35. Perlahan Pulih

23.9K 3.4K 516
                                    

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YA!

===

Gus Amar menatap sengit ke arah brankar Afifah yang sejak wanita itu dipindahkan ke ruang pemulihan beberapa jam lalu sampai mendekati tengah malam ini tak kunjung sepi juga sekeliling dia dari banyak orang, entah keluarga dekat maupun tamu yang s...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gus Amar menatap sengit ke arah brankar Afifah yang sejak wanita itu dipindahkan ke ruang pemulihan beberapa jam lalu sampai mendekati tengah malam ini tak kunjung sepi juga sekeliling dia dari banyak orang, entah keluarga dekat maupun tamu yang sekedar menjenguk.

Ia sama sekali tak mendapat kesempatan berdekatan dengan istri sendiri. Ingin mengusir mereka semua tapi tidak punya mental seberani itu. Tapi untungnya, ketika keinginan ini baru terbersit di hati, satu persatu penjenguk mulai pamit undur diri. Kasian kata mereka jika terlalu lama sampai menganggu waktu tidur pasien.

Syukur Alhamdulillah mereka semua paham, pikir Gus Amar sedikit mengurang rasa jengkelnya.

"Afifah bisa dibawa pulang kapan, Gus?" tanya Gus Zain yang masih berada di sini bersama Ning Elsa dari tadi pagi.

Sebelumnya bersama keluarga besar, hanya saja Ummah dan Abi Utsman telah dia antar kembali ke Albasyari setelah habis Maghrib tadi untuk menginap di sana malam ini, sebab lubuk hati terdalam tak mungkin tega membiarkan kedua orangtuanya menghirup aroma rumah sakit semalam suntuk.

Rencananya memang malam ini ia dan Ning Elsa secara khusus akan menemani sang adik hingga datang pagi nanti sebagai bentuk hadiah atas perjuangan wanita itu untuk sadar kembali dari koma yang terjadi lebih dari seminggu di ruang ICU.

"Tiga hari lagi, insyaallah."

"Alhamdulillah."

Tentang kecelakaan itu, keluarga ndalem selamanya takkan bisa menyalahkan dan menyebut Afifah sebagai pembunuh, karena tak mungkin juga wanita itu mau bunuh diri.

Lagi, mereka semua telah mencoba menerima takdir ini dengan lapang dada walau diawal-awal terasa berat. Namun dikarenakan adanya ilmu dan cahaya agama di hati mereka, mereka berani mengambil sikap sedemikian rupa.

Santri-santri pun banyak yang turut berduka cita, namun memfitnah Afifah begitu saja tak mungkin sampai seberani itu. Bukan hanya karena status wanita itu lebih tinggi, tapi di mana-mana korban tak bisa disalahkan mentah-mentah.

"Gimana Fah rasanya kecelakaan? Enak? Candu? Nikmat?" tanya Ning Elsa seraya menyentil pelan lengan adiknya yang tertimpa musibah mengerikan itu sampai merenggut nyawa orang. "Kebut-kebutan ya pasti kemarin tuh?"

Afifah mengigit bibir dalamnya sambil menundukkan pandangan. Takut berkata iya, karena ia juga salah saat berkendara.

"Jangan buat istriku mikir berat dulu, Ning!" sahut Gus Amar tak terima walau yang diperingati saudari kandung istrinya. Tapi jika mbak ipar itu tak bisa mengontrol mulut, ia juga bisa marah.

Ning Kecilku √ (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang