Bab 11. Pemakaman

36.9K 4.3K 155
                                    

  💌Attention💌
Cerita ini hanyalah fiksi
semata. Nama Tokoh, karakter/kepribadian, latar tempat, dan jalan
cerita murni karangan penulis.
.
.
.
📖Happy reading📖

   Rumah duka tampak suram dan sunyi meski dihadiri sekitar 100 orang pelayat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   Rumah duka tampak suram dan sunyi meski dihadiri sekitar 100 orang pelayat. Duo Bakung yang biasanya berisik mendadak pendiam di hari pemakaman Candala. Wajah keduanya sembab akibat menangis semalaman sebelum hari pemakaman.

   " Non, pramusaji pesenan saya belom dibawain loh, Non. Bangun dong, Non! Jangan tinggalin kita dulu. Ki-kita belum siap jadi pengangguran," ucap Rosa duduk lemas di samping peti mati.

   " Rosa, Nona udah gak adapun lo masih aja kurang ajar," dengus Endah yang duduk di sebelahnya. " Sekarang, ki-kita gak bakalan nemuin majikan baik hati kayak Non Candala lagi. Gak ada majikan yang sabar ngeliat babunya nge-reog berantak in rumah. Gak ada. Cuma Non Candala yang begitu," lanjutnya tiba-tiba menangis.

   " Huaaa! Endah, jangan nangis dong! Rosa udah capek nangis, jangan dipancing-pancing lagi. Nanti mata Rosa makin sipit!" rengeknya ikut menangis.

   " Gu-gue gak mancing-mancing, lo nya aja yang cengeng!" balas Endah sesenggukan.

    " Kalau Non Candala masih di sini, dia pasti marah karena kita cengeng begini.  Non Candala gak suka lihat kita nangis. Katanya kalau kita nangis makin keliatan jelek kayak ondel-ondel."

   Rosa menggengam kedua tangan Endah. " Jangan nangis ya, Ndah. Nanti Non Candala marah," katanya hendak menyemangati tapi malah air matanya yang turun semakin deras.

   " Endah, Rosa. Kalian mending istirahat dulu di belakang. Masih banyak tamu, gak enak dilihat," tegur Eleanor. Keduanya menurut. Endah dan Rosa saling merangkul satu sama lain menuju pintu belakang. Di sana ada ruang istirahat.

    Sekarang, Eleanor harus menenangkan ibunya. Sejak hari kejadian, ibunya belum berhenti menangis. Beruntung ayahnya tetap stabil. Jika tidak, Eleanor akan kelimpungan mengurus orang-orang korban drama Candala ini.

    Eleanor menatap ibunya yang menangis di depan peti mati. Di dampingi ayahnya yang terus merangkul sang ibu agar tetap tegar. Yang satu terpuruk dan yang satu lagi mencoba bersikap tegar.

    Di sisi lain, keluarga dari pihak ibu dan ayah Eleanor menatap kejadian itu dengan wajah shock, sedih, sekaligus tak percaya. Meskipun mereka tidak begitu dekat dengan Candala, namun melihat betapa sedihnya Amy, mereka pikir Candala adalah menantu yang baik. Sangat disayangkan perempuan itu pergi secepat ini.

   " Yah, bawa Bunda ke ruang istirahat. Bunda belum makan apa-apa dari kemarin. Takutnya badannya drop," pinta Eleanor pada sang ayah.

   " Iya, ayah bakalan bawa Bunda untuk istirahat." Herman dan Amy akhirnya pergi ke ruang istirahat.

[REVISI] CANDALA: La Chica Loca Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang