“Sabar ya, Mas Satria? Buja masih batik soalnya 😸“
***
Sinar mentari di kala senja menghantarkan dua netra ia ke arah sosok pria berkemeja beige, dan bercelana hitam. Pria itu berdiri di seberang sana sambil berkacak pinggang. Di sana ia nampak sedang mengobrol dengan seseorang. Fadhli bukannya tak tau siapakah sosok pria itu. Fadhli menghentikan langkahnya sejenak. Oh, rupanya pria itu menarik perhatiannya sedikit hingga pandangan matanya yang jernih tak mampu berpaling sedikit pun tatkala menangkap suatu objek akan sosoknya dari kejauhan. Tunggu dulu. Bukankah cuaca hari ini sangatlah terik? Lalu, mengapa pria itu malah menutupi sebagian wajahnya dengan masker?
Teringin ia tuk menghampiri, tetapi seseorang menyentuh pundaknya dan berkata, “Fadh! Ntar malem nongki, yuk!“. Fadhli tak seperti biasanya. Fadhli terlihat tak begitu bersemangat menerima ajakan dari teman satu jurusannya itu. Biasanya ia kan dengan mudahnya berkata, “Ya!“. Namun, kali ini kalimat itu terasa sangat sulit untuk diucapkan, sebab sesuatu seakan telah mengalihkan perhatiannya. Iqbal? Di mana Iqbal? Fadhli kehilangan sosoknya. Fadhli pun mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru; mencari-cari sosoknya di antara kerumunan mahasiswa.
“Fadh? Lu lagi nyari-nyari siapa, sih? Lu op ato nggak nih?“ tanya Bayu.
“Errr..,“ gumam Fadhli.
“Lu tinggal jawab ok ato nggak ribet amat, sih? Si Sa'adah gabung juga, kok!“ ucap Bayu.
Tiba-tiba ia merasakan sebuah getaran singkat di saku celananya. Oh, rupanya hpnya berdering, sebab ada pesan baru yang masuk dari si hijau. “Dek? Ini kakak lagi di kantor Bu Profesor,“ tulisnya. Deg! Entah mengapa, meskipun pesan itu begitu sangat singkat—pun mampu membuat hati ia bergetar. Fadhli mendadak panas-dingin. Bagaimana bisa ia merasa segembira itu hanya karna pesan singkat dari Iqbal; di mana Iqbal memberi kabar, bahwa dirinya sedang berada di kantor seorang profesor kampus?
“Fadh?“ seru Bayu.
“Errr keknya gue ga bisa nongki dulu deh hari ini. Uhm, sorry ya, Bay?“ ucap Fadhli.
Suara helaan nafasnya yang terdengar berat—pun seakan menandajan betapa letihnya ia menunggu. Uh, bego banget, sih?, batin Fadhli menggerutu. Fadhli tak mengerti untuk apa dirinya berlama-lama berdiam diri di perpustakaan selama ini? Fadhli menyadari kebodohannya itu sehingga ia pun bersiap-siap pulang setelah merapikan barang-barang miliknya ke dalam tas. Namun, lagi-lagi langkahnya pun terhenti. Tepat di depan pintu sosoknya berdiri dengan nafas yang terengah-engah. “Serius! Kakak tuh nyariin lu ke mana-mana tau, nggak?“ ucap Iqbal. Fadhli tak ingin bersikap bodoh untuk yang kedua kalinya.
“Lagian ngapain lu cariin gue coba? Toh, kita ga ada urusan apa-apa, kan?“ ucap Fadhli.
“Kamu, tuh, ya?!“ sahut Iqbal dengan nada tinggi.
Sangat ketara sekali dari kedua bola matanya serta nada bicaranya jika Iqbal begitu kesal padanya. Sekali lagi! Bukan itu yang membuatnya terdiam seketika, melainkan istilah 'kamu' yang ia gunakan ketika memanggil dirinya. Kamu? Sejak kapan panggilan itu ada? Fadhli bingung. Bagaimana ia harus bersikap setelah ini? Iqbal mengira jikalau diamnya disebabkan oleh dirinya yang telah membentaknya barusan. “Kakak minta maaf udah bentak kamu ba—“ ucap Iqbal. Fadhli pun langsung memotong perkataannya. “Kakak nggak usah minta maaf. Lagian lu nggak punya salah apa-apa ama gue,“ ucap Fadhli.
Di manakah hati ini berpihak? Di manakah hati yang dulu membenci? Dan memilih pergi menjauh darinya saat ini adalah yang terbaik, bukan? Tidak! Pecinta di ujung bumi sana berkata, bahwa pergi berarti lari dari masalah. Bukan, begitu? Fadhli pun melangkahkan kakinya enyah dari perpustakaan. “Fadh! Fadhli!“ seru Iqbal. Fadhli pun menepis tangannya ketika Iqbal berhasil menggapainya. Fadhli menatap kedua matanya nyalang. “Lu tau sendiri gimana perasaan gue tiap kali deket ama lu. Gue kesiksa! Lu kek gini karna lu nggak ngerasa apa yang gue rasa. Lu bersikap seenaknya ama gue dan—“ ucap Fadhli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Embun [BL]
RomanceBercerita tentang sebuah pernikahan tiba-tiba dan tidak pernah bertemu sebelumnya. Tapi, malah bertemu untuk pertama kali di pernikahan sendiri.