31 - The Past 3

1K 206 1
                                    

Udah di revisi. kalau masih ada typo tandain aja ya. Kalau mau baca book lain bisa mampir ke calleniaa siapa tau ada yang cocok dengan seleramu. Thank you.

Happy Reading
Part 18+ kalo nggak sanggup jangan dibaca ya.

⚠️⚠️⚠️

"Kamu itu bodoh sekali ya! Gara-gara kamu piala yang biasanya selalu kita dapatkan, sekarang berpindah ke sekolah lain!"

Yeji menangis tergugu mendengar bentakan Pak Sangyeon. Dia berada di ruang guru, dimarahi oleh Pak Sangyeon serta di berikan tatapan sinis oleh guru-guru di sana.

Yeji sudah berusaha dengan keras. Dia bahkan belajar dengan mati-matian, tapi apa daya. Dia hanya bisa mendapat juara dua. Yeji menyatukan tangannya di depan dada. Dia menunduk dalam.

"Maaf pak, saya janji tahun depan bakal dapet juara satu."

"Sekolah kita nggak pernah kalah Yeji, dan hanya karena kamu kita kehilangan piala itu!" Ucap Pak Bangchan dengan sinis.

Yeji menangis tersedu-sedu. Dia kembali ke kelasnya. Semua teman kelasnya menatap dia dengan sinis. Bahkan Ryujin dan Minju sudah tertawa puas di pojokan. Yeji nampak sangat menyedihkan di mata mereka.

Tapi mereka bahagia. Karena setiap kesakitan Yeji adalah rasa bahagia mereka. Ryujin menghampiri bangku Yeji. Dia terkekeh sinis.

"Ini nih katanya murid pinter, ikut lomba fisika aja kalah, loser!" Tekan Ryujin.

Semua teman sekelas menyoraki Yeji. Bahkan menghina dan mencaci Yeji. Yeji hanya bisa pasrah. Dia menunduk dan mulai menulis di bukunya. Mencoba mengalihkan perhatiannya dari cibiran orang sekitar.

Pelajaran terus berlanjut hingga pulang sekolah. Namun Yeji tak kunjung beranjak dari bangkunya. Dia sedari tadi hanya memainkan pulpennya. Menekan ujung pulpen berulang kali, hingga terus berbunyi "klik klik klik"

Yeji menghela nafas. Jam sudah menunjukkan pukul 07.30 malam tapi Yeji masih enggan untuk beranjak. Terdengar suara pintu terbuka. Yeji melihat kearah pintu.

Seketika dia terdiam kaku. Di sana berdiri Pak Bangchan, Pak Sangyeon, Ryujin, Jaemin, Minju, dan Haechan. Mereka nampak menatap Yeji dengan raut tak bersahabat.

"A–ada apa ya?" Yeji terbata. Entah kenapa perasaannya tak enak sekarang.

Ryujin tersenyum miring. Dia menghampiri Yeji dan menarik beberapa helai rambut Yeji. Yeji sendiri langsung meringis kesakitan.

"Argh! Ryu lepas! Sakit!"

Ryujin tak mengindahkan perintah Yeji. Dia semakin menguatkan jambakannya. Sedangkan orang-orang sisanya? Masih setia menonton. Tak ada niat memisahkan sedikit pun.

"Lo pantes dapetin ini sialan!" Desis Ryujin.

Minju juga turut maju, membantu Ryujin menjambak rambut Yeji. Jaemin dan Haechan juga maju. Mereka mendorong kepala Yeji, hingga kepalanya terbentur di meja.

Yeji mengerang kesakitan. Sungguh, dia merasa kepalanya sangat sakit, seperti mau pecah.

"Argh! Please lepasin!"

Mereka tertawa. Tak ada belas kasihan dalam hati mereka. Mereka terlihat seperti psikopat. Pak Bangchan dan Pak Sangyeon. Mereka berdiri anteng, memperhatikan keempat murid mereka yang tengah menyiksa Yeji.

"Kamu hanya menjadi beban Yeji, gara-gara kamu sekolah kita kalah, kamu membuat sekolah ini malu" ujar Pak Bangchan.

"Iya, lagipula kamu tak ada gunanya hidup, lebih baik mati!"

Kejam! Itulah yang ada di pikiran Yeji. Dia sudah lemas. Tak sanggup lagi bertahan. Dia menangis dalam diam. Darah segar bercucuran di kepalanya. Bahkan mejanya basah karena darahnya. Yeji menutup matanya. Sepertinya ini akhir dari hidupnya.

Kak Yeonjun maaf, aku nggak kuat, aku pasti bakal dapetin keadilan buat aku, tunggu aja.

"Pak udah sekarat," ujar Jaemin sambil mengangkat wajah Yeji yang penuh dengan darah.

Pak Bangchan melirik dengan jijik. "Lempar dari atap, buat seolah-olah dia bunuh diri karena depresi."

Jaemin mengangguk mengerti. Dia dan Haechan segera mengangkat tubuh Yeji dan melemparnya dari rooftop. Sedangkan  Ryujin dan Minju mengganti meja yang kotor tersebutlah. Tak lupa mereka membersihkan darah yang ada di lantai.

"Setelah ini bertingkah lah seolah tak terjadi apa-apa, kami akan menyebarkan kebencian tentang Yeji, sehingga tak akan ada yang mau mengenang Yeji." mereka mengangguk mengerti.

Lia menutup mulutnya dengan tangan. Air matanya mengalir begitu saja. Dia sedang bersembunyi di balik tembok. Dia hendak mengambil bukunya yang ketinggalan, namun siapa sangka. Dia justru berakhir menjadi saksi pembunuhan Yeji.

"Kenapa mereka jahat banget?"

Ini fiktif belaka ya. Jangan sangkut pautin sama kehidupan asli mereka. Jangan dibawa ke hati juga. Jangan ditiru juga adegan diatas. Nggak baik. Oke?

See you guys!

10 IPA 4 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang