Tiga

3.6K 694 230
                                    

Velia

Gue nggak nyangka, ternyata dibalik wajahnya yang agak kaku itu, Reiga cukup asyik diajak berdiskusi soal banyak sekali hal. Kaget sih sebetulnya, apalagi pas tau kalau ternyata dia ini lulusan DIII Keperawatan di sebuah politeknik kesehatan negeri yang ada di Kota Bandung. Sempat penasaran juga kenapa dia banting setir jadi pemadam, namun rasa penasaran itu tidak juga tercetuskan karena takut dicap terlalu kepo sama hidup orang.

"Tadi habis ngapain ke Jaya Abadi?" Sesekali Reiga menelan ludah saat melihat kelakuan aneh gue. Iya, gue makan kentang pakai kue yang mana itu gak lazim sama sekali.

"Sembilan bulan lalu kaki kiri saya patah, ketiban besi bangunan pas melakukan pemadaman di salah satu pabrik cat daerah Pasirkoja. Tulang betis saya dipasangi pen, terus dari kemarin kebetulan sakit makanya check up ke spesialis ortopedi dan traumatologi di klinik itu." Dagunya mengedik, secara tidak langsung menunjuk klinik yang berseberangan dengan restoran cepat saji ini.

"Apa gara-gara evakuasi kemarin ya, Rei?" Out of topic dikit, nama Reiga bagus banget gak sih? Endaru Reiga Caturangga. Kayak ... pas aja gitu, enak nyebutnya dan sesuai banget sama karakternya. Kalo Theo punya suara ganteng, maka Reiga ini punya nama ganteng.

"Mungkin aja sih, Wi." Jujur, jarang banget ada orang yang manggil gue Wiya. Panggilan itu lebih terkhusus untuk keluarga gue, karena rata-rata teman atau kenalan selalu manggil gue Veli. "Karena kemarin tuh yang main banyak di kaki sama tangan, sakitnya juga setelah operasi penyelamatan sih. Kalo kata orang, syok kali ya?"

"Itu tangannya juga luka?" Gue emang orang yang detail dan perhatian.

Reiga melihat tangan kanannya sambil menggerakkannya sedikit, "Iya, lecet dikit," jawabnya disertai senyuman tipis. "Kamu ke klinik ngapain? Sakit?" Sekarang giliran dia yang bertanya. Entah karena masih menganggap sama-sama asing atau gimana, sapaan kita berdua masih memakai gaya formal.

"Udah setahun didiagnosis gastritis kronik. Maklum lah, nggak jaga kesehatan, sibuk ngonten dan sering begadang, makanya lambungnya amburadul, hahaha." Ketawa sih gue, ketawa miris tapi. "Minggu ini udah kambuh dua kali makanya check up ke spesialis penyakit dalam. Terus tadi disaranin buat gastroskopi² sebelum gejalanya makin parah dan intensitas kekambuhannya meningkat, biar tau penanganan yang tepatnya apa."

Mulutnya sedikit terbuka, mungkin kaget karena di usia semuda ini, lambung gue udah acakadul banget. "Pasti kopi sama pedes terus ya makanannya?" Dia menebak.

Gue terkekeh pelan, "Iya, kayak udah kewajiban aja gitu. Tapi akhir-akhir ini dihentikan pedesnya, kalo pesen seblak minta original, jadi kayak makan kerupuk rebus aja."

Gak tau lagi deh gue, pasti apa-apa seblak, apa-apa seblak. Ini cewek-cewek Bandung harus direhabilitasi kayaknya, soalnya udah kecanduan makan seblak everywhere and everyday.

"Kamu tinggal di mana?" Ini gue yang bertanya.

"Di Batununggal Indah V, belokan sebelum tol kalo dari sini." Wah, gila. Tinggalnya di tempat elit gitu. Emang ... gaji pemadam gede, ya? "Kalau kamu?"

"Cluster Calosa, di Cherry Field. Tau nggak? Kalau dari sini, belokan setelah Transmart."

Dia tampak berpikir sebentar sebelum mengangguk mengerti, "Ah, iya, iya. Sering lihat tulisan Cherry Field di daerah sana. Beberapa temen saya penggemar berat channel Ragam Perspektif, mereka pada excited pengen ketemu Alawiya Velia."

Gue tersanjung dengan ucapannya, "Masa sih? Hahaha, jadi malu saya. Hampir lupa, video evakuasi kemarin boleh diunggah sebagai dokumentasi di episode pemadam nanti?"

113Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang