Bagian Duabelas

1.6K 168 5
                                    

Selamat membaca
Monggo enjoy

~~~~~

NCT Dream – La La Love

~~~~~

“Sudahkah dirimu bahagia?”

~~~~~

Banyak hal yang ingin kutanyakan kepada oknum Johnny Pradigya. Bagaimana dia bangun lebih awal dalam kondisi sakit? Bukan apa-apa aku menanyakan ini, karena memang biasanya dia bangun lebih telat daripada aku, dan saat ini suasana menjadi sangat canggung. Dia melihat semuanya?

Akhhh!

“Oci.”

“Jangan memanggilku seperti itu.”

“Kenapa?”

“Tidak apa, han-hanya malu saja.”

Kulihat Johnny meyunggingkan sudut bibirnya menatapku, ada apa dengannya?

“Lalu siapa semalam yang merengkuhku skin to skin? Hantu?”

Aku berdecak mendengarnya. “Lupakan tentang semalam.”

Tawa Johnny terdengar ringan memenuhi ruang makan, dia menatapku dalam kemudian menggeleng pelan. “Bagaimana bisa aku melupakan semalam Oci? Bahkan aku masih bisa merasakan bagaimana empuk-”

Roti isi berukuran sedang langsung aku sumpalkan ke dalam mulut Johnny, aku tidak bisa membiarkan dia terus berbicara. Keadaannya masih belum sehat, bahkan wajahnya masih terlihat pucat, bisa-bisanya dia menggodaku seperti ini! Tuan Pradigya ini memang naif.

Jika aku boleh jujur, kemarin malam aku merasakan dadaku seperti dikecup lembut penuh perasaan. Bukan hanya dada, bahkan wajah hingga perut bagian bawah aku rasakan. Aku tidak polos seperti penampilanku guys, hal-hal seperti itu aku paham, sangat paham. Memang diriku yang terlalu malas untuk membuka mata, maka aku biarkan saja Johnny melakukan apapun yang dia suka. Aku tidak bisa membayangkan bibir bergetar kedinginan itu mengecup tubuhku. Ada apa dengannya?

“Kau sangat kasar.” Johnny menekuk wajahnya terhadapku.

“Istirahatlah Mas, kepalamu bisa semakin pusing jika terus berbicara seperti ini.”

Kakiku perlahan meninggalkan meja makan, mencuci piring kami berdua seperti biasa yang aku lakukan selama ini.

“Kau sudah meminta izin kepada atasanku?”

Deru nafas seseorang begitu mengerikan di belakang leherku, ditambah kedua lengan besar yang melilitku saat ini. Aku pernah membayangkan bagaimana tersiksanya diriku jika lengan besar itu mencekik leherku dengan mudah jika aku tidak menuruti kata-katanya. Beruntung hingga saat ini kejadian itu tidak pernah terjadi.

“Mas belum izin Daddy?”

Hanya gelengan yang aku dapat, Johnny menyenderkan kepalanya di atas kepalaku dan memainkan ujung hijabku. Perlakuannya ini bisa membuatku gila dalam sekejap, apa yang dilakukannya selama ini terkadang membuatku kagum, sekaligus tidak percaya.

“Yaudah aku ambil ponsel dulu.”

“Dimana?”

“Di kamar, mana lagi?”

Johnny mengeryitkan dahinya bingung, dari wajahnya saja bisa aku tebak jika dia menolak ucapannku. Ah, orang ini susah sekali diajak kerjasama. Apa susahnya jika ingin ikut ke kamar?

Stimulus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang