Embun 26

1.8K 80 10
                                    

“Sisa 4 chapter lagi gue pindah judul ke Ares S2 atau Sugar B.“

Ini style Brian hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini style Brian hari ini

***

Lisan mereka tak terbatas bagaikan cakrawala. Tentu saja lah raga tak mampu berupaya menahan lisan mereka yang pedar. Utami dan Ghufron sudahnya menerima celaan serta hinaan. Ingatkah kalian akan sosok pengadu domba, Ismiati? Si rubah berekor sembilan yang pandai mengarang cerita, lalu diumumkan sana dan sini? Baru beberapa hari yang lalu Ghufron membeli kulkas baru disebabkan kulkas lama yang telah berusia belasan tahun itu rusak total. Di luar dugaannya, Ismiati malah menyebarkan berita palsu yang di mana ia mengatakan, bahwa kulkas yang dibeli oleh Ghufron merupakan uang pemberian menantunya yang ia minta sebelumnya.

Perkara kulkas baru pun menjadi bahan gosip satu kampung? Sangat tidak masuk akal sekali, bukan? Ghufron berniat tuk menghubungi Satria. Ah, Utami masih di sini, ya? Hm, padahal aku mau ngomong rahasia. “Dek? Tolong beliin mas kopi di warung bisa?“ tanya Ghufron. Utami pun mengangguk mengiyakan. Setaat setelah sang istri pergi, Ghufron pun langsung mendial nomor hp Satria. Di seberang sana, tepatnya di rumah, Satria menemani Buja belajar sambil mendengarkan podcast seputar dunia bisnis. Sebenarnya ia pun memiliki beberapa pekerjaan yang belum selesai. Teringin ia mengerjakannya sembari menemani Buja belajar, namun hal tersebut bukanlah perilaku terpuji.

Satria tidak ingin menukar waktu berharganya demi pekerjaan yang tidak seberapa, sebab kebersamaan bersama Buja jauh lebih berharga dari apa pun. Tiba-tiba hp ia pun berbunyi. Oh? Panggilan dari bapak mertua? Tumben malem-malem?, batinnya. “Mas angkat telepon dulu,“ ucap Satria. Buja pun menganggukkan kepala tanpa menoleh padanya sama sekali. “Halo, pa? Kabar papa sama mama gimana? Papa sama mama sehat-sehat aja, kan?“ tanya Satria menunjukkan perhatiannya sebagai seorang menantu. Ghufron pun mengucapkan rasa syukurnya, lalu menjawab, “Papa sama mama sehat wal afiat, nak,“.

“Syukurlah, pa. Satria seneng dengernya,“ ucap Satria.

Satria tau jikalau saat ini bapak mertuanya itu tidak sedang ingin berbasa basi. Ghufron ataupun Utami bukanlah tipikal orang—yang akan menghubungi orang lain malam-malam begini. Satria mengenal baik siapa mereka—yang di mana merela adalah orang-orang yang berbudi pekerti luhur. Tak hanya sampai di situ, Buja pun demikian. Pastilah ada hal penting yang ingin disampaikannya. “Gini, nak,“ ucap Ghufron. Satria pun duduk di kursi kerjanya di ruang kerja. Satria mencoba tuk mempertajam pendengarannya. Satria mengerutkan alisnya setelah mendengar permintaan Ghufron yang ingin agar dirinya mencegah keinginan Buja untuk pulang ke rumah untuk sementara. Ghufron juga menjelaskan, bahwa ada beberapa masalah di rumah yang harus segera diselesaikan.

Satu hal yang membuatnya bertanya-tanya di dalam benaknya. Hal apakah yang telah membuat Ghufron memutuskan tuk melarang Buja berkunjung ke rumah tuk sementara? Bertengkar dengan Utami? Tidak! Tidak mungkin! Indera pendengaran miliknya terlalu jeli. Satria dapat mendengar suara Utami, meskipun terdengar samar-samar di ujung telepon tadi. Dari nada bicaranya yang tenang ketika memanggil Ghufron pun sangat jelas jikalau hubungan rumah tangga keduanya baik-baik saja. Jadi, bukan gara-gara perang dunia?, batinnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 10, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Embun [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang