Bagian Duapuluh (End)

3.2K 185 8
                                    

Selamat membaca
Monggo enjoy

~~~~~

NCT U – From Home

~~~~~

“Everything is all right.”

~~~~~

Kaya, bahagia, menjadi mamah muda.

Tidak pernah terbayangkan jika semuanya terjadi begitu dengan cepat, melupakan awal pertemuanku dengan pria kaya bernama lengkap Johnny Pradigya. Royal, ramah dan dermawan. Sisi yang mudah untuk menemukan ciri khas dari suamiku, pria murah senyum.
Jika ditanya bahagia, maka aku dengan cepat akan menjawabnya, IYA.

Wanita pas-pasan yang hanya mempunyai ijazah SMA bisa sebahagia ini. Lilitan hutang dimana-mana dan semua beban pikiran menumpuk di dalam pikirannya hingga membuatnya hanya pasrah kepada sang adik. Berharap bisa merubah nasib dengan bergantung kesuksesan saudari kandungnya itu, beruntung garis takdirmu sudah baik Rosi. Tuhan begitu baik hingga mendatangkan pria baik hati seperti Johnny.

Perjalanan kisah cinta kami tidak seperti kebanyakan drama di dalam TV, berbelit-belit hingga berakhir mengecewakan seperti lelehan es krim. Tidak, kami tidak seperti itu. Karena sekeras apapun usaha seseorang menghancurkan rumah tangga kami, maka aku akan lebih keras menentangnya. Sudap pernah hidup susah, ingin dibuat susah lagi? Tidak akan aku izinkan!

“Mommy?”

Gerakan tanganku meremas udara dengan kesal terhenti, beralih ke arah pintu kamar yang menunjukkan sosok malaikat kecil berwajah tampan.

Lho, kok udah pulang?” tanyaku heran, seharusnya masih berada di taman depan.

Wajah mungilnya menatapku sayu, berjalan menghampiriku dengan sedikit berlari. “Lho? Ada apa nih?”

“Di ejek sama cucunya pak Jante waktu di taman.”
Seruan dari arah belakang membuatku mengadahkan kepala, menatap ibu mertuanya yang senantiasa muda di umurnya yang sudah menginjak kepala lima. “Ada apa Mom?” tanyaku dengan penasaran.

Mommy, nenen please.”

Kami berdua sama-sama tergelak menatap batita berumur 2 tahun tersebut. Bukan apa-apa, Jero Pradigya, anakku dengan Johnny tengah meminta sesuatu dengan suara memelas tetapi sangat bertolak belakang dengan ekspresi wajahnya yang datar.

“Udah nggak ada isinya sayang.” Mendengar  ucapan sang nenek membuat Jero menunduk dalam dengan memainkan jarinya, menyandarkan kepalanya di dadaku lemah.

Ah, anak ini sama seperti ayahnya.

Jika keingannya tidak terpenuhi maka akan merajuk dan menunjukkan wajah memelasnya, membuatku tidak tega. Dengan inisiatifnya sendiri, Jero membuka kancing bajuku dan menghembuskan nafas lelah. “Mommy…”

Kepalaku menunduk, melihat matanya yang telah berkaca-kaca dengan bibir yang bergetar. Mommy yang berada di sampingku tidak bisa menahan tawanya, mencubit pipi gembil sang cucu dengan gemas. “Ih, like father like son.”

“Benarkah Mommy?”

Setelah membuka bajuku dan menyerahkan apa yang di inginkan anakku, aku dengan segera bertanya kepada Mommy.

“Kamu ini, kayak nggak tahu aja kalau setiap hari sebelum Jero ada, anak itu selalu minta asupan ke kamu kan? Kamu pikir Mommy nggak tau?”

Wajahku memanas mendengar perkataan ibu mertuaku, bagaimana bisa aku lalai menutup pintu?

Stimulus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang