Bab 21. Perjalanan

18.3K 2.3K 58
                                    

💌Attention💌
Cerita ini hanyalah fiksi
semata. Nama Tokoh, karakter/kepribadian, latar tempat, dan jalan
cerita murni karangan penulis.
.
.
.
📖Happy reading📖

     Sudah 2 bulan? 3 bulan? Atau 4 bulan mungkin? Aku merasa kepergian Candala baru kemarin terjadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Sudah 2 bulan? 3 bulan? Atau 4 bulan mungkin? Aku merasa kepergian Candala baru kemarin terjadi. Rumah yang kita tempati bersama sejak awal pernikahan terasa sepi. Tidak ada tingkah gila Candala yang selalu berusaha tampil cantik di depanku.

     Tidak ada dandanan dempul bak badut yang menyapa pengelihatanku pagi-pagi buta. Gaun nyentrik penuh kerlap-kerlip yang menyilaukan mata di tengah malam gelap gulita. Meskipun tampak aneh, sialnya aku merindukan segala tingkah lama perempuan itu. Aku merindukan setiap tingkah percaya diri Candala. Dia sangat percaya bisa merayuku dengan penampilan ala kadarnya itu.

    Aku tau perempuan ini hendak meniru penampilan Vonne, namun gagal karena dia bahkan tak bisa menggambar alis dengan benar. Herannya perempuan ini tak pernah mau membayar jasa make up artis untuk merias wajahnya. Padahal dia kaya, mengeluarkan uang untuk merias wajahnya bukanlah apa-apa. Namun egonya yang tinggi itu bersikeras, riasan hasil dari kerja keras akan membuat aku tergoda dan luluh.

    Aku akui, aku memang membenci Candala karena tingkah-tingkahnya yang kelewat memalukan. Selain dandanan, pakaian, dan kepribadiannya, aku sebenarnya iri dengan kepintaran perempuan ini. Candala mungkin buruk dalam menjalin hubungan romantis, namun di luar itu dia sangat cakap.

   Impian perempuan ini adalah menjadi seorang diplomat. Dia mengambil kuliah jurusan hubungan internasional mengikuti jejak mendiang ibunya. Keinginan menjadi seorang diplomat pun terinspirasi dari mendiang ibunya. Namun sayangnya, dia gagal meneruskan impiannya karena aku.

   Dulu aku sangat egois. Aku begitu iri melihatnya sukses. Jadi aku memberikan pilihan pada Candala, untuk memilih impiannya atau menikah denganku. Aku memberikan pilihan yang buruk hanya karena tak terima Candala lebih baik daripada aku. Aku sadar betapa kekanak-kanakan dan egoisnya aku dulu.

   Setelah menghalangi mimpinya, aku juga menghancurkan hatinya. Menikahi perempuan itu tanpa memberikan kebahagiaan sama sekali untuknya. Aku malah sibuk bermesraan dengan Vonne tanpa ingat waktu dan tempat. Di pikiranku dulu, ini adalah hukuman untuk Candala karena mendambakan cinta dari laki-laki yang membencinya.

   Betapa jahatnya aku dulu. Sekarang pun aku masih jahat. Karena aku tak pernah meminta maaf secara langsung pada Candala. Aku sudah terlambat.

   Aku merasa sangat buruk. Pendosa adalah kata yang tepat untuku. Aku lebih buruk dari penjahat manapun–

   " Tuan Lucas, waktunya minum obat."

   Ah, perawat itu datang lagi. Dia akan memberiku banyak obat untuk di minum. Padahal aku tidak sakit. Aku sangat sehat. Yang sakit itu Candala. Dia pasti sangat kesakitan karena aku.

[REVISI] CANDALA: La Chica Loca Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang