15. Keterkejutan

37.7K 4.7K 278
                                    

VOTE DULU 🥺

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

VOTE DULU 🥺

===

"Sampean sama keluarga ndalem kok bisa deket banget sih, Pi. Mana pulangnya di anterin Gus Amar lagi, kan jadi iri aku," ucap Amin saat ia dan Afifah tengah berjalan menuju ndalem membawa barangnya masing-masing.

Afifah mengedikan bahu. Ia tak mau membanggakan hal itu setelah apa yang Gus Amar lakukan padanya. Menyakitkan!

"Perjalanan memakan waktu berapa jam Pi sampai ke rumah sampean?" tanya Amin mengganti topik pembicaraan yang tak Afifah tanggapi jelas.

"Kurang lebih 4 jam."

Amin menurunkan rendah ujung bibirnya.  Sangat menyedihkan hanya menghabiskan waktu sesingkat itu bersama Gus Amar yang pantasnya diajak hidup bersama.  "Nanti diarahin ke jalan yang seringnya macet ya, Pi? Biar bisa lama-lama sama Beliau,"

Afifah menempelkan jari telunjuknya ke bibir untuk bersiut. "Sttt." Ia sudah bosan mendengarkan Amin berbicara myangkutkan pria itu lagi, lagi, dan lagi.

Amin melengos kesal karena menyadari jika akhir-akhir ini Afifah tak lagi tertarik mengobrol dengannya tentang pria yang ia cintai itu. Ia tentu terikat kesalahpahaman pada temannya yang sayangnya tak pernah mau buka mulut untuk memberitahunya alasan bersikap seperti itu.

"Pipi berubah." Dumelnya sambil menatap lurus ke depan lagi dan langsung di suguhkan dengan sebuah mobil yang baru melintas pelan.

~~~

Di dalam mobil sendiri saat ini Gus Amar tengah memperhatikan ke luar kaca yang ada istrinya dan perempuan yang pernah mengganggu rencananya pada malam ia sakit itu. Dengan perasaan kesal, Gus Amar lantas menggebrak stang dengan sisi lengannya, disambung helaan napas kasar, dan diakhiri decakan dari mulutnya.

"Oih Ya Allah, gak mungkin kan kalo dia mau ganggu waktu mesraku dengan Ningnya lagi," ucapnya tanpa henti memperhatikan 2 insan yang terus berjalan mendekati mobilnya.

Ketika mereka berdua sudah sangat dekat jaraknya, Gus Amar menundukan matanya sejenak ke kursi sampingnya yang tergeletak kado ulang tahun yang belum sempat ia berikan pada pemilik aslinya.

Ia kemudian sedikit memutar badan guna menatap kembali kaca di depannya, perasaannya saat ini sudah sangat bad mood hingga 1% dan sisanya love mood pada Afifah yang hanya dia satu-satunya bocah cilik yang mampu membuatnya tergoda. 

Tok, tok, tok ....

Ketukan pada jendela oleh Amin terdengar di telinga Gus Amar, pria itu dari dalam pun menyuruh mereka segera masuk.

"Kardus kamu bawa sini Pi, biar aku taruh di belakang," ucap Amin sambil meletakkan barang-barangnya ke kursi yang selama di perjalanan nanti akan selalu kosong, mungkin.

Ning Kecilku √ (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang