Embun 01

9.6K 560 26
                                    

Buja Putranto. Dia adalah si pengangguran—yang baru saja lulus dari bangku sekolah menengah atas. Pengangguran? Betul, dia adalah seorang pengangguran sejati. Di saat orang lain berbondong-bondong melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu perguruan tinggi. Dia cuma rebahan saja di rumah sambil bermain gadget. Seperti itu saja setiap hari. Siapa bilang Buja tidak ingin belajar di perguruan tinggi? Huh, tentu saja dia ingin. Tapi, apa mau dikata?

Jangan demi keegoisan diri sendiri malah membuat kedua orang tua pusing tujuh keliling. Terlebih sampai harus menjual rumah. Begini-begini Buja juga masih mempunyai hati nurani. Buja begitu bersemangat membersihkan kandang sapi milik Bu Unifah. Satu per satu kandang ia bersihkan dari sisa-sisa pakan—yang tercecer di lantai—pun kotoran sapi yang menumpuk. “Gue pengen deh jadi orang kaya. Tapi, rebahan aja gitu nggak usah kerja. Bisa nggak, sih?“ gumam Buja mengeluh.

“Buja! Buja!“ seru Bu Unifah. Beliau tiba-tiba menghampiri Buja. Buja pun menoleh sembari memegang alat pengerukan. Buja heran mengapa Bu Unifah terlihat ngos-ngosan. “Lamaran! Lamaran!“ ucap Bu Unifah misterius. Buja menyipitkan mata. Lamaran? Dih, paan, sih? Siapa coba yang lamaran ampe segitunya?, batin Buja. “Sabar~ Tarik nafas dalam-dalam, abis itu hembuskan, ok?“ ucap Buja. Bu Unifah pun mengikuti apa yang diinstruksikan oleh Buja. Huft, Bu Unifah menghela nafas.

“Buja, cepetan kamu pulang sekarang,“ ucap Bu Unifah. “Hah? Pulang? Ini masih belum rampung,“ sahut Buja sembari mengeruk sisa-sisa pakan dalam kandang. “Udah biarin aja. Intinya kamu harus pulang sekarang, Buja,“ ucap Bu Unifah mendorong tubuh Buja perlahan agar keluar dari area kandang sekarang. “Tu-tunggu dulu, Bu. Ini maksudnya apa coba? Lamaran? Siapa yang lamaran? Trus hubungannya sama aku apa?“ cerca Buja.

Bu Unifah pun menghela nafas, lalu menatap Buja dengan tatapan serius. Kenapa perasaan Buja jadi tidak enak, ya? “Kamu dilamar orang. Cepetan pulang!“ sahut Bu Unifah. Hah? Gu-gue dilamar? Si-siapa? Cewek mana? Orang mana? Good looking ato kagak? Dompet tebel ato kagak?, batin Buja. Ia pun langsung cepat-cepat pulang; penasaran siapa gerangan orang yang akan melamar dirinya. Jangan ampe bad looking deh, gue mau memperbaiki keturunan, fix no debat, batin Buja.

Beberapa saat kemudian; Buja pun tiba di rumah. Dua pasang mata nan asing itu pun menoleh ke arah pintu, melihat Buja masih berpenampilan begitu kotor dan lusuh. “Buja? Cepetan ganti baju dulu,“ ucap Utami sang ibu. Buja cengo. Ia bingung ke mana calon mempelai wanitanya? Kenapa cuma ada dua orang tua saja di sini?, batin Buja. “Iya, ma,“ sahut Buja. Buja pun membungkuk sedikit, saat melewati mereka para orang tua. Tentu saja ini adalah bagian dari sopan dan santun.

Setelah selesai ganti baju. Buja pun duduk di antara mereka. Utami memperkenalkan sepasang suami istri itu kepada Buja. “Buja, kenalin, beliau ini Bu Jamilah, dan ini Pak Hengki,“ ucap Utami. Buja pun m e n c i u m tangan Hengki dan Jamilah bergantian. “Buja, pak, bu,“ ucap Buja. Buja penasaran siapa gerangan calon istri masa depannya nanti? Hm, kalo dilihat dari ortunya sih, keknya dia cantik begete, seblas duablas lah kek artis korea, batin Buja.

“Buja, maaf kalo om sama tante dateng ke rumah kamu tiba-tiba. Begini, anak om, dia suka sama kamu setelah dia nggak sengaja liat foto kamu pas lulusan. Dan om juga minta maaf, dia kekeh mau nikah sama kamu, dan kamu harus nerima dia entah kamu suka ato nggak,“ ucap Hengki. Buja mendadak jadi panas dingin. Jangan bilang calon istri gue giginya sumbing? Item, dekil, pendek, diih, malu-maluin aja, batin Buja.

“Uhm, bisa tolong kasih liat fotonya nggak om?“ ucap Buja. Hengki dan Jamilah pun saling berpandangan satu sama lain. Sedangkan Utami dan Ghufron diam membisu. “Ini foto anak om,“ ucap Hengki semabari menunjukkan foto sang anak. Buja begitu antusias. Tapi, sejurus kemudian, semua apa yang ia bayangkan pun terhempas seketika. Co-cowok?, batin Buja. Ia melihat foto seorang pria berkulit hitam manis—pun tersenyum manis. Pria itu mengenakan stelan jas biru gelap—pun terdapat pin emas di bagian kerah. Dia terlihat sangat berwibawa. Tunggu dulu. Ja-jangan bilang ka-kalo gue bakalan dinikahin ama co-cowok?, batin Buja melongo dengan mulut menganga lebar.

Embun [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang