26. Merasa Bahagia

34.1K 4K 309
                                    

JANGAN LUPA VOTE.

JANGAN LUPA VOTE

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

===

Menjelang matahari terbit ini dari lantai paling atas asramanya, Afifah mengedarkan pandangan ke setiap penjuru pondok yang bisa dijangkau mata tuk menyegarkan kembali pikirannya yang kalut sebab terus mendapatkan musibah berurutan. Entah lah, ini bisa dikatakan musibah atau bukan, tapi masalah-masalah tak dapat teratasinya diawali setelah menikah dengan Gus Amar.

"Ya Allah," Helaan napas panjang keluar dari mulutnya sambil mendongak menatap hamparan langit luas yang berwarna indah khas pagi hari. "Fifah udah nggak kuat lagi, pingin nenangin diri bentaaar aja. Terlalu banyak masalah yang belum bisa Fifah atasi sendiri namun datang terus-terusan,"

Perasaannya sekarang dalam kondisi buruk mendekati rusak. Ia membutuhkan hiburan dan liburan disaat yang tak tepat ini. Tapi ketika ingat jika 2 hari lagi para santri sudah akan kembali ke pondok, sempat berpikir sejenak, daripada membuat diri sendiri gila akhirnya Afifah memutuskan healing ke satu-satunya pantai yang paling indah namun jaraknya bukan main jauhnya dari pondok ini. Namun tak apa.

Uang yang akan dibawa ke sana pun tak banyak, karena koper di mana ia menyimpan beberapa juta di dalamnya hilang tanpa jejak. Hari ini ia akan menghandalkan uang yang tersimpan di tas kecilnya saja. Baju yang akan dibawa pun hanya yang hoodie milik Gus Amar ini, kurangnya pakaian nanti akan dibeli di sana.

Dengan tekat yang sudah kuat nan bulat, Afifah akhirnya mulai bersiap-siap dulu sebelum nanti berangkat dengan bus antar kota dan akan pulang besok paginya, persetan tidur di jalanan. Selama tidak ada gangguan bukanlah masalah besar.

"Fifah bukan mau kabur dari masalah, Ya Allah. Tapi Fifah kayaknya benar-benar bakal gila kalo gak jalan-jalan."

~~~

Gus Amar duduk di karpet depan kamarnya sambil membaca dzikir sebagai bentuk aktivitas baiknya dalam mengawali pagi yang segar ini, setelah bumi diguyur hujan deras tadi malam. Rencana pertamanya hari ini adalah pergi melihat lokasi calon rumahnya yang akan mulai dikerjakan besok oleh tukang asli dan kakang pondok.

Ukuran rumahnya juga akan sangat besar jika telah selesai besok, sebab selain ingin memberi tempat-tempat menarik agar istrinya betah di rumah, ia juga kelak akan sedikit merepotkan rahim gadis itu sebab telah yakin akan mempunyai banyak anak.

Perasaan kesal, marah, dan kecewanya pada Afifah saat ini mulai mereda, karena tak mungkin juga ia merasakan hal yang hanya akan menyerap banyak energi negatif dalam jangkau waktu yang lama pada dia yang positif menemani hingga akhir hayat. Namun jujur, rasa cemburu pada Ibrahim yang mendapatkan pengakuan cinta dari gadis itu terus saja meningkat. Tentu ia tak ikhlas orang yang dicintai malah mencinta orang lain.

"Bocah gak ada hati, dipikir gak sakit apa digituin," gerutunya sambil membogem pelan karpet di samping pahanya.

"Cinta sih cinta, tapi pikirin perasaanku juga dong kalo dengar kayak gitu. Mau balas dendam yang kayak gitu, tapi dia mau-mau aja buat dipoligami. Ish, susah kalo gini mah," keluhnya sambil berdiri dan kemudian turun untuk memeriksa jika siapa tahu saja pagi ini Afifah sudah di ndalem entah untuk keperluan apapun itu.

Ning Kecilku √ (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang