"BRAKKKK,"
Tubuh Revan terhantam keras ke dinding kamarnnya, Ia meringis sakit di area punggungnya.
"BUKHH,"satu tinjuan keras berhasil mendarat ke perut nya membuat darah segar meluncur dengan bebas dari mulut Revan.
Revan tersenyum miring terlihat mengerikan seperti Iblis tampan yang menakutkan.
"KAMU SENYUM HAHHH,"Bentak seorang lelaki paruh baya yang masih terlihat tampan di usia ke 43 tahunnya
"BUKHHH," Tubuh revan kembali di hantam oleh kursi belajarnya.
"MASIH BISA SENYUM KAMU." bentakan keras yang menggema di seluruh ruangan terdengar kembali.
"BUKKH," Kali ini pria tadi memukul Revan keras dengan tongkat bisbol yang bertengker di ujung ruangan, lalu menarik kerah baju remaja tersebut dan menyuruhnya berdiri.
"BRAKKK," Lagi lagi Revan di lempar kearah pintu dan terhantam keras oleh daun pintu yang sedang dalam posisi tertutup.
"KENAPAAAAAA." Teriak Revan kesal, ia bahkan sudah tidak mampu untuk menangis kesakitan karena amarah.
"Kenapaa," bisik ayahnya ia mengenggam keras dagu Revan.
"KAMU BAHKAN TIDAK PANTAS BERTANYA."
"AKHHHHH," darah segar keluar dari lengan kurus Revan goresan pisau tersebut tidak cukup dalam tapi sangat menyakitkan.
"BUKHHHH."
"BUKHHHHHHH."
"BUKH."
Alex menendang dengan membabi buta, sesekali dia melemparkan sesuatu di sekitarnya ke pada tubuh ringkih Revan.
"MONSTER SEPERTIMU BAHKAN TIDAK BERHAK UNTUK HIDUP." Alex tampak meradang wajahnya sudah nampak lebih merah dari kepiting rebus.
"DASAR GILAA ," ungkap Alex dengan penekanan di setiap kata, syukur nampak nya Alex sudah berniat untuk berhenti dengan berbalik ke arah pintu keluar kamar Revan.
"BRAKKK," Hantaman pintu keras dari Alex yang keluar dari kamar Revan.
Revan menghembuskan nafas kasar, ia terduduk di sudut ruangan dengan pandangan kosong, darah segar yang terus mengucur di tubuhnya ia tidak bersihkan dibiarkan saja seolah tak ada apa apa disana.
"Akhhhh," Putra mengacak acak rambutnya frustasi.
"Dia lebih cocok jadi monsternya," sindir Revan kesal.
"ARGHHHHH," Revan menggeram dan berdiri dari duduknya wajahnya sudah merah padam.
" BRUKKKK," dia memukul dinding kamarnya kencang membuat tangannya sendiri memerah.
"MONSTERRR," kali ini dia berteriak kencang.
"cihh,"
"PRANGG."
Revan meluluh lantah kan semua barang barangnya melemparnya tidak karuan kesana kemari dengan membabi buta, matanya memerah ia bahkan menambah luka di tubuhnya.
"AHHHH."Revan mendudukkan tubuhnya di kasur emmpuknya, tatapannya begitu dingin auranya menghitam terlihat mengerikan dan mematikan tidak ada yang pernah melihat semenakutkan dan semenyedihkan apa sisi lain dari seorang Revan kecuali kedua orang tuanya dan psikiaternya.
"kapan gue bisa nyusul mama?" Tanya Revan ia kemudian menoleh kearah jendela disana ia dapat melihat Ibunya yang sedang berdiri dengan kedua tangan yang melipat di depan dada, wanita cantik tersebut terus tersenyum memandang kearah Revan.
"pergi sekarang gak akan ada gunanya gak bakal ada juga yang nangisin gue kayak bunda, gak ada juga yang bakal berubah, " Ucap Revan sembari menutup matanya dalam dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEKROS
Teen FictionTentang belajar mengikhlaskan, tentang mencintai seseorang, dan tentang meninggalkan dan ditinggalkan. Tentang tiga remaja SMA dan kehidupan mereka yang menggembirakan. cerita ini murni dari hasil pemikiran ku sendiri