BAB 6

39 6 0
                                    


Keesokan harinya.

Putra sedang duduk seorang diri di atap sekolah yang sepi pria tersebut duduk di balik pagar penghalang balkon agar tidak ada yang jatuh ke bawah dan mati. Putra duduk santai disana dengan bersandar dipagar dan mengayunkan kakinya yang menggantung bergantian.

Putra teringat dengan salah satu kejadian di tempat tersebut di mana Icha yang berani menembaknya bahkan mereka belum benar benar akrab. Jujur itu adalah kejadian yang mengejetkan ia tahu bahwa Icha suka padanya tapi tidak berfikir bahwa gadis tersebut akan mendembaknya.

Jujur banyak hal yang menghalangi Putra dan Icha bersama, Putra kadang merasa bersalah karena tidak bisa membalas perasaan Icha, ia bahkan berusaha keras untuk menyukai Icha lebih dari seorang Sahabat tapi rasanya sulit dan kalaupun itu berhasil itu bukan berarti mereka bisa terus bersama bahkan sampai menikah itu adalah sebuah kemustahilan.

Dan sekarang ia menemukan seseorang yang baru, yang anehnya sangat mudah membuatnya tertarik dalam satu kali tatap, apa itu sebuah keajaiban atau takdir tuhan yang indah. Kini Putra mencintai sosok Rose wanita cantik yang begitu menarik di mata Putra tapi itu membuatnya cukup takut kehilangan sahabat sahabatnya dua orang yang membuatnya hidup lebih santai dan membuatnya bisa tersenyum lepas yang memberikan kenangan indah yang sering membuatnya senyum senyum sendiri jika mengingatnya.

Putra kembali teringat saat saat pertemuan mereka di mana Revan dan Icha menyapanya dengan ramah dan langsung bisa membuatnya merasa nyaman, saat saat di mana mereka pergi bermain bersama untuk pertama kalinya bersenang senang seperti remaja remaja lainnya yang jarang Putra rasakan karena ia selalu sibuk bekerja dan belajar setiap harinya.

Sejak ia pindah sekolah dan bertemu dengan Icha dan Revan ia bisa menikmati indahnya hidup dan kebebasan.

"Mau bunuh diri," suara tersebut berhasil mengejutkan Putra dari lamunannya, ia berbalik cepat dan mendapati Revan di sana tidak lama Revan juga ikut menyebrangi pagar besi tersebut dan ikut duduk di sampingnya.

"Tumben lo bolos," ungkap Revan.

"Di kelas lagi ada acara keagamaan," balas Putra, ia cukup kaget Revan masih ingin mengajaknya berbicara seolah tidak terjadi apa apa kemarin.

" Iyakah," Revan sedikit tidak percaya, ia telat ke sekolah karena suatu hal dan karena malas belajar jadi dia langsung keatap saja tapi ia malah menemukan Putra yang termenung.

" hmm ada ustaz siapa gitu mau kasih apa gue juga gak ngerti," Putra menjelaskan lebih rinci.

" Oh gue lupa lo kan Kristen yah," Revan cengengesan, hampir saja ia menceramahi Putra yang bolos hanya karena ada acara keagamaan padahal ia murid yang taat.

" hmm, lo kok gak kek kelas?" Putra bertanya walau sebenarnya tidak begitu mengejutkan bila Revan tidak masuk kelas karena anak itu memang bandel.

"gue atheis," Revan menjawab dengan santai sembari bersedekap dada, Putra tidak peduli dengan jawaban aneh Revan.

"Soal kemarin...," ragu Putra.

"kalo lo mau ngomong sesuatu tentang kemarin mending sama Icha aja," potong Revan malas membicarakan membicarakan hal yang tidak penting soal kemarin yang menurutnya tidak ada hubungannnya dengannya ini masalah anatara Putra dan Icha.

"Tapi..."

" Lo gak ada perasaan apa apa sama Icha?" Revan bertanya serius.

"Gak ada gue cuman nganggep dia adik gue sendiri," Putra menjawan jujur. Putra menatap Revan hingga manik mata mereka bertemu "Lo sendiri?"

NEKROSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang