24. Hampir Kecolongan

41K 4.7K 548
                                    

⚠️ PART agak BERBAHAYA⚠️

‼️VOTE DULU BARU KOMEN‼️

‼️VOTE DULU BARU KOMEN‼️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

===

Malam ini setelah selesai shalat Isya, Gus Amar pergi ke asrama putri sembari menutupi wajahnya dengan sorban yang ia lilitkan ke setengah kepala untuk menjemput Afifah. Mulai malam ini, mereka akan tinggal bersama di ndalem. Selain karena kamar bocah itu pasti sepi, ia juga mulai butuh teman tidur.

Kecil kemungkinan gadis itu akan menolak perintahnya, sebab di sini adalah daerah kekuasaan entah sebagai anak pengasuh ataupun suami.

Semantara itu Afifah sendiri yang saat ini tengah kesepian karena tak memiliki kawan di kamar dan benda yang bisa dimainkan seperti ponsel mbak-mbak, memilih segera tidur walau matanya sangat sulit memejam sebab merinding mendengar hembusan angin bertiup kencang di luar sana ditambah ia tidur hanya di kasur lantai.

"Ya Allah sepi banget," gumamnya bersedih hati sebab banyak dari mbak asrama sini pindah ke asrama lain.

Mempunyai keinginan pindah juga, tapi orang seumurannya pulang semua. Ia pun tak cocok ngobrol dengan orang yang lebih tua 5 tahun sampai seterusnya, was-was andai tak sengaja berkata dan berkelakuan buruk.

Afifah yang mulai tak tahan dengan situasi ini memilih beranjak menuju kopernya untuk mencari makanan yang akan dilahap sambil membaca buku terjemahan milik Abinya tentang Hari Pembalasan yang isinya seputar kematian – alam akhirat.

Setelah buku tadi berada di tangannya, Afifah kembali ke tempat tidur dan menutup diri dengan selimut dan membacanya di remang-remang pencahayaan.

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.

Saat membaca arti dari surat Ali Imran:185 itu, kedua bibir Afifah ditarik ke bawah.

"Ya Allah, Fifah sedih. Fifah tau kok kalo Gusti Allah sangat baik, tapi Fifah juga tau kalo para malaikat nggak pernah membangkang perintahnya Gusti Allah," ucapnya meresapi bacaannya.

"Nanti kalo Fifah mati tolong bantu Fifah jawab pertanyaan-pertanyaan malaikat kubur ya? Dosa Fifah banyak, tapi cintanya Gusti Allah lebih besar. Huuua! Fifah sayang Gusti Allah, Fifah juga cinta Gusti Allah!" Ujung-ujungnya ia meneteskan air mata bahagia telah diberi nikmat islam saat terbawa perasaaan haru akan isi buku tadi.

Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.

Afifah melanjutkan membaca arti dari surat Al-Araf:34 ketika menyambung bacaanya.

"Sebenarnya Fifah pingin mati sebelum Almasih Dajjal muncul, takutnya Fifah nggak kuat sama fitnah makhluk itu, hiks. Tapi Fifah juga takut disiksa malaikat kubur, pahala Fifah masih belum banyak soalnya, hiks, hiks," lirihnya bertambah sedih sambil memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

Ning Kecilku √ (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang