Embun 12

2K 193 13
                                    

Sebagian besar orang selalu terburu-buru saat hendak pulang dari rutinitas sehari-hari seperti: setelah ngantor, sekolah, ataupun kuliah. Lautan manusia pada sore hari benar-benar menggila; memenuhi sekitaran Jl. Gajah Mada-atau disebut juga dengan Jl. Gunung Pangilun. Sore hari adalah saat di mana muda-mudi berhamburan keluar, berkumpul, dan bersantai bersama teman dan kerabat. Tiada lelah dari rona muka mereka. Sebuah ukiran indah mengembang di bibir tiada henti, terlebih pada saat para gadis itu menyaksikan tarian-tarian modern ala idol luar negeri oleh sekelompok pemuda.

Dua mata ini tak sengaja menangkap suatu hal-yang sangat tidak asing. Terasa begitu familiar. Di saat semua orang unjuk gigi akan paras cantik dan tampan yang mereka miliki; dia malah memakai topeng sendiri. Husni jadi gugup. Mungkinkah dia itu cowok-yang tiap malem suka nerobos kamar aku?, batin Husni menduga-duga. Husni penasaran, lalu ia pun mendekat; memarkirkan motor scoopy miliknya terlebih dahulu di tempat parkir. Saat ini dia sedang menari bersama teman-teman dia yang lain. "Permisi? Mba tau nggak? Mereka lagi cover dance lagu apa?" tanya Husni pada salah satu penonton. "Itu lagu dari Stray Kids. Judulnya God's Menu," sahut perempuan itu. Husni pun beroh ria.

God's menu atau apalah itu; Husni sama sekali tidak mengerti. Bisa dibilang ia adalah seseorang yang kurang update. Jenis musik atau artis mana-yang sedang populer akhir-akhir ini pun ia tidak tau menahu tentang semua itu. Husni cuma tau belajar, belajar, dan belajar. Kalau pun ia berselancar di sosial media, paling-paling cuma menonton kartun saja. Saling bertukar kabar lewat chat atau berdiskusi tentang studi yang tengah dijalani. Hidup monoton seperti itu, bagi sebagian besar orang mungkin malah membuat stress, tapi tidak bagi Husni.

Sorot mata Brian tertuju pada sosok pria berkacamata itu setelah ia menarikan satu lagu. Ia pun tersenyum samar, lalu menghampiri pria itu. Hm, godain dia dikit sabi kali, ya?, batin Brian tersenyum misterius. Ia genggam tangan Husni, lalu ia kecup mesra dengan mata terpejam. Ia begitu meresapi rasa manis dan legit dari tapak tangan ini-yang suatu saat nanti pasti akan ia genggam dan jaga seumur hidup. Husni langsung menarik tangannya kembali. "Dasar nggak tau malu!" ucap Husni. Husni mengedarkan pandangan ke seluruh sisi di lapangan ini; mereka memicingkan mata.

"Dia calon istri saya. Maaf, kalo tindakan saya barusan kurang nyaman diliat dan sembrono. Saya cuman nggak bisa nahan diri saya aja, soalnya saya sayang banget sama dia," ucap Brian. Semua orang terkejut dan melongo dengan mulut menganga lebar. Brian memang seorang pemberani. Husni merasa telah kehilangan muka. Jangan sampai ada tangan-tangan jahil memotret tanpa ijin, lalu disebarkan di sosial media. Entah bagaimana respon orang tua Husni nanti jikalau melihat puteranya sendiri dicium tangannya oleh seorang anak lelaki.

"Leo, nama aku Leo," ucap Brian. Saat di luar; ia dikenal dengan nama Leo, tapi saat berada di ruang lingkup tertutup; orang-orang akan memanggil dirinya dengan nama asli yaitu Brian. Hal ini sengaja ia tekankan pada siapapun yang mengenal dirinya, karna menurut Brian, belum saatnya bagi Husni untuk tau siapa dirinya sebenarnya. Selalu saja seperti ini. Bagaimana bisa Brian selalu menatap Husni dengan tatapan mendalam dan penuh makna tersirat? Berjuta-juta cinta terpancar dari sorot mata itu hingga membuat Husni merinding.

Husni memilih untuk pergi saja dari sini, daripada ia terus dipermalukan tanpa henti. Brian malah mengejar dia-yang tengah berang itu. "Biar aku anterin," ucap Brian memegang pergelangan tangan Husni. "Nggak usah!" sahut Husni menepis tangannya. "Husni.. Maaf," ucap Brian, lalu ia pun langsung duduk di atas motor Husni sambil memegang setir. "Lu anak siapa, sih?! Nggak sopan banget!" ucap Husni mulai jengah dengan sikap Brian. "Ya anak Mama Erlina sama Papa Endro lah~" sahut Brian.

Buja uring-uringan di ruang tamu. Sepi. Tiada teman menemani. Baru jam satu siang. Huh, menunggu Satria-pun masih sangat lama. Suara dentingan jam itu seolah menambah rasa bosan dalam diri. Seorang diri di rumah sebesar ini? Diam menunggu suami pulang. Su-suami, ya?, batin Buja jadi salah tingkah. Buja pun tengkurap sambil membenamkan wajahnya di bantal gemas sendiri. Tiba-tiba Buja ingin pulang ke rumah orang tua. Dulu jam segini pasti aku pasti lagi bantu-bantu bersihin kandang sapinya Bu Unifah, tapi sekarang malah cuma uring-uringan doang, batin Buja.

Embun [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang