Bagian Dua

2.1K 221 11
                                    

Selamat membaca
Monggo enjoy

~~~~~

Katy Perry - Last Friday Night

~~~~~

"Jangan pernah mempercayai segala sesuatu yang terlalu baik untuk menjadi nyata."

~~~~~

Jadilah istriku

Jadilah istriku

Jadilah istriku

Kata-kata itu masih terngiang begitu jelas hingga saat ini. Bahkan aku sudah duduk di depannya pun masih canggung sekaligus bingung, apa yang akan kami lakukan?

Setelah perkataannya tadi, pria yang tidak aku ketahui namanya, alamat rumahnya, dan segalanya ini mengajak kami, aku dan Rosa untuk mampir di kafe. Ah tidak, lebih tepatnya memaksa kami. Memang berhubungan perut juga lapar, akhirnya aku mengiyakan ajakannya. Lumayan bisa makan enak.

Sepiring nasi goreng dan air dingin telah tersaji di depanku, mataku melirik ke arah Rosa yang sedang melahap pasta dengan semangat, memang anak ini selalu membuatku malu karena tidak tahu tempat dan suasana. Atensi Ku beralih ke arah pria di depanku yang masih saja diam, dia menatapku dalam diam hingga membuatku mati kutu sendiri.

Bukan apa-apa, hanya saja bagaimana perasaanmu di tatap orang yang tidak kau kenali. Apalagi ini tatapannya begitu dalam, seolah-olah dia mempunyai dendam kusumat kepadaku. Rasanya bulu kuduk milikku berdiri sekarang.

"Emh, terimakasih mas atas ini. Mari makan."

Ah payah, kenapa kau mempersilahkannya Rosi? Seharusnya dia yang menyuruhmu, bukan kau!

Pria tampan ini hanya mengangguk dan menyesap americano miliknya. Aku mengangguk kaku dan mulai menyuapkan sesendok nasi ke mulutku. Mataku sedikit melebar menilai rasa makanan ini, tidak buruk juga.

Kami makan dalam diam, tidak hanya aku dan Rosa, sedangkan dia meminum kopi dan sesekali membuka ponsel apel gigitnya. Memeriksa apakah ada pesan yang masuk atau tidak.

"Kak aku duluan ya, makasih mas makanannya."

WHAT!

Rosa mengangguk dan berpamitan kepadanya. Hei, dia meninggalkanku?

Aku tersenyum kaku terhadap pria ini, sungguh memalukan. Terlihat sekali bahwa kami seperti memorotinya.

Kuletakkan sendok secara perlahan dan meneguk air dingin untuk mengurangi rasa malu, berdehem sebentar agar menarik perhatian pria ini.

"Jadi saya harus ganti berapa mas?" tanyaku pelan-pelan.

Pria itu mendongakkan kepala menatapku, tersenyum kecil dan mengulurkan tangannya. "Johnny," ucapnya, dengan canggung aku menyambutnya. "Rosi."

"Nama yang bagus, seperti orangnya."

Aku tertawa sumbang mendengarnya, dimana bagusnya? Padahal nama ini diberikan oleh ayah karena kecintaannya terhadap pembalap legendaris Valentino Rosi, mengharapkan sanga anak agar seperti sang idola.

"Tidak perlu ada yang diganti."

Johnny mengeluarkan kotak merah kecil kepadaku dan membukanya. Aku bisa menahan bibir agar tidak terbuka melihat sebuah cincin cantik berwarna putih, ini emas putih, perak, atau berlian? Entahlah, akupun tidak tahu.

"Menikahlah denganku, saya berjanji akan selalu membuatmu bahagia."

Tanganku meremas kuat di bawah meja mendengar perkataanya, bagaimana bisa drama yang aku tonton semalam bisa menjadi nyata di kehidupanku?

Stimulus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang