Bagian Sepuluh

1.7K 167 3
                                    

Selamat membaca
Monggo enjoy

~~~~~

NCT Dream – Dive Into You

~~~~~

“Lupakan semua kenangan yang ada kecuali tentang kita.”

~~~~~

“Akhirnya bos besar kita datang!”

Aku menulikan telinga mendengar pekikan keras dari salah satu rekan kerjaku, melewatinya dan meneguk es the yang dibawanya sampai habis. Menghiraukan tatapan bertanya miliknya.

“Tega Lo sama gue, mentang-mentang sekarang udah kaya jadi lupa sama temen.”

“Bukannya lupa, tapi nggak ada waktu.”

“Halah begayaan nggak ada waktu, padahal sering geloleran di kasur.”

Ingin rasanya aku mencubit bibir Selfi yang lemes ini, bisa-bisanya dia mengatakan diriku malas padahal sebenarnya juga iya. Aku tidak menampik jika sisi lain dari diriku ini memang sangat pemalas, apalagi saat datang bulan. Pernah beberapa kali saat mendapatkan tamu bulanan, aku tidak bangkit sama sekali dari ranjang, lebih memilih menahan lapar daripada makan. Pesona kasur yang tidak lebih empuk daripada sofa kantor memang sangat kuat, menarik tubuhku semakin kuat di dalamnya. “Anak-anak mana?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.

“Biasa, ini kan hari sabtu, ke pasar kaget mereka. Emang kalau ketemu barang murah bawaannya pengen beli semua, beda sama yang udah kaya,” sindir Selfi.

Aku hanya menggelengkan kepala melihatnya, perasaan menyesal timbul setelah memberitahu Seli bahwa aku sudah menikah. Dengan pria kaya lagi.

“Ayo ke tempat pecel lele.”

“Gas sekarang.”

Selfi terlihat tersenyum mendengar perkataanku, dia bangkit dan berjalan ke arah motor dengan cepat, melempariku helm dan menarikku sedikit kasar naik ke motor. “Bar-bar banget jadi cewek!”

“Kesempatan tidak datang dua kali!”

Perjalanan kami bisa dibilang singkat, bukan karena tempatnya yang dekat, melainkan tingkah Selfi yang memboncengku seperti setan. Sangat cepat seperti dikejar warga yang ketahuan mencuri sendal di masjid, atau seperti setan karena dapat berpindah cepat dengan cepat.

“Udah lama banget nggak makan pecel lele.”

“Berapa lama?”

Selfi menyelesaikan kunyahannya di dalam mulut, dan memakan sayur kol sebagai penutup. “Mungkin satu tahun ada.”

Aku membuka mulut tidak percaya, walaupun Selfi sangat hemat, tetapi menahan rasa ingin mencoba sesuatu sampai 1 tahun itu sungguh luar biasa. Guys, harga pecel lele tidak semahal kontrakan selama sebulan, jika kalian ingin membelinya maka belilah, sesekali tidak ada salahnya. “Berhemat boleh, tapi jangan nyiksa diri.”

“Hah, Lo kayak nggak tahu hidup gue aja Si. Adek gue di kampung masih kecil-kecil, mana yang bungsu pengen jadi dokter, gue kan bisa mati kejer.”

“Pintar semua kan? Apa yang di pikirin?” tanyaku heran, perlu diketahui bahwa Selfi mempunyai 2 adik super pintar di desa. Hubunganku yang cukup dengan keluarganya membuatku tahu prestasi mereka.

“Udahlah, mulai pusing gue mikirin mereka. Gimana suami Lo?”

Jika tadi Selfi yang kesal, sekarang giliranku yang kesal. Membicarakan soal Johnny membuatku sadar jika kasta di antara kami sangat jauh bagaikan langit dan kerak bumi. Seperti raja dan rakyat jelata, kupu-kupu dan lalat, burung merpati dan burung gagak. Masih banyak perumpaan yang cocok bagi kami, akupun tidak menampiknya. “Ya gitulah, dia tampan, baik hati, murah senyum, dermawan, kaya tujuh turunan, sangat tidak cocok dengan diriku yang hobi makan di pinggir jalan.”

Stimulus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang