Bagian Tigabelas

1.6K 175 6
                                    

Selamat membaca
Monggo enjoy

~~~~~

NCT 127 – Limitless

~~~~~

“Bukan tentang siapa yang bertemu terlebih dahulu, tetapi tentang siapa yang menetap lebih lama.”

~~~~~

“Mas aku mau kerja.”

Bisa kulihat lewat ujung mataku jika Johnny berhenti menyuapkan nasi ke mulutnya, tidak lama setelah itu kembali menyendokkan makanan ke mulutnya. “Mau kerja apa?” tanyannya tanpa melihat kearahku.

Aku menggigit tempe dengan gemas, mencoba menghilangkan rasa gugup yang menyelimutiku. “Uang bulanan dari Mas lebih dari cukup, dan aku mau buka usaha dengan uang itu.”

Aku tidak berbohong. Jujur uang bulanan yang diberikan Johnny mampu membayar uang sewa kontrakanku yang dulu selama 1 tahun. Aku sempat menolak uang itu, tetapi kalian sifat Tuan Pradigya tidak dapat dibantah ataupun diubah. Daripada berdebat dan menimbulkan problem di antara kami akhirnya aku mengalah, toh uang itu bisa aku sumbangkan ke anak jalanan ataupun panti asuhan.

Ini seperti mimpi, tidak menyangka bahwa orang yang dulu butuh sumbangan sekarang bisa memberikan sumbangan.

“Di rumah aja, urus anak-anak.”

“Tapi kan kita belum punya anak Mas.”

“Bagaimana bisa kita punya anak jika kau saja belum siap.”

Ucapan Johnny mampu membuatku terdiam. Aku menatapnya dengan pandangan sayu, rasa bersalah berkumpul di dadaku.

“Jangan membuat nafsu makanku berkurang Oci, aku tidak menyukainya.”

Setelah mengatakan itu, Johnny bangkit dan langsung menyambar tas kerjanya. Kaki panjangnya melangkah lebar tanpa memberikanku kecupan manis di dahi, bibirku mengerucut melihatnya. Johnny marah?

Mataku menatap piring Johnny yang masih banyak, biasanya dia akan menghabiskan makanannya. Sebenarnya ada apa dengannya? Aku hanya ingin bekerja, dan itupun membuka toko bunga. Tidak ada pekerjaan berat dengan membuka toko bunga, dan jika tidak menguntungkan maka aku bisa menutupnya dengan segera.

“Salah apa lagi gue.”

Aku menggerutu kesal dengan menggosok piring kotor cukup kuat, hingga cipratan busanya menempel di pakaianku. Bagaimana jika Johnny akan mendiamiku, bagaimana jika Johnny menciptakan jarak diantara kami, bagaimana jika dugaanku benar! Aku menggeleng dengan cepat, menepis pikiran negatif yang ada di kepala. Baiklah, jika Johnny tidak memberi ijin maka aku akan meminta maaf.

Detik berganti menit, menit berganti jam. Mataku berkedip mematiskan pukul berapa sekarang, pukul 20.37 WIB. Aku menggigit bibir dengan gemas dan sesekali mengusap bahu yang entah kenapa setiap terkena air akan terasa perih. Dimana Tuan Pradigya? Atau lebih tepatnya kemana?

“Mbok.”

Mbok Minah menoleh dengan cepat ke arahku, menatapku dengan raut muka terkejut. “Iya Nyonya?”

Aku menggigit bibir bawah sedikit, haruskah aku menanyakan ini kepada mbok Minah?

“Emhh, Mas Johnny kemana ya?”

Mbok Minah mengerutkan dahi, tidak lama setelah itu dia tersenyum. “Mungkin Tuan lembur Nyonya, jika jam segini Tuan belum pulang bisa jadi dia tidur di apartemen.”

Stimulus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang