Edward & Peter

1K 126 0
                                    

Entah bagaimana bisa aku berakhir di sini, di sisi Edward, di ranjangnya. Hal pertama yang dapat ku lihat adalah ruangan yang remang-remang dengan tanganku yang melingkar di depan dada bidang pria yang tengah lelap tertidur. Aku berusaha mengingat apa yang terjadi, namun hal terakhir yang aku ingat adalah aku merebahkan diri di sofa ruang kerja Edward, lalu aku seperti kehilangan ingatan.

Yah sepertinya aku tertidur di sana dan Edward membawaku ke ranjangnya tanpa persetujuanku, dasar pria. Aku ingin menggerutu dan mengutuk Edward yang tidak membangunkanku melainkan malah membawaku ke ranjang yang nyaman ini.

Aku panik saat memikirkan jam berapa sekarang. Hebat Neth. Kau bahkan ada janji dengan Peter untuk berbelanja bulanan. Aku menghela nafas pelan lalu berusaha untuk bangun tanpa mengusik pria itu. Berhasil. Aku perlahan turun dari ranjang, aku melihat tasku berada di nakas. Aku meraihnya dan mencari ponselku.

Tentu saja, beberapa panggilan tak terjawab dapat ku lihat di sana. Aku sempat melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 9 malam. Apa aku harus pulang? Bisa saja, namun entah kenapa merasa bimbang dan sialnya aku menginginkan untuk kembali bergelung di samping Edward.

Lalu aku membuka aplikasi pesan untuk mengirimkan pesan. Namun saat aku membuka room chat ku dengan Peter, terdapat sebuah pesan yang dikirim dua jam lalu, atas namaku. Sepertinya Edward yang melakukan itu. Aku menghela nafas lega, setidaknya papa tak akan khawatir kalau aku menginap di temannya. Namun tidak yakin dengan reaksi papa jika tau temanku seorang pria.

Setelah sedikit lega beranjak ke kamar mandi untuk sekedar membasuh muka dan menyikat gigi, karena aku tertidur sejak sore tadi. Astaga, betapa kebo-nya diriku. Aku menepuk pipiku dan mengumpat diriku sendiri. Aku yakin kalau Edward mungkin sudah mencoba membangunkanku, namun tak semudah itu untuk membuatku terbangun.

***

Setelah semalam aku membasuh muka membuat kantukku hilang, aku memutuskan untuk menonton tv yang akhirnya membuatku kembali tertidur di sana. Aku terbangun pukul 7 pagi dan sepertinya belum ada tanda-tanda Edward bangun. Aku memilih langsung membuat sarapan dan meninggalkan pesan sebelum pergi dari sana.

Aku langsung ke supermarket untuk belanja bulanan, tentu saja dengan Peter yang tadi pagi mengomel karena tak terima dibangunkan terlalu pagi. Namun aku tersenyum puas saat sosok Peter berjalan ke arahku yang menunggunya didekat pintu masuk.

"Ku kira kau akan balas dendam dengan tak datang ke sini" godaku saat melihat wajah masam Peter. Dia hanya mengendikkan bahunya lalu berjalan masuk mendahuluiku.

"Aku masih belum siap kehilangan pekerjaanku asal kau tau" jawabnya sembari mendorong troli.

"Aku memperkerjakanmu hanya untuk menjaga papa, bukan hal seperti ini. Kau yang selalu menawarkan diri sampai aku tak sadar bergantung seperti ini" jelasku.

"Ck. Jadi semalam kau menginap dimana?" Tanyanya.

"Seperti yang sudah aku katakan padamu semalam" jawabku diplomatis mengingat pesan yang Edward kirim untuk Peter.

"Aku pikir temanmu perempuan,namun sepertinya aku terlalu meremehkan bocah kecil sepertimu" ujarnya dengan nada meledek.

"A-apa maksudmu. Aku menginap di tempat C-cindy asal kau tau" jelasku tak terima.

"Ok. I see. Sepertinya semalam aku yakin yang menjawab teleponku suara seorang pria. Apa Cindy berwujud perempuan dengan suara bariton?" Cecarnya membuatku lesu hingga tak berniat omong kosong pada Peter yang ternyata tau kebenarannya.

"Jadi kau sudah punya pacar, lagi?" Tanyanya dengan menekankan kata "lagi" di sana. Tentu saja Peter tau masalahku dengan Lauren dan dia jelas tau kalau aku sudah mengakhiri hubunganku dengan Lauren. Aku hanya diam tak berniat menjawabnya.

"Tiba-tiba aku ingin memasak rendang" aku bergumam sendiri lalu beranjak meninggalkan Peter menuju ke bagian daging. Sebenarnya ingin mengalihkan topik pembicaraan dengan Peter.

"Apa itu rendang?" Sebuah suara di belakangku saat aku tengah memilih daging. Sepertinya Peter cukup paham kalau aku tak ingin membicarakan hal semalam.

"Daging yang dimasak dengan beberapa rempah-rempah dan santan. Aku tidak yakin kau akan menyukainya karena rasanya memang lebih kuat" jawabku.

"Nope. Aku ingin mencobanya" jawabnya saat aku memasukkan daging ke troli. Lalu aku beralih mencari rempah instan dari Indonesia yang kebetulan ada. Aku mengambil beberapa bungkus bumbu rendang, santan dan lainnya. Setelah ku rasa cukup aku mencari Peter yang ternyata tengah berada di konter buah-buahan.

"Kau pernah mencoba ini?" Tanyaku menunjuk potongan besar jack fruit di depanku. Peter menoleh dan menggeleng.

"Kau harus mencobanya" ujarku lalu mengambil buah nangka dengan ukuran paling kecil.

"What about this?" Aku mengangkat buah dengan kulit tajam lainnya.

"I've tried before. It's the worst smell and taste" ujarnya dengan muka menggambarkan ketidak-sukaannya terhadap durian.

"Yeah, I think so" aku menyetujui ucapannya karena aku sendiri tak menyukainya.

Setelah mendapat semua barang yang dibutuhkan, aku mencari taksi untuk pulang. Namun saat aku hendak menyetop sebuah taksi, aku melihat seseorang turun dari mobil yang tidak asing. Dia juga terlihat terkejut saat melihatku.

"Kau mau berbelanja?" Tanyaku saat dia berjalan mendekat sementara Peter sepertinya masih mengantre di kasir.

"Kau sudah mendapat taksi?" Tanya seseorang dari belakangku saat Edward tak menjawab pertanyaanku. Sontak Edward menatap Peter yang membawa kantong belanjaan di kedua tangannya. Aku mengambil salah satunya.

"Biar aku antar" ujar Edward membuatku bingung dengan situasi sekarang karena aku mendapati wajah tak sukanya saat Peter muncul. Oh jangan lupakan kalau dia pencemburu. Namun, ayolah, dia bukan remaja ABG lagi. Peter hanya menatapku saat Edward mengambil kantong belanjaan dan berjalan menuju mobilnya.

"Apa aku harus ikut?" Ujar Peter dengan nada menggoda. Aku memicingkan mataku membuat Peter terkekeh. Sepertinya dia tengah membangun cerita dengan kepingan-kepingan suara pria yang semalam menjawab teleponku dengan Edward yang tiba-tiba muncul.

"Wah sepertinya kekasihmu tak suka saat melihatku" lagi-lagi Peter meledekku. Aku mengabaikannya dan berjalan mengikuti Edward yang sudah masuk ke dalam mobil.

***

Aku sangat kesal tadi saat Peter menawarkan Edward untuk ikut naik, padahal aku sendiri tak berniat mengajaknya. Namun untungnya Edward menolaknya dengan alasan dia ada meeting. Aku lega mendengarnya, karena aku tak siap diintrogasi oleh papa maupun Peter nantinya.

Setibanya di apartemen aku mendapati papa sudah duduk di kursi rodanya dan tengah menonton berita pagi.

"Pagi pa" sapaku sembari memasukkan sayur dan buah ke kulkas.

"Pagi sayang. Lain kali kau harus memberi kabar terlebih dahulu kalau kau menginap di temanmu" ujarnya dengan nada sedikit tegas. Aku meringis merasa bersalah.

"Maafkan Anneth. Jadi Anneth tak ada niatan untuk menginap. Tapi Anneth malah ketiduran, dan papa tau sediri kalau aku tak bisa dibangunkan dengan mudah" ujarku jujur. Sementara Peter yang ada di depanku menatapku curiga.

"It's ok. Hanya jangan mengulanginya lagi" ujar papa.

"Siap pa" balasku tegas, meyakinkan papa.

"Sepertinya aku tak pernah melihat kau memakai baju ini" kali ini Peter yang menimpali.

"Apa kau berharap aku pergi belanja dengan pakaian yang sudah aku pakai seharian kemarin?" Aku berdecih sebal karena Peter memancing.

"Bukan seperti itu. Ku pikir kau sangat jarang memakai dress seperti ini" balasnya.

"Temanku sangat feminim jadi semua pakaiannya dress seperti ini. Kau puas?" Jawabku kesal sementara Peter hanya terkekeh.

Aku terpaksa mengambil baju ini dilemari Edward karena terpaksa. Ya benar, ini pakaian milik Angel yang sialnya masih ada di penthouse Edward.

Trapped By A PervertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang