JUJUR DI ANTARA SEMUA TOKOH DI CERITA GUE, GUE LEBIH SUKA AMA "SATRIA". SOALNYA MARAHNYA DIA SAMA CEMBURUNYA DIA ITU REALISTIS DAN NGGAK PAKE EGO WKWK
BUKAN INI KHUSUS UP DI MARI! BUKAN DEPAN DOSEN POSESIF + CINTA SEORANG DUDA DESA!
***
Teruntuk cinta yang menggema. Bukankah ia tak bersuara? Jikalau seandainya gelombangnya nampak oleh mata; pastilah ia sejernih rinai yang berjatuhan dari langit. Sungguh indah hingga rasanya mampu menyentuhnya saja telah mampu menggetarkan raga yang membuat darahnya berdesir; tergila-gila akan pesona ia yang tercipta. Satu minggu, satu bulan, atau mungkin satu tahun pun masih belum cukup untuk menyingkap tabir di balik persona. Satria? Pernikahan bukan ajang tuk bermain teka-teki; menerka-nerka tanpa dasar; serta mengisinya asal-asalan.
Satria tidak ingin jikalau pernikahan ia dinodai oleh goresan tinta nan hitam, sebab salah mengisi tiap kolom jawaban. Satria memilih tuk memberikan jawaban itu tanpa membuatnya bertanya-tanya. Bukan jua memberikannya seribu jawaban hingga tiada juang yang berjalan. “Buja?“ panggilnya. Ingatlah betapa irama dari bibirnpa itu bak sesuatu yang menakutkan sekaligus dinanti-nantikan. Takut kalau-kalau berbuat salah—pun dinanti, sebab ialah cinta yang mungkin takkan pernah terganti. Bukankah anak muda seperti Buja masih berada dalam masa pencarian jati diri? Satria alih-alih mengurungnya dalam sangkar, ia memilih tuk membiarkannya lepas sesaat, namun memanggilnya pembali tuk pulang jika sudah tiba larut malam.
“Cepetan siap-siap, kita sore ini jalan-jalan ke Bukittinggi,“
“Hm,“
Buja tak bergeming dari ranjang dan bersandar di headboard, sedangkan Satria telah selesai bersiap-siap. Buja rupanya tengah asik bermain game. Satria pun menghela nafas. Sesaat ia menyesali akan dirinya yang telah memberikan hadiah dua unit smartphone baru jika hal itu malah membuat dirinya tak diacuhkan sama sekali. Kalau tau bakalan begini mending aku biarin dia pake hp jadul aja, batin Satria. Satria pun merebut hp sang istri untuk ke sekian kalinya. Buja terpejut. Satria sengaja terdiam sangat lama agar ia dapat membuat Buja mengerti, bahwa betapa pentingnya menggunakan sosial media dengan bijak. Sungguh tak ada sedikit pun rasa di hatinya tuk membentak Buja. Cukup tatapan dingin nan mencekamlah sebagai jawabannya. Benar, kan?
“Uhm, ma-maafin aku mas—“
“Kamu tau gunanya minta maaf itu buat apa? Buat biar kamu atau mas nggak ngulangin kesalahan yang sama lagi, Buja. Ngerti?“
“Uhm..,“
“Buja?“
“Sebenernya aku males jalan-jalan ke luar, mas,“
Satria pun duduk di tepi ranjang. Demi apa pun bukan sebab malasnya sang istri perihal jalan-jalan, melainkan sikap acuh tak acuhnya demi sebuah benda persegi yang mulai membuatnya mabuk ke dalam dunia virtual. Satria masih diam. Sangat lama sekali. Cukuplah diamnpa yang lama ini menjadi tanda seberapa besar percikan amarah di dalam hatinya. Cukuplah diamnya saja yang berbicara agar lisannya tak menimbulkan luka di hati yang cinta. Buja tertegun. Buja tak sebodoh itu tuk mengetahui seberapa marahnya sang suami pada dirinya. Buja mendadak tak enap hati. Kedua matanya pun mulai terasa agak panas dan berair. Satu hal yang pantang tuk Satria lakukan ialah membentak dan berteriak. Bukankah masih banyak cara lain tuk mengajarkan istri agar menjadi sosok yang lebih baik tanpa harus berbuat demikian?
Buja pun bergerak maju sedikit, lalu memeluk Satria. Perasaannya berkecamuk. Satria membungkam mulutnya. Itu berarti dia tak hanya sekedar marah, melainkan benar-benar sangat marah. Buja pun menggeleng-gelengkan kepalanya. “Jangan ma-marah lagi, ya, mas? A-aku salah, aku minta maaf. Hm?“ ucap Buja. Buja tak mengatakan jikalau dirinpa telah mencintai Satria sehingga ia begitu sangat menjaga perasaannya jua. Entah mengapa sakit rasanya jikalau didiamkan seperti saat ini. Ibarat kata lebih baik menerima amarah berupa kata-kata bijak, meski ia harus mendengarnya sepanjang hari daripada tak mendengarkan apa pun sama sekali. Uh, rasanya jadi lebih pahit!
KAMU SEDANG MEMBACA
Embun [BL]
RomanceBercerita tentang sebuah pernikahan tiba-tiba dan tidak pernah bertemu sebelumnya. Tapi, malah bertemu untuk pertama kali di pernikahan sendiri.