati snack dengan pembicaraan ringan di ranjang. Hingga kami terlelap entah siapa yang lebih dulu.
Aku bersyukur karena sempat mengatur alarm agar tak kesiangan karena aku harus bertemu Mr. Landon bersama Josh pagi ini. Aku terbangun saat mendengar alarm dan segera mematikannya karena tak ingin mengganggu tidur Edward. Aku membiarkannya karena dia sudah berkata jika tak ada kerjaan hari ini karena weekend. Sebelum meninggalkannya aku sudah memesankan sarapan untuknya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped By A Pervert
Romance[ONGOING] Anneth Andira Pramudya adalah seorang mahasiswa tingkat tiga yang tinggal bersama papanya di Sydney. Mereka pindah sejak Anneth berusia 13 tahun. Kedua orang tuanya bercerai dan Anneth lebih memilih mengikuti sang papa dan harus rela berpi...