"GUE PEN PUNYA LAKIK KEK SATRIA! FIX! NO DEBAT!"
***
Surga buku telah menjadi tempat ternikmatnya tuk rehat sejenak dari kelas yang membosankan. Dia lah si jenius kampus yang tak banyak orang tau. Husni Hartono. Perjuangan satu tahun lebih tuk menggali informasi tentangnya pun membuahkan hasil. Lagi seulas senyuman tipis mengembang di bibirnya. Penampakan ia yang terlelap bagaikan hiasan bintang-bintang di langit hatinya. Brian merasakan keteduhan yang tak dapat ia jelaskan. Terkadang ia bertanya-tanya dalam hatinya; mengapa ia bisa begitu tergila-gila pada sosoknya? Dia bagaikan magnet yang menarik seluruh dunianya agar berpindah padanya, Husni.
Tiba-tiba hp berwarna hitam yang masih dalam kondisi menyala itu pun menarik perhatiannya. Brian tak berpikir jipa Husni kan segera terbangun dari lelapnya hanya karna sedikit suara gerakan tangannya-yang mencoba tuk mengambil hp yang ada di sampingnya. Brian terkejut. Bagaimana tidak? Pasalnya benda pintar itu hanya menampilkan ruang chat antara dirinya dan Husni. Brian pun mencoba memeriksa pengaturan hp tersebut-yang ternyata telah dirubah pengaturannya ke dalam mode layar hidup selama tiga puluh menit. Jangan bilang jika Husni menunggu pesan darinya sampai ia terlelap seperti ini? Brian tak ingin berekspektasi terlalu tinggi, tetapi bukankah tindakan Husni yang demikian menunjukkan bahpa terdapat secercah harap di dalam hati?
"Uhm," Husni mengerang.
Brian pun langsung menaruh hp milik Husni di samping. Demi apa pun perjalanan cintanya masih sangat panjang. Brian hanya tak ingin merusak jalan menuju romanya yang sudah separuh jalan. Brian juga tak ingin jika perasaan di hati Husni yang masih sekecil benih padi pun malah tak berkembang dan mati. Jangan sampai hal itu terjadi! Brian tau dia pasti bimbang. Dia gamang! Bagaimana dirinya dapat berpaling jika kedipan matanya ketika terbangun dari lelapnya bak mata kucing yang memelas tuk disayangi dan dikasihi? Brian merasa jika dirinya sudah benar-benar gila! Sangat gila!
Brian pun menarik tangannya dari surai rambut Husni. "Gue minta maaf ga ngasih lu kabar sama sekali, soalnya gue ada kegiatan di sekolah, Us," ucap Brian. Husni kikuk. Husni tak tau harus menjawab apa. Jika ia menanggapi apa yang diucapkan oleh Brian, bukankah kan memberi kesan, bahwa dirinya begitu mengharapkan kehadirannya? Husni pun memilih untuk tak acuh. "Gue ga perduli," sahut Husni. "Lu ngambek?" tanya Brian menohok. Husni pun mendelik. Husni tak mengindahkan jipa ia memang sedang ngambek. Husni pun tak mengerti mengapa. Kemudian, ia pun merapikan barang-barangnya, lalu bersiap-siap hendak pulang.
"Us!" seru Brian.
Brian pun beranjak dari tempat ia duduk, dan meraih pergelangan tangan Husni. Brian berkata, bahpa ia ingin mengantarnya pulang. Husni pun menolaknya dengan alasan jika dirinya bisa pulang sendiri. Toh kuda besinya juga telah menunggu dijemput di parkiran. Brian tetap saja bersikeras ingin mengantarnya pulang. "Gue udah bilang gue bisa pulang sendiri, Bri-" ucap Husni. Brian pun mengecup bibirnya tiba-tiba. Husni terbelalak karna terkejut. Bibir ia pun jadi basah olehnya. Husni membeku. "Plis biarin gue nganterin lu pulang, Us," ucap Brian. "Terserah!" sahut Husni. Brian pun tersenyum, lalu mengekor di belakang.
Suara air mengalir dari keran seakan membawa ingatannya pada pertemuannya dengan sahabatnya, Husni. Husni sempat bertanya apa tujuan serta alasan Buja menerima pernikahan ini? Buja berpikir sembari membasuh irisan daging sapi yang telah ia iris tipis-tipis untuk membuat Dendeng Balado. Buja hanya menjawab, bahwa pernikahan ini terjadi, karna memang harus terjadi-atau disebut juga dengan takdir(?) Buja juga tak benar-benar meyakini apa yang ia utarakan. Cinta? Buja pun menghela nafas hingga tanpa ia sadari seseorang mendekapnya dari belakang.
"Mau bikin apa?" tanya Satria.
Satria seakan dapat merasakan dinginnya rasa dari daksanya ketika didekap. Satria tak sengaja melihat dua netra istrinya yang seperti sedang melamunkan sesuatu. Tak jua ia bertanya atau merenggangkan dekapannya tiba-tiba, melainkan semakin mempereratnya seakan-akan Buja kan lari dari dirinya kapan saja. Satria mengemis dalam hatinya. Dekapan ini terasa dingin. Sungguh! Dinginnya amat menusuk tulang hingga rasanya ia mati rasa. "Uhm, mau bikin-" gumam Buja. Namun, perkataannya tiba-tiba dipotong oleh Satria dengan kalimat yang sedikit menggores hatinya. "Kalo kamu mau kamu bisa pindah ke kamar kamu yang sebelumnya, Buja," ucap Satria. Buja tak berkutik kata-katanya bak jarum-jarum yang menancap di dada. Tak jua berkata apa-apa. Buja pun membalikkan badan dan ingin mengatakan sesuatu, tetapi Satria malah mendahuluinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Embun [BL]
RomanceBercerita tentang sebuah pernikahan tiba-tiba dan tidak pernah bertemu sebelumnya. Tapi, malah bertemu untuk pertama kali di pernikahan sendiri.