33. Masalah Sepele

25.7K 3.4K 544
                                    

VOTE DAN KOMEN

HEY TADI KAN AKU ADA POST MASALAH PLAGIAT, ITU TUH BUKAN PLAGIAT CERITA INI. TAPI CERITA LAIN, TAPI JUGA JANGAN KALIAN CARI DEH YA, SOALNYA AKU UDAH URUS DIA HEHEHE.

===

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

===

Di dapur ndalem Jumat pagi menjelang siang ini Afifah tengah mengambil sepiring makanan untuk suaminya dengan ayam goreng, nasi putih, dan sayur sup sebagai menunya. Tak banyak yang diambil, karena kata Gus Amar sendiri ia tidak begitu suka untuk makan selain memakannya.

Menurut Afifah orang yang tak suka makan itu aneh, makanan adalah pengembali mood terbaik diantara yang terbaik. Sekali menggigit saja mampu menghilangkan sedikit kepenatan badan maupun batin. Namun resiko karena hal itu pasti ada, berat badan bertambah contohnya.

Segala sesuatu yang berlebihan memang buruk, namun tak berlaku bagi cintanya Gus Amar pada Afifah. Semakin jatuh cinta semakin membuat dunia tak berarti apapun di matanya, mungkin.

"Jadi Ning kayaknya enak deh. Apa-apa bisa. Makan duluan pun bisa. Ck, gak ada yang larang pula,"

Afifah merasa tersindir akan ucapan seorang objek di dekatnya. Ada Intan yang sedang makan pisang di sana tanpa teman. Tak mau menggubris karena orang iklhas enggan mengurusi hal sedemikian rupa, sesudah piring terisi ia pergi ke kamar Gus Amar membawa nampan besar.

Bukan hanya ada piring makanan berat saja di atasnya, ada juga air putih, dan beberapa jenis gorengan.

"Ning kok sombong." julid Intan ditambah tatapan merendahkannya.

"Santri kok berani lawan Ning, gak sopan!" balas Afifah pada akhirnya.

Intan geram dan mau membalas lebih kejam ucapan Afifah dengan apa yang tersimpan dalam hatinya, tapi karena sadar akan status, dirinya tertahan tak bisa melakukan apapun.

Afifah terus berjalan ke arah pintu, tetapi baru saat mendekati sana kakinya dibuat berhenti tiba-tiba ketika melihat Ibrahim datang dan akan masuk membawa sekresek lombok.

Senyum pria itu dan anggukan pelan menyapanya terlebih dahulu. "Monggo, Ning," Ibrahim sedikit menyingkir untuk memberi jalan Afifah agar keluar duluan.

"Kang Ibrahim dulu," ujar Afifah sambil menyingkir juga.

"Oh nggak, Ningnya dulu,"

Ibrahim tak mau bersikap buruk dengan mendahului jalan yang akan dilalui istri Gusnya. Sementara Afifah tak mau badannya yang tersemprot parfum karena sebentar lagi akan pergi tercium Indra penciuman kekasih hatinya.

Afifah menahan senyumnya. "Udah sampean dulu, Tinggal lewat aja loh,"

Ibrahim juga menahan senyumnya sambil mundur dan juga menundukkan kepala. "Monggo Ning." keukehnya yang enggan mendahului.

Ning Kecilku √ (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang