Tengah malam adalah waktu yang tepat untuk semua orang mengistirahatkan diri, tapi tidak dengan Yoona yang justru memanfaatkan keheningan malam untuk menangis sendiri.
Yoona berusaha sekuat tenaga agar tangisnya tak menimbulkan suara yang kencang, tapi sayangnya ia tak mampu menahan hal itu, dan suara tangisnya telah berhasil membangunkan Jongsuk dari mimpi indahnya.
"Bun... Bunda belum tidur ya?" tanya Jongsuk seraya menyentuh bahu istrinya.
Mendengar suaminya bertanya seperti itu, Yoona pun buru-buru menghapus air matanya sebelum akhirnya mengubah posisi tidurnya agar bisa berhadapan dengan sang suami.
"Loh kok Bunda nangis, ada apa?" raut wajah Jongsuk langsung berubah khawatir saat melihat mata Yoona yang begitu sembab dan memerah. "Pasti... karena anak bungsu kita ya?" tanya Jongsuk lagi yang kali ini dibalas anggukan oleh Yoona.
Jongsuk lalu memajukan tubuhnya, menghapus jarak di antara ia dan istrinya, membawa tubuh sang istri ke dalam pelukannya, lalu mengecup kening wanita itu dengan penuh kasih sayang.
"Ada apa sih? Cerita dong sama Ayah, kan Minhee juga anak Ayah."
Dengan air mata yang kembali mengalir, Yoona tatap mata Jongsuk yang begitu menenangkan baginya. "Ayah tau kan, kalo hari ini Bunda pergi ke rumah sakit untuk ambil obat-obatannya Adek?"
"Iya tau. Maaf ya, Ayah enggak bisa anterin Bunda. Bunda marah ya sama Ayah?"
Yoona menggelengkan kepalanya. "Bukan itu masalahnya, Yah."
"Terus?"
Yoona menghela napasnya sejenak sebelum memulai ceritanya. "Ayah juga tau, kan? Kalo sebelum ngambil obat-obatannya Adek, kita harus ketemu dulu sama dokter Dongwook dulu untuk minta resep barunya."
"Iya, terus?"
"Di situ dokter Dongwook bilang, kalo harapan untuk Adek hidup lebih lama lagi itu... tipis."
"Hah, tipis gimana maksud Bunda?"
"Yah... Adek mampu bertahan sampai sejauh ini, terus Adek mampu berjuang sampai detik ini, dan Adek masih bisa ikut pertandingan basket kemarin, itu adalah sebuah keajaiban... tapi tanpa jantung baru... mustahil untuk Adek bisa bertahan hidup lebih lama lagi."
Jongsuk semakin mempererat pelukannya kala melihat sang istri kembali menangis dengan kencang di hadapannya. Jujur hatinya sakit sekali melihat Yoona yang sudah rapuh, harus dibuat semakin rapuh karena kabar mengenai kondisi anak bungsu mereka yang semakin parah, tapi Jongsuk juga tidak bisa berbohong, dirinya pun sama rapuhnya dengan sang istri, tapi ia dipaksa untuk tetap kuat demi menguatkan Yoona dan kedua anaknya.
"Bun... kita dilahirkan ke dunia bukan tanpa sebab. Tapi kita dilahirkan ke dunia untuk ditakdirkan siap menyambut hal baru, siap untuk menghadapi hal baru, dan siap untuk menghadapi kehilangan. Bunda inget, kan? Dulu kita seneng banget waktu mau menyambut kelahiran Adek, terus begitu Adek lahir, kita harus dapet kabar yang kurang mengenakan dari dokter Boa, di situlah kita harus siap menyambut hal baru, dan kalo suatu hari nanti, Allah lebih sayang sama Adek, mau enggak mau, kita harus siap menghadapi kehilangan."
"Tapi Bunda enggak siap, Yah...."
"Ayah tau, Ayah juga sama seperti Bunda, tapi kita enggak bisa melawan takdir, Bun. Dan takdir hidup kita semuanya udah digariskan."
Yoona kembali menatap mata teduh suaminya, tentunya dengan air mata yang masih senantiasa mengalir. "Emangnya, Ayah udah siap kalo harus kehilangan Adek?"
"Ya siap enggak siap sih, tapi kalo dengan mengikhlaskan kepergian Adek adalah hal yang terbaik, maka akan Ayah ikhlaskan, dari pada melihat Adek menderita karena kesakitan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggling || K. Minhee
Teen Fiction[TERSEDIA VERSI PDF] "Waktu kematian pukul 02.40." Seketika tangis semua orang yang ada di ruangan itu pun pecah, malam itu orang yang paling mereka cintai, paling mereka sayangi, dan paling mereka perjuangkan hidupnya pergi meninggalkan mereka untu...