💌Attention💌
Cerita ini hanyalah fiksi
semata. Nama Tokoh, karakter/kepribadian, latar tempat, dan jalan
cerita murni karangan penulis.
.
.
.
📖Happy reading📖Lucas tak menangis histeris seperti kemarin. Kesedihan yang ia alami sekarang lebih menyerang mentalnya perlahan-lahan. Dia lebih banyak diam dan murung. Puluhan pelayat yang datang tak digubrisnya. Pandangan kosong itu fokus menatap bingkai foto di atas peti mati. Dalam bingkai itu, Candala tersenyum lebar dengan balutan kemeja putih.
Lucas ingat, foto itu diambil untuk pendaftaran universitas 4 tahun lalu. Namun sekarang, foto itu berakhir sebagai foto pekamamannya. Lucas sadar. Tidak ada kesempatan kedua baginya. Candala pergi terlalu jauh. Hanya kematian yang bisa mempertemukan mereka.
" Cas, pulang dulu yuk. Besok kita bareng-bareng nganterin abu kremasi ke columbarium." Eleanor datang setelah mengantarkan pelayat terakhir dari rumah duka. Semua orang sudah pulang, termasuk keluarganya. Hanya tersisa Lucas dan Eleanor di sana.
" Jadi, sekarang kita pulang dulu, Cas. Lo harus istirahat." Ajakan Eleanor tak digubris. Lucas masih duduk meringkuk di lantai kayu rumah duka dengan tatapan kosong.
" Lo harus istirahat, Cas," lanjutnya membujuk. Namun Lucas tak bergeming. Seolah jiwanya ikut mati bersama Candala.
" Oke, terserah lo deh. Gue pulang bareng om Thomas karena mobil di pake Lando buat nganter Bunda sama Ayah. Kalau lo mau pulang, telpon gue atau Lando." Eleanor menyerah. Dia terpaksa meninggalkan adiknya sendirian di rumah duka.
Sekarang Lucas benar-benar sendirian. Keheningan menyelimuti malam yang dingin ini. Meskipun jenazah Candala sudah dipindahkan di tempat kremasi, Lucas masih berada di sana untuk sekadar menatap foto pemakaman perempuan itu.
Mata yang kosong itu mulai tergenang air mata. Lucas menangis. Tanpa mengeluarkan sedikitpun isak tangis dari mulutnya. Dia hanya menatap penuh penyesalan foto pemakaman Candala. Air matanya tak berhenti mengalir.
" Maafin gue- ka-karena selalu nyakitin perasaan lo," gumamnya dengan napas tercekat. Permintaan maafnya tidak berguna, karena perempuan itu sudah tiada.
" Sialan! Harusnya-" Nada bicaranya meninggi. " Seandainya gue noleh ke arah lo sekali aja. Semuanya gak bakalan berakhir kayak gini. Semua ini salah gue," lanjutnya menunduk penuh sesal.
" Perkataan kak Ele bener. Masalahnya ada di gue. Pola pikir gue yang rusak udah nyakitin lo berkali-kali. Dan selama itu, gue gak pernah sadar betapa sakitnya jadi lo. Gue egois, cuma mikirin kebahagian gue sendiri."
" Gue tiba-tiba inget kejadian 2 tahun lalu. Setahun sebelum kita nikah. Betapa rusak pola pikir gue waktu itu. Gue gak pernah percaya sama lo. Gue selalu punya prasangka buruk tentang lo. Gue selalu jahat sama lo. Kenapa gue bisa sebodoh itu dulu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[REVISI] CANDALA: La Chica Loca
FantasySetelah tewas karena peluru kendali milik musuh, Candala seorang agen intelijen harus menerima kenyataan pahit tak kala dirinya terbangun sebagai Candala Amelia Evans, seorang perempuan penderita gangguan mental akibat dari perselingkuhan sang suam...