Satria pandangi sang istri dari jauh. Saat pertama kali berjumpa, malah langsung menjadi sepasang suami dan istri. Sungguh membuat d a d a ini berdebar-debar. Hidup bahagia itu sederhana. Cukup didampingi oleh pasangan hidup setiap hari, dan tidur di ranjang yang sama. Eh? Tapi, aku sama Buja kan tidur di kamar terpisah? Hehe, batin Satria. Dia terlihat tenang bersama hp di tangan. Entah apa yang sedang ia lihat di sosial media. Diam-diam dia juga menjepret deretan makanan itu.
“Buja?“ seru Satria. Buja terkejut. Ia pun langsung menonaktifkan kamera, dan menoleh pada Satria. “I-iya mas? Eh—om?“ gumam Buja sampai salah memanggil Satria dari panggilan mas, dan kembali menjadi om seperti biasa. Satria m e n g u l u m senyum, lalu mengusap pucuk kepala Buja gemas. “Panggil mas aja nggak papa~“ goda Satria. Duh, paan sih O-om Satria ini? Uh, resein banget, deh, batin Buja. Pipi Buja merona. Dia tersipu malu. Suami sendiri menggoda diri ini. Istri mana yang tidak tersipu?
Saat acara santap sore itu berlangsung. Tiada sepatah kata pun keluar dari bibir. Buja terus bertanya-tanya, kenapa suasana saat berada di meja makan begitu sepi. Jujur ia amat sangat penasaran selama beberapa hari ini. “Uhm, om—“ gumam Buja. “Selesein dulu makannya, baru ngobrol,“ ucap Satria tegas. Seriusan banget ini orang? Huh, batin Buja. Setelah selesai makan dan mencuci piring. Buja menghampiri Satria—yang sedang bersantai di ruang tengah sambil membaca buku. Ia pun juga duduk di sebelah Satria.
Padahal di luar sana, mungkin ada ribuan cewek mengantri, tapi kenapa dia malah menikahi Buja? Buja terus menatap Satria sampai mengerutkan alis. “Hm? Kenapa liatin om mulu? Emang ada sesuatu ato remah-remah makanan gitu?“ ucap Satria. Buja pun membuang muka. “Err ng-nggak, nggak kenapa-napa, cuma penasaran aja,“ sahut Buja. Satria pun menaruh buku itu di atas meja sembari melepas kacamata. Ia tatap sang istri lamat-lamat. “Maaf, om udah cuekin kamu,“ ucap Satria meminta maaf. Terdengar sangat tulus sekali. Satria merasa dirinya telah mengabaikan sang istri. Itulah mengapa ia langsung meminta maaf kepada Buja.
“Nggak papa kok, om boleh lanjut baca bukunya, lagian aku juga nggak ngerasa om cuekin aku kok,“
“Tapi, om ngerasanya kek gitu, Buja,“
“Serius om~“
“Om juga serius, sayang,“
Sepasang suami istri itu pun saling bertatapan satu sama lain; mencurahkan isi hati masing-masing melalui tatapan-tatapan cinta nan penuh makna. Sebuah rasa penuh asa. Bagai hujan membasahi bumi. Bagai bunga bermekaran di musim semi. Bagai salju memenuhi suatu negeri. Semua rasa itu memenuhi isi hati. Lihat betapa polos dan tampan sang istri. Huft, tahan Satria tahan. Buja belum sepenuhnya ngasih hati dan diri dia ke kamu, batin Satria terus merapalkan kalimat itu di dalam hati.
Silau? Benar, betapa silau mata hati dan raga ini akan sebuah cinta dan ketulusan yang ia dapat; membuat seluruh tubuh ini seolah bergetar mengikuti irama jantung—yang akan selalu bergetar tiap kali berdekatan dengan sang pemuja cinta. Tangan itu mengusap lembut dua pipi Buja. Sentuhan-sentuhan tangan Satria membuat Buja menghangat. Buja genggam tangan sang suami. Sangat kuat dan kokoh. “Om, kenapa om bisa yakin sama perasaan om sendiri, dan nikahin aku? Padahal om sama aku kan nggak pernah ketemu sama sekali sebelumnya? Maaf, ini udah ke sekian kalinya aku nanya kek gini ke om,“ ucap Buja sekaligus bertanya.
“Om c i u m kamu dulu, ya? Baru om jawab? Boleh?“ ucap Satria meminta ijin. C i u m? Bagaimana kalau aku terhanyut lagi? Uh, apalagi ampe ngeluarin suara-suara aneh?, batin Buja ragu-ragu. Satria pun tersenyum. Tiada niatan di hati tuk memaksa kehendak sendiri pada sang istri. Satria cuma bisa bersabar. Ia tau suatu saat kesabaran itu akan berbuah manis. Ingatlah satu pepatah, kamu akan menuai apa yang kamu tuai. Benar, kan? “Udah, nggak papa. Kamu istirahat aja ke kamar. Kita ngobrol lagi besok, ok?“ ucap Satria.
Buja tidak terima. Entah dari mana perasaan tidak senang ini datang. Saat Satria berkata seperti itu kepada dirinya. Ini terkesan seperti Satria sedang menghindari Buja. Lalu, salah Buja apa? Sehingga Satria sampai hati tuk menghindari Buja? Uh, ngeselin, batin Buja. Buja pun mengambil hp dan menyalakan kamera depan. Cup. Ia k e c u p pipi Satria sambil memejamkan mata. Ia pun berhasil mengambil satu gambar dengan pose seperti itu. Satria terkejut. Ia mematung. Hari ini adalah kedua kalinya Buja berinisiatif. Satria merona.
“Om, aku posting di fb, ya?“ ucap Buja. Satria masih belum bergeming. Sebuah k e c u p a n kecil dan sebentar saja sudah mampu membuat hati dan pikiran Satria saling beradu. Uh, bisa-bisanya aku bangun cuman gegara di c i u m sama istri sendiri, batin Satria geram pada diri sendiri. Si j a g o a n menegang di saat yang tidak tepat. Hal itu membuat Satria geram setengah mati. Buja pun memposting foto tersebut di fb dengan caption, “Quality time bareng suami tercinta,“ tulis Buja.
Husni memang telah tertidur pulas. Tapi, ia mampu merasakan ada getaran di atas kasur tanpa dipan itu. Ha-hantu?, batin Husni. Husni sampai-sampai berkeringat dingin menahan rasa takut. Di film-film horor. Bukankah mereka biasa muncul saat pemeran utama sedang tertidur? Kenapa dia tidak bersuara? Ja-jadi beneran hantu?, batin Husni. Tubuh Husni menegang. Bagaimana ia bisa memberanikan diri memutar badan? Bagaimana kalau itu benaran hantu? Sejurus kemudian. Hap. Seseorang m e n d e k a p tubuh Husni dari belakang. Husni langsung membelalakkan mata.
“Ha-hantu?“ gumam Husni deg-degan. Pelipisnya mulai berkeringat. “Ini aku, sayang,“ sahut pria itu semakin mempererat d e k a p a n nya. Jadi, dia bukan hantu—melainkan cowok bertopeng kemarin malem?, batin Husni. Sejenak ia merasa lega, karna itu bukanlah hantu, melainkan seorang manusia sungguhan. “Puter badan kamu, Husni. Liat aku sini,“ ucap pria itu meminta Husni memutar badan. Bodoh. Husni malah menurut saja. Pria itu tersenyum. Husni mampu melihatnya dari pancaran sinar dari luar. Dari mata, hidung, dan bibir. Husni teramat sangat yakin, bahwa pria ini memiliki paras yang sangat tampan.
“C i u m,“ ucap pria itu. Husni berusaha mendorong pria itu menjauh. Tapi, ia malah kalah kuat. “Nghh,“ gumam Husni. Saat pria itu dengan sengaja menekan lututnya pada si jagoan. “Ka-kamu!“ ucap Husni geram. Orang ini bar-bar sekali. Berani-beraninya dia menekan bagian itu. “Lepasin ato aku bakalan teriak sekarang!?“ ucap Husni ketus. “Teriak aja kalo kamu berani,“ sahut pria itu. Tentu saja Husni tidak berani. Bisa-bisa ia akan diinterogasi oleh ayah dan ibu—pun sekarang mereka pasti juga telah tertidur, dan membangunkan mereka di jam-jam ini sangat lah tidak etis.
Husni meraih hp di sebelah bantal. Baru jam dua pagi?, batin Husni. “Ini udah jam dua pagi. Kamu ngapain malah ke sini, hah?“ ucap Husni. “Baru abis ngedugem langsung ke sini,“ sahut pria itu. Dugem? Dia abis dari tempat dugem? Pria itu tau. Saat ini Husni sedang amat sangat terkejut; mendengar pengakuan dari dirinya barusan. Tapi, tenang saja. Ini cuma kebiasaan lama. Husni, sebagai calon istri, tentu harus menerima baik-buruk calon suami. Tempat macam apa itu? Sangat tidak berfaedah sama sekali, batin Husni.
“Cuma buat refreshing aja kok. Ngga lebih,“
“Hah? Refreshing? Mana ada refreshing ampe jam dua pagi?“
“Biasa anak muda~“
“Heh, anak muda apaan! Ngerusak itu namanya!“
“Hm? Kenapa? Kamu cemburu?“
“Ce-cemburu apaan?!“
Cemburu? Cuih! Siapa juga yang cemburu?, batin Husni. Dia benar-benar mengutuk pria itu dalam hati. Pria itu pun m e n g e c u p mata Husni. Lalu, ia pun m e n g e c u p bibirnya. Husni tidak ingin dibodohi lagi oleh orang asing seperti dia. Lebih baik berontak saja, batin Husni. Lalu, apa yang terjadi setelah dia memberontak? Tentu saja pria itu membuat c i u m a n itu semakin dalam dan dalam. Hingga pria itu pun berada di atas Husni. Dia benar-benar telah memegang kendali.
Pria itu menggenggam tangan Husni melalui sela-sela jari jemari. Hembusan nafas pria itu bahkan sangat terasa. “Hmmph,“ gumam Husni. Pria itu terus saja mendominasi. Husni berusaha menolak c i u m a n itu, dan memiringkan kepalanya ke samping. Pria itu tidak menyerah jua. Dia malah menjilati k u p i n g Husni. Jilatan itu lebih membuat Husni semakin tidak terkendali. “Nghh ahh,“ gumam Husni. Sial!
KAMU SEDANG MEMBACA
Embun [BL]
RomanceBercerita tentang sebuah pernikahan tiba-tiba dan tidak pernah bertemu sebelumnya. Tapi, malah bertemu untuk pertama kali di pernikahan sendiri.