Badanku terasa remuk setelah semalam Edward benar-benar tak mengizinkanku pulang ke rumah. Sementara si pelaku sudah entah kemana, yang jelas tadi samar ku dengar saat aku masih tertidur dia mengatakan ada pekerjaan yang harus ia selesaikan, ya di weekend seperti ini. Sudah pukul 10 pagi dan aku hanya berharap papa masih di rumah kak Diandra atau aku akan ketahuan jika aku tak pulang semalam.
Beranjak dari ranjang dengan bed cover yang ku gunakan untuk menutupi tubuhku, aku mencari pakaian yang semalam ku ingat ada di lantai. Namun tak dapat ku temukan hingga aku melihat sebuah note yang tertempel di nakas. Aku tersenyum saat membacanya. Sejak kapan pria itu berlaku manis seperti ini. Setelahnya aku memilih untuk membersihkan diri dan mengambil pakaian ku di mesin pengering yang sudah dicuci oleh Edward. Senyumku semakin merekah saat sebuah sandwich dan susu tersedia di meja bar, tentu dengan note di sana. Manis bukan?
Setelah membersihkan jejak diriku di penthouse Edward, aku langsung memesan taksi online dengan membawa belanjaanku semalam. Aku bernafas lega saat kak Diandra mengabariku kalau papa akan pulang setelah makan siang. Sesampai di apartemen aku langsung berkutat dengan daging yang kemarin aku beli yang akan aku buat rendang. Karena proses memasaknya cukup lama, sambil membersihkan rumah.
Sekitar pukul 1 siang saat aku bersantai di depan televisi, papa masuk dengan suara bocah di belakangnya yang tentu saja Inara. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tas mainan yang dijinjing papa, belum lagi tas lain yang bocah kecil itu bawa sendiri, sementara papa hanya mengendikkan bahu. Baru tadi aku menyadari saat membersihkan rumah kalau mainan Nara banyak tercecer dan ku kumpulkan dalam satu box.
"Onty, Nara punya mainan baru, mau lihat gak?" Tanyanya menghambur ke arahku. Niat hati ingin menikmati hari libur ini dengan bersantai, tapi sepertinya tidak bisa lagi.
"Kau tau? Tadi onty nemuin mainan kamu di sini dan banyak banget. Kenapa mama kamu beli yang baru lagi sih?" Protesku pada bocah yang asik menunjukkan snow ball rabbit itu padaku.
"Ah benarkah?" Responnya hanya sekedar itu.
"Kamu bikin rendang?" Tanya papa saat ku dengar punyi tutup panci ditutup kembali.
"Kenapa banyak gini?"
"Kak Diandra pasti mau juga, jadi Anneth lebihin bikinnya" jawabku.
"Onty Nara mau minum" ujarnya yang membuatku mau tak mau beranjak ke pantry
"Mama kamu kemana? Kok ngintilin grandpa terus" tanyaku. Dia menatapku bingung.
"Nginti... what is that onty?" Tanyanya dengan bingung yang sontak membuatku terkekeh geli, aku lupa kalau yang ku ajak bicara adalah anak 4 tahun.
"I mean, kenapa kamu ngikutin grandpa terus?" Setelah mendapat jawaban, rasa tertariknya hilang begitu saja dan kembali terfokus pada mainan-mainan yang ada di tas.
"Diandra lagi chek up ke dokter" timbrung papa bergabung dengan kami di ruang tengah dengan potongan rendang di piring yang ia bawa.
"Memang berapa minggu lagi lahiran?" Tanyaku.
"Hmmm Diandra bilang mungkin 2-3 minggu lagi" aku manggut-manggut.
"Enak gak pa rendangnya?"
"Enak tapi mungkin kamu masak bentar lagi biar lebih lembut dagingnya" ujarnya.
"Iyakah? Kayaknya tadi udah lembut deh" aku yang penasaran mencomot satu potong daging.
"What do you think?" Tanya papa melihatku mengunyah rendang itu.
"Sepertinya memang harus Anneth masak lagi bentar" jawabku membuat papa berekspresi seakan bilang "nah kan".
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped By A Pervert
Romance[ONGOING] Anneth Andira Pramudya adalah seorang mahasiswa tingkat tiga yang tinggal bersama papanya di Sydney. Mereka pindah sejak Anneth berusia 13 tahun. Kedua orang tuanya bercerai dan Anneth lebih memilih mengikuti sang papa dan harus rela berpi...