“Jujur gue jatuh cinta sama Satria. Kita yang baca aja bakalan mikir kalo si Buja tuh kekanak-kanakan banget, tapi Satria tuh beda. Dia ngeliat seseorang dari perspektif lain. Pandangan dia ke orang lain tuh nggak ngerendahin kita gitu loh!“
***
Jatuh cinta? Dari manakah asalnya perasaan itu? Dia dinanti juga dipuji. Buja heran bagaimanakah perasaan itu dapat hinggap di hati nan rapuh ini? Buja termenung. Bagaimanakah caranya agar ia dapat mengendalikan perasaan—yang senantiasa menguasai hampir seluruh daratan sanubarinya? Jatuh cinta ternyata tak semudah yang dikira. Jenis perasaan yang dapat meluluhlantakkan kemuatan piramida dalam diri, lalu berganti dengan egoisme—yang menuntut hak milik agar apa yang ia miliki tak dapat disentuh oleh siapa pun.
Setiap kali berada di dekatnya bak berjuta-juta kupu-kupu memenuhi hati dan pikirannya. Bilamana ia tak ada kabar setiap kali terlambat pulang ke rumah—pun tak segan-segan untuk selalu menghubunginya kapan pun dan di mana pun. Tak perduli jikalau tengah rapat sekali pun. Buja pasti kan tetap menghubunginya tanpa tapi; merengek agar sosoknya segera pulang tuk temani kesendiriannya di rumah nan sepi. Buja memandang lantai keramik—yang memantulkan akaranya di sana, meski tak begitu jelas. Buja bermonolog mempertanyakan perasaannya yang sudah demikian jatuh ke dalam jeratnya.
Decitan pintu terbuka pun menarik perhatian ia sehingga ia pun seketika menoleh. Sungguh tak terasa satu jam sudah ia berada di ruangan ini sendiri; berdiam diri tuk memikirkan keanehan-keanehan yang terjadi pada dirinya akhir-akhir ini. “Buja?“ Satria pun memanggil namanya. Satria pun menghampirinya—yang berdiri di depan jendela, lalu berkata, “Mas masih belum dapet ijin buat cium bibir kamu, kan?“. Satria berkata demikian, sebab selama ini ia selalu meminta ijin terlebih dahulu kepada Buja setiap kali ingin bercumbu mesra walaupun hanya sekedar mengecup bibirnya saja.
“Apa mas juga ngerasain hal yang sama pas mas lagi jatuh cinta?“
Satria pun mengangguk.
“Itulah alesan terbesar mas buat cepet-cepet nikahin kamu, Buja.“
Satria berusaha menyembunyikan rasa takut ia sebaik mungkin. Takut akan tumbuhnya rasa benci di hatinya. Buja seakan telah kehilangan kata-kata. Perasaan jatuh cinta yang ia rasa ini sungguh adalah pertama kali ia rasa. Buja tak terbiasa akan bara api cemburu di genggaman tangannya—yang panasnya pun menjalar sampai ke hati. Buja bimbang. Buja takut. “Kalo kamu mau kebebasan mas bakalan kasih kamu kebebasan itu, tapi maaf mas nggak bisa—“ ucap Satria. Satria terkejut setelah bibir ia dicium oleh Buja. Tidak! Buja tak hanya sekedar mencium, tetapi juga melumatnya, meskipun pelan!
“Gue ga tau kenapa gue pengen lebih dari ini. Gue ga bisa buka mata gue. Gue takut.. Tapi gue juga ga bisa ngendaliin diri gue lagi—ummhh,“ batinnya.
Buja meletakkan tangannya di dada suaminya, lalu naik ke pundak perlahan-lahan hingga kedua tangannya pun ia kalungkan di leher bak ulat uang merayap. Buja dapat merasakan bagaimana sentuhan nan lembut itu menggerayangi punggungnya di balik baju yang ia kenakan. Satria pun mengangkat tubuhnya hingga Buja pun otomatis melingkarkan kedua kakinya di pinggul Satria, sedangkan Satria menggunakan kedua tangannya untuk menahan tubuh Buja. Satria pun bergerak menuju sofa sambil memagut bibirnya. Buja tak mengerti. Sungguh tak mengerti mengapa kedua tangannya refleks menjambak rambut Satria ketika Satria mencium lehernya.
“Ummh,“ gumam Buja.
Setelah ia rebahkan tubuh sang istri di sofa—pun ia angkat bajunya ke atas, lalu ia ciumi pusarnya yang indah. Buja memejamkan matanya. Buja enggan tuk membuka mata barang sedikit pun. Buja hanya dapat merasakan bibirnya yang basah karna air liurnya—pun menjamah daksanya hingga lidahnya pun bermain-main di dua biji ketumbar miliknya. Tubuh ia memanas. Namun, ucapan Satria setelahnya seakan membuat imajinasinya seketika runtuh. Buja tak mampu melukiskan dengan kata-kata, namun satu hal yang ia tau, bahwa tubuhnya seakan-akan terbakar emosi, sebab cumbuannya tiba-tiba terhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Embun [BL]
RomanceBercerita tentang sebuah pernikahan tiba-tiba dan tidak pernah bertemu sebelumnya. Tapi, malah bertemu untuk pertama kali di pernikahan sendiri.