Bagian Sembilan

1.6K 179 3
                                    

Selamat membaca
Monggo enjoy

~~~~~

NCT 127 - Simon Says

~~~~~

“Jangan permainkan perasaan, ayam saja yang di permainkan bisa mati karena stress. Jika ayam saja bisa, kenapa manusia tidak bisa?”

~~~~~

Hal apa saja yang bisa kau banggakan selama ini? Prestasi? Rendah hati? Atau justru body yang seksi?
Jika kau bertanya kepadaku, maka jawabannya tidak ada. Lulusan SMP hanya mengandalkan apa? Masih beruntung karena mendapatkan pekerjaan di sebuah toko kelontong dengan gaji yang lumayan besar untuk sekelas buruh, hingga menyekolahkan Rosa ke perguruan tinggi. Siapa sangka manusia pecicilan itu mendapatkan beasiswa penuh di kampus ternama hingga membuatku bangga. Aku tidak menampik bahwa dia sangat bekerja keras dari dulu.

“Jadi kamu berangkat kapan?”

Aku bertanya kepada Rosa yang mengemasi barang di sampingku, mataku mengikuti tangannya yang lincah memasukkan baju-baju panjang dan hangat? Tunggu, setahuku di seluruh wilayah Indonesia tidak ada yang bercuaca dingin. Kecuali di daerah pegunungan, lalu Rosa ini akan kemana?

“Lusa Kak, jangan lupa Kakak jaga kesehatan di sini.”

Aku mengibaskan tangan lemah. “Kau berbicara seperti ingin keluar negara saja, kamu ke Jogja kan?”

Rosa menggaruk lehernya yang tidak gatal dan tersenyum sedikit ke arahku, ada apa dengannya?

“Ekhemm, Kakak tahu kan selama ini Rosa selalu belajar, belajar dan belajar, itu semua juga buat kita. Hidup susah kita selama ini harus disudahi, roda aja berputar masak kita enggak. Jadi Rosa nggak akan menyia-nyiakan kesempatan ini,” ucap Rosa menggenggam tanganku erat.

“Jangan berbelit-belit.”

“Rosa dapat beasiswa full selama tiga tahun di Inggris.”

Aku hanya menganggukkan kepala paham, setelah dipikir.

WHAT?! Inggris?” tanyaku tidak percaya. Terlihat Rosa menganggukkan kepala santai.

“Heh kamu itu sadar nggak sih? Kamu pikir dari sini ke Inggris itu sini Cikampek?”

“Aku udah besar Kak.”

“Kamu itu saudara kandung satu-satunya yang kakak punya di dunia ini, terus kamu mau ninggalin kakak? Disana bukan negara kamu Rosa! Apapun bisa terjadi, dan disana kau tidak kenal dengan siapapun, bagaimana hidupmu? Makan, rumah, biaya kuliah siapa yang akan membayarnya?!” tanyaku frustasi.

“Haduh Kakak paham nggak sih artinya beasiswa full? Semua kebutuhan aku udah ditanggung sama mereka, Kakak nggak usah khawatir.”

“Kakak tidak mengizinkanmu pergi,” ucapku final dan mengambil paspor milik Rosa.

Yang benar saja, aku yang membiayainya selama ini. Keringatku menetes dengan deras, bahkan jika aku menimbangnya bisa lebih dari berat badanku sendiri. Memang siapa dia yang berhak memutuskan kehidupannya sendiri? Aku tahu dia hanya diburu nafsu, saat-saat inilah remaja akan dengan mudah terpengaruh pihak luar. Menganggap semuanya hal luar biasa.

“Kak, Kakak….”

Aku menghiraukan panggilannya, tidak akan kubiarkan anak kecil itu hidup sendiri di negeri penuh misteri. Melajukan motor dengan kecepatan rata-rata pulang ke rumah, sebaiknya diriku melakukan sesuatu agar kenakalan Rosa segera hilang dariku.

Stimulus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang