BAB 17

36 6 0
                                    


Revan kini tengah terbaring santai di bangkarnya ia baru saja melakukan proses penjahitan pada leher dan juga lenganya yang ternyata juga turut tergores cukup dalam saat kejadian tadi, ia sudah tidak mengalami sakit kepala hebat hanya lemas saja. Revan sudah berada di ruangan tersebut sekitar tiga jam ia sudah terbiasa dengan jahitan sepertinya hal tersebut sudah menajadi bulan bulananya selama ini.

Karena merasa bosan Revan memutuskan untuk keliling sebentar menghilangkan rasa suntuknya, ia pikir selesai lukanya di obati ia akan di biarkan pulang tapi ia malah di suruh untuk bermalam semalam karena Revan tidak ada kepentingan jadi ia memilih untuk menurut saja.

"Oh hari ini ambil hasil cek kesetatan yah," guman Revan saat mengingat yang di ucapka dokter Alif tadi ia pun memutuskan untuk berajalan kearah ruangan dokter Reza namun saat ia sudah sampai, ruangan tersebut terkunci ia kemudian mengirim pesan pada dokter Reza namun hanya menunjukkan centang satu di sana.

Revan mengalihkan pandangannya kesana kemari, pandangannya berhenti pada seseorang yang di bawa dari ruang IGD ia kenal sosok tersebut itu adalah Revan.

"Sakit apaan tuh anak?" gumam Revan ia tidak berniat untuk mendekat ataupun mencari tahu ia hanya menatap dingin sosok yang tengah berada di atas kasur dan menghilang di belokan lorong.

Revan terus menatap ponselnya berharap pesannya di baca namun nihil tidak ada perubahan sedikitpun. Revan mendengus sebal ia kemudian beralih untuk menghibur dirinya dengan membuka dan membalas beberapa pesan dari gadis gadis satu sekolahannya bahkan ada yang diluar sekolahnya juga.

"Revan." suara yang tak asing tersebut tiba tiba terdengar membuat Revan sontak memfokuskan atensinya pada sosok yang memanggilnya tersebut.

"Icha," ucapnya.

"Lo ngapain ada di sini?" tanya Icha Revan linglung sejenak.

"Lo juga ngapain." Ia memilih untuk balik melemparkan pertanyaan Ia masih bingung harus menjawab apa memilih jujur atau bohong seperti yang sudah sudah.

"Putra sakit di rawat di rumah sakit katanya, lo sendiri?" Revan sudah menduga.

"Nih muka gue luka, tangan gue luka, leher gue juga luka lo tau lah abis apa?" jawab Revan berusaha santai itu tidak sulit, apapun yang di jawab oleh Icha maka itu yang akan menjadi kenyataannya.

"Jatoh lagi kan, jatoh dari mana lagi sekarang?"okay jadi ia terluka karena terjatuh itu bukan kebohongan hanya saja ia perlu memikirkan sebab ia terjatuh selain alasan yang sebenarnya. "Biasalah badboy, tadi abis balapan liar terus jatoh tapi gak parah parah banget kok cuman di jait leher gue nih," tutur Revan ia menunjuk lehernya untuk memperlihatkan lehernya yang masih terperban.

"ck, malah sombong lagi, udah gue males ngeladenin orang kayak lo," ucap Icha kemudian berjalan pergi mengarah ke kamar rawat Putra, Revan yang melihat itu memilih ikut ia urungkan niatnya tadi lagi pula sang dokter sedang tidak ada di tempat dan Revan malas menunggu.

"Ikut," ungkap Revan, Icha tak peduli ia membiarkan Revan mengekor di belakangnya.

Revan menatap sekeliling sebelumnya ia belum sempat untuk mengamati ruang dari dokter Alif tersebut , setelah mengunjungi Putra ia langsung menuju ke ruangan dokter Alif.

"Ini hasilnya." Ucapan dokter Alif tersebut membuat Revan memusatkan perhatiannya pada kertas yang ada di atas meja, Revan tiba tiba merasa gugup padahal sebelumnya ia baik baik saja.

NEKROSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang