Embun 22

854 75 20
                                    

Tetesan embun yang menetes di sela-sela bulu matanya—pun membuat ia refleks mengedipkan mata. Di tangan kanan ia terdapat satu buah gembor untuk menyiram tanaman. Iqbal pun masih bergelut dengan pikiran ia sendiri tentangnya, Fadhli. Tiba-tiba hp ia berdering. Ternyata Dirga lah yang mengirimi ia pesan setelah ia memeriksa daftar pesan yang masuk. Dirga memberitahu, bahwa ia sudah mendapatkan informasi berkaitan dengan nomor hp Fadhli yang langsung ia kirimkan saat ini jua padanya. Iqbal menatap layar hp ia lama sekali. Sebelas angka miliknya yang dinanti membuat ia berpikir ulang tuk menghubungi Fadhli secara langsung.

Iqbal pun meletakkan gembor di tangannya di sudut teras rumah. Lalu, ia pun segera bergegas untuk menghadiri acara pertemuan antara dirinya dan para penggemar di salah satu pusat perbelanjaan—yang menggemari novel-novel romansa karangannya yang telah terbit, dan terjual lebih dari tujuh ribu copy sejak hari pertama diluncurkan. Iqbal pun mengurungkan niatnya tuk menghubungi Fadhli.

Embun ialah uap air yang berasal dari gas, lalu berubah menjadi zat cair, kan? Dia bersembunyi di sela-sela beningnya kaca—juga kadang dinodai oleh buramnya debu. Dia juga berada di balik daun nan hijau; berlindung di balik hijaunya yang setiap pagi berbenah diri untuk menyerap energi dan cahaya mentari. Dia, Iqbal bagaikan tetesan embun. Tak sedikit pun niat di hati menampakkan diri ke permukaan jika bukan parna situasi—yang mengharuskannya bertatap muka langsung dengan orang-orang yang telah setia menunggu karyanya hingga membeli beribu-ribu eksemplar.

Iqbal pun membalikkan tangannya sebelum ia naik ke atas panggung. Lalu, ia tatap tapak tangannya yang kemerah-merahan itu lamat-lamat. Perasaan haru dalam hatinya tak terhindarkan lagi. Ibarat kembang api yang meletus-letus di langit-langit angkasa hatinya. Iqbal tak dapat menyembunyikan rasa bahagianya seraya menggenggam tangannya. “Hari ini jujur hari yang menurut aku spesial pake banget! Karna hari ini kita bakalan kedatangan penulis tiga serial novel yang kece abis. Kalo anak abg jaman sekarang bilang mah novelnya bikin baper! Bikin meleyot gilaaaaa!!!! Daaaan mari kita sambut, ini dia, Iqbal Santoso!“ ucap si pembawa acara meminta Iqbal agar segera naik ke atas panggung.

“Dia...penulis novel??“ gumam seseorang.

Dunia seakan berhenti tuk berputar sejenak; di mana waktu juga ikut berhenti. Fadhli lah pecinta di antara salah satu para pecinta yang memuja-muja ia akan karya-karyanya. Di setiap malam yang sunyi tak lupa berjam-jam ia duduk di atas ranjang; bersandar di headboard sambil membaca bupu novel karya Iqbal. S.  Tak ia sangka jika tiga novel favoritnya itu merupakan karya dari orang yang ia benci—atau mungkin ia sukai tanpa ia sadari?

Fadhli berharap semua ini hanyalah mimpinya yang abu karna kebenciannya yang menggebu. Fadhli berusaha keras untuk mengindahkan segala macam bentuk pikirannya—yang terus berkata pada sanubari ia, bahwa apa yang dilihat sekarang ini memanglah kenyataan. “Fadhli Utomo?“ seru si pembawa acara. Iqbal pun menoleh seketika. Iqbal tak kalah terkejutnya dari Fadhli. “Fadhli Utomo??“ panggil si pembawa acara itu lagi. Fadhli seolah-olah tuli—padahal ia memiliki pendengaran yang baik. Dua raga yang membiarkan sepasang mata mereka saling bertemu—pun menyelami perasaan mereka masing-masing.

Fadhli pun membiarkan tunggul ia yang terasa menginjak hamparan kapas melangkah, meskipun ia sendiri perih mengetahui fakta ini hari ini. Fadhli tak dapat menyembunyikan perasaannya di depan Iqbal. Fadhli amat sangat kecewa. Sungguh kecewa. Fadhli merasa jikalau dirinya telah menggemari orang yang salah. “Tanggal lahir?“ tanta Iqbal. Fadhli malah terdiam; membeku di tempat ia berdiri. “7 Januari 2002,“ sahut Fadhli kemudian. Fadhli tak sudi menatap kedua mata Iqbal yang di mana ia menganggap Iqbal sebagai seorang pembual yang handal. Iqbal telah menipu! Bodoh! Fadhli hampir saja menitikkan air mata! Dengan cepat ia pun mengusap pelupuk matanya. Hal itu pun mengundang tanpa di benak Iqbal. Kenapa pemuda di hadapan ia saat ini matanya begitu berkaca-kaca hingga membuat bendungan di lembah yang pahit itu membasahi sudut matanya?

Embun [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang